Flash back.
Hilman baru saja ke luar dari masjid saat matanya melihat punggung seseorang yang sepertinya dia kenal. Laki-laki itu tampak menajamkan matanya hingga kerutan di keningnya terlihat jelas, demi melihat sosok perempuan yang tengah berjalan ke luar dari area masjid.
"Kok, seperti Rina? Apa mungkin dia solat di sini?" gumam Hilman sambil mempercepat langkahnya berniat untuk menyusul perempuan itu.
Namun, saat dia sudah berada di luar masjid Hilman melihat Rina tidak berjalan menuju ke rumahnya, melainkan malah berjalan berlawanan arah.
"Mau ke mana dia? Ini kan sudah gelap, ngapain dia ke luar pada waktu seperti ini? Sudah tau lagi hamil, ini malah ke luar rumah waktu magrib, kalau ketahuan Mama udah pasti kena marah tuh!" gerutu Himan lebih kepada dirinya sendiri.
Dengan langkah cepat dia kembali ke rumah untuk mengambil mobilnya, agar bisa menyusul Rina. Dia langsung masuk ke dalam rumah kemudian berlari ke kamarnya untuk mengambil kunci mobil, lalu berlari ke luar lagi.
"Man, mau ke mana kamu?" Mama Hilman yang sedang ada di ruang keluarga tampak berteriak bertanya pada anaknya.
"Ada urusan, Mah. Aku pergi dulu ya, Assalamualaikum," jawab Hilman sambil mengambil tangan wanita paruh baya yang telah melahirkanya itu.
"Waalaikumsalam. Hati-hati, jangan pulang malam-malam!" teriak wanita paruh baya itu, karena Hilman yang sudah berlari menuju ke pintu utama.
"Iya, Mah!" teriak Hilman dari luar rumah sebagai jawaban.
Flash back off.
Beberapa saat berlalu, kini Rina dan Hilman sudah sampai di super market terdekat dari lokasi perumahan mereka, Hilman lebih dulu menurunkan Rina di lobi, sebelum dia memarkirkan mobilnya di samping gedung super market.
"Tunggu aku di sini saja, aku mau memarkirkan mobil dulu," ujar Hilman saat dia sudah menghentikan mobilnya di lobi.
"Kamu juga mau masuk ke dalam?" tanya Rina, menoleh pada Hilman.
"Iya, aku baru ingat tadi ada yang harus aku beli," jawab Hilman.
"Oh, iya," angguk Rina kemudian ke luar dari mobl Hilman dan menunggunya di lobi.
Hilman tersenyum kemudian melajukan kembali mobilnya ke samping bangunan super market itu, tempat area parkir untuk mobil. Hilman langsung ke luar dari mobil, kemudian melangkah cepat menuju ke lobi super market untuk menghampiri Rina.
Hilman tampak tersenyum tipis saat melihat Rina benar-benar menunggunya di lobi.
"Sudah?" tanya Rina, begitu Hilman sampai di depannya.
"Sudah, yuk masuk," ajak Hilman sambil mengambil troli belanjaan yang ditumpuk dengan keranjang lagi di dalamnya.
"Kok sama itu juga?" tanya Rina sambil berjalan di samping Hilman.
"Ini untuk belanjaan aku," jawab Hilman menunjuk keranjang belanja di dalam troli.
"Oh iya, aku lupa kalau kamu juga mau belanja." Rina tersenyum canggung merasa malu dengan tingkahnya sendiri.
Sedangkan Himman hanya terkekeh melihat Rina yang terlihat malu dan canggung kepadanya.
"Udah, satai aja lagi, anggap aja aku teman kamu, atau mungkin kakak." Hilman berbicara santai dengan kekehan kecil di mulutnya.
"Hehe, aku cuman merasa belum biasa berjalan dengan orang lain selain Bapak dan Ibu." Rina malah merasa cangung saat Hilman semakin mendekekatkan diri padanya, dia masih sadar dengan setatusnya yang merupakan seorang istri, walaupun nyatanya di tidak pernah diakui.
Mereka kemudian berjalan beriringan menuju tempat bahan makanan berada, mulai minyak dan berbagai bumbu kering. Rina tampak mengambil beberapa bahan makan yang dia rasa akan dia butuhkan selama berada di sini.
"Kamu gak belanja?" tanya Rina, melihat sejak tadi keranjang belanja Hilman masih kosong.
"Aku hanya butuh peralatan mandi, sama beberapa cemilan. Kalau masalah dapur, biasanya orang rumah yang akan beli," jawab Hilman mengusap tengkuknya sambil meringis merasa serba salah.
"Oh ...." Rina hanya ber oh ria sambil kembali fokus memilih bahan masakan yang dia butuhkan.
Setelah mereka selesai di bahan kering, kini mereka berjalan menuju tempat makanan beku, seperti olehan daging atau ikan.
Diam-diam Hilman memperhatikan Rina yang sedang sibuk memilah apa yang ingin dia beli. Rina memang tidak secantik Tari yang memiliki kulit putih dan postur tubuh tinggi semampai.
Rina memiliki kulit sedikit gelap, dengan rambut coklat yang panjang dan sedikit ikal di ujungnya juga tebal, walau Rina tampak lebih suka mengikatnya.
Postur tubuhnya juga tidaklah tinggi semampai, mungkin dia bisa dibilang berisi mungkin dikarenakan oleh kehamilannya juga. Hilman tentu tidak tahu postur tubuh Rina sebelum hamil.
Wajah Rina juga tidak pernah berbalut make up, Hilman bisa mengira kalau selama ini mungkin Rina hanya memakai pelembab wajah dan liptin sebagai pewarna bibir, hingga tidak terlihat mencolok.
Pakaiannya pun terlihat sederhana, dengan style celana kulot atau rok panjang dengan kemeja. Dia bahkan sudah bisa menilai apa ynag biasa dipakai oleh Rina, hanya dengan beberapa kali pertemuan, karena memang hanya itu yang selau Rina pakai setiap kali bertemu.
Hilman bahkan bisa menebak kalau jumlah harga seluruh pakaian yang Rina pakai saat ini, tidak lebih dari tiga ratus ribu. Itu sangat berbeda dengan Tari yang bisa menghabiskan uang berjuta-juta hanya untuk membeli satu potong baju.
Sebagai laki-laki Hilam tentu bisa mengerti kalau Anjas lebih memilih Tari dibandingkan dengan Rina. Karena jika dinilai dari penampilan mereka memang terlalu jauh berbeda, dan sayangnya Rina yang berada jauh di bawah Tari.
"Tapi, kalau soal memilih belanjaan di super market, aku yakin Rina lebih unggul dari Tari," gumam Hilman tanpa sadar, ketika dia memperhatikan Rina yang cekatan dalam memilih bahan masakan.
"Kenapa, Bang?" tanya Rina sambil menoleh melihat Hilman yang sejak tadi memperhatikannya.
"Hah? Kenapa, Rin?" Hilman yang tersadar dari lamunan tidak mendengar jelas pekataan Rina, dia tampak berdehem beberapa kali, untuk menormalkan raut wajahnya.
"Bang Hilman tadi manggil aku?" tanya Rina.
"Oh itu, ini aku mau tanya, kok kamu gak beli sayur atau ikan sih, bukannya itu bagus untuk ibu hamil?" tanya Himan mencari alasan.
"Kalau sayur sama ikan, aku lebih suka beli di tukang sayur gerobak yang suka lewat di depan rumah, biar lebih seger," jawab Rina.
"Oh gitu ya." Hilman tampak mengangguk anggukkan kepalanya pelan.
"Sepertinya semua bahan makanan sudah cukup, sekarang kita ke sana yuk, katanya Bang Hilman mau beli camilan," ajak Rina menujuk tempat makanan ringan berada.
Hilman tampak melihat isi troli yang ada hanya beberapa jenis bahan makanan, dia sedikit mengerinyitkan keningnya, seolah tidak biasa dengan jumlah belanjaan yang terlihat sedikit.
"Kok kamu cuman belanja segini sih? Emang ini cukup untuk kamu makan seminggu ini?" tanya hilman sambil mengikuti langkah Rina yang berjalan lebih dulu.
"Kan aku cuman tinggal sendiri, Bang. Jadi aku rasa segini saja udah cukup," jawab Rina dengan senyum getir di wajahnya.
Entah mengapa mendengar jawaban Rina, Himan ikut merasakan perih di hatinya, mengingat saat ini Rina tengah hamil muda, yang sedang membutuhkan banyak perhatian dari suami dan keluarganya.
Namun, Rina malah ditelantarkan oleh suaminya dan sekarang tinggal sendiri, tanpa ada keluarga yang tau. Rina memutuskan untuk tidak memberitahu keluarganya tentang kondisi rumah tangganya yang kini sangat berantakan.
Hilman bisa tahu semua itu dari Anjas yang mencertakan segalanya tentang Rina padanya. Sejak saat itu penilaiannya pada Rina yang awalnya buruk, menjadi membaik dan malah membuatnya merasa iba dan prihatin dengan keadaan Rina saat ini.
Acara belanja mereka pun berjalan lancar, Hilman membeli sejumlah barang agar alasannya tidak ketahuan. Tadinya Hilman bahkan akan membayar belanjaan Rina yang sebenarnya tidak seberapa. Akan tetapi, wanita itu menolaknya dan lebih memilih menggunakan kartu yang diberkan Anjas.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Ganuwa Gunawan
bang Hilman jagain bini orang bang..kasihan kaga d aku ama laki nya
2023-01-01
1
Rice Btamban
untung Hilman baik sm Rina mau bantu apa2
2022-12-11
2
Hany
bagus, manfaatkan kartu itu Rin,kuras sekalian uangnya,baru kamu tinggalkan anjas
2022-12-08
2