TOPENG PEMANIS WAJAH (PEMBUNUH BAYARAN)

TOPENG PEMANIS WAJAH (PEMBUNUH BAYARAN)

PUTRI ARKADEWI BAGASKARA

...****...

Kisah ini berasal dari seorang tuan Putri yang memiliki banyak rahasia yang sangat dalam. Topeng pemanis wajah yang ia kenakan sangat luar biasa, sehingga tidak ada yang menyadari jika sebenarnya ia adalah seorang pembunuh yang sangat mengerikan. Bagaimana kisah selengkapnya?. Simak dengan baik kisahnya.

Putri Arkadewi telah sampai di istana beberapa hari yang lalu. Namun ia baru bisa bertemu dengan kedua ibundanya, tentunya ia melepaskan rindu yang sangat dalam dari hatinya. Saat itu mereka berada di Kaputren, tempat para istri raja dan anak-anak perempuan raja yang berada di sana.

"Selamat pagi ananda putri." Memeluk anaknya dengan hangat.

"Selamat pagi ibunda Ratu." Putri Arkadewi Bagaskara juga merasakan kerinduan yang sangat dalam pada ibundanya itu. "Aku kembali ibunda." Dalam hatinya sangat merindukan sosok ibundanya. "Aku kembali untuk melakukan semuanya."

"Syukurlah ananda telah kembali." Ratu Kemala Aswari juga sangat senang.

"Ibunda Ratu." Kali ini Putri Arkadewi Bagaskara memeluk Ratu Kemala dengan penuh kasih sayang.

"Ananda telah tumbuh menjadi wanita yang sangat cantik." Ratu Kemala Aswari hampir saja meneteskan air matanya, ia tidak dapat menahan perasaan rindu yang ia rasakan.

"Seperti yang ibunda lihat." Balas Putri Arkadewi Bagaskara dengan senyuman ramah.

Setelah itu ketiganya duduk dengan santainya di gazebo yang lumayan luas.

"Bagaimana keadaan nanda putri sama di sana? Apakah ananda Putri betah berada di sana?." Ratu Kemala Aswari terlihat cemas.

"Ananda baik-baik saja ibunda." Senyum lembut terlihat sangat jelas di wajahnya saat itu. "Ibunda berdua tidak perlu cemas dengan keadaan ananda seperti apa di sana." Putri Arkadewi tersenyum lembut meyakinkan kedua ibundanya itu bahwa ia baik-baik saja.

"Syukurlah kalau begitu nak, ibunda sangat mencemaskan keadaanmu di sana." Ratu Astina Mustika terlihat sangat sedih. "Karena ananda putri memutuskan untuk menjadi seorang pendekar, ibunda sangat cemas jika terjadi sesuatu padamu saat bertarung dengan musuh." Sebagai seorang ibu tentunya ia sangat khawatir tentang keadaan anaknya yang seperti itu.

"Benar yang dikatakan oleh dinda astina, kami di sini sangat mencemaskan keadaanmu, kami khawatir jika kau terluka di sana." Meskipun Ratu Kemala Aswari hanyalah seorang ibu tiri, namun tidak akan mengubah perasaan sayangnya pada putrinya itu.

"Ibunda tidak perlu khawatir, dengan bantuan mereka semua? Ananda bisa melewati semua itu dengan sangat baik." Putri Arkadewi Bagaskara memaklumi bagaimana kecemasan yang dirasakan oleh kedua ibundanya itu, ia menjelaskannya agar kedua ibundanya tidak terlalu cemas. "Banyak hal yang ananda pelajari saat berada di sana." Senyumannya sangat meyakinkan sekali. Seakan-akan ia memang belajar banyak hal dari orang-orang yang bergaul dengannya.

"Baiklah kalau begitu nanda istirahat saja di sini." Ratu Astina Mustika menggenggam tangan anaknya dengan sangat lembut. "Di rumahmu yang sekarang, jangan banyak bergerak dulu, apakah ananda tidak ingin menghabiskan waktu bersama ibunda?." Ratu Astina Mustika hanya ingin bersama anaknya dalam waktu yang sangat lama.

"Baiklah ibunda, ananda akan melaksanakan apapun yang ibunda minta pada ananda." Sebagai anak yang baik tentunya ia menuruti apapun yang dikatakan oleh ibundanya.

"Ananda putri sangat penurut sekali." Ratu Kemala Aswari tertawa kecil melihat sikap baik yang ditunjukkan oleh Putri Arkadewi Bagaskara saat itu. Begitu juga dengan Ratu Astina Mustika sangat senang karena anaknya tidak berubah sama sekali.

Sementara itu di waktu dan tempat yang sama, ada dua orang putri raja lainnya yang saat itu mendengarkan apa yang mereka katakan. Sepertinya kedua Putri Raja itu tidak bisa menerima kehadiran putri bungsu dari Prabu Maharaja Ganendra Bagaskara. Sepertinya keduanya memiliki dendam pribadi yang sangat berbeda pada putri bungsu sang raja.

"Kau dapat melihatnya sendiri, kan rayi? Bagaimana dia mengambil hati ibunda kita?." Putri Kenanga Bagaskara, adalah Putri pertama dari Prabu Maharaja Ganendra Bagaskara. "Dia sangat pintar sekali mengambil hati ibunda, dengan gayanya yang manis seperti itu." Hanya ia saja yang sangat tidak menyukai adiknya itu?. Tidak!. Masih banyak lagi yang tidak menyukai Putri Arkadewi Bagaskara.

"Kita harus mengusirnya kembali dari istana ini yunda, karena dia hanya akan merugikan kita nantinya, jika ia berlama-lama di istana ini." Putri Kenanga Bagaskara juga tidak menyukai adiknya itu. "Aku tidak ingin dia kembali ke istana ini yunda." Dengan perasaan hatinya yang sangat membara itu telah membuat dirinya dipenuhi oleh rasa iri yang sangat tidak wajar pada saudarinya sendiri.

"Kita harus mencari cara agar bisa mengusirnya."

Apakah yang akan mereka lakukan pada saudari mereka?. Simak dengan baik bagaimana kisah itu terjadi nantinya.

...***...

Sementara itu di kediaman Patih Arya Pasopati.

Raden Athaya Pasopati telah mendapatkan kabar tentang kepulangan Putri Arkadewi Bagaskara, dari salah satu anak buahnya yang bekerja aktif di istana kerajaan.

"Hamba membawa kabar yang sangat baik untuk Raden." Ucapnya sambil memberi hormat pada Raden Athaya Pasopati.

"Katakan padaku kabar baik apa yang hendak kau sampaikan padaku?." Tentunya ia sangat penasaran dengan kabar baik yang dibawa oleh anak buahnya itu.

"Gusti Putri arkadewi bagaskara telah kembali ke istana Raden, itulah kabar baik yang hendak hamba sampaikan kepada Raden." Jawabnya.

"Benarkah itu?." Raden Athaya Pasopati sedikit berdebar-debar mendengarkan nama Putri Arkadewi Bagaskara. "Apakah benar?."

"Ketika hamba hendak menemui Raden dewangga bagaskara, hamba bertemu dengan Gusti Putri arkadewi bagaskara pada saat itu." Selanjutnya sambil menjelaskan bagaimana keadaan pada saat itu.

"Jadi Gusti Putri arkadewi bagaskara telah kembali ke istana?." Raden Athaya Pasopati hanya ingin memastikan, apakah benar yang dikatakan oleh anak buahnya itu.

"Tentu saja benar Raden." Tidak mungkin ia berbohong tuannya itu. "Bahkan hamba sempat bertegur sapa dengan Gusti Putri yang baik hati itu Raden." Suatu kebanggaan baginya bisa bertegur sapa dengan tuan putri yang sangat cantik dan juga sangat ramah kepada siapapun juga.

"Baiklah kalau begitu." Raden Athaya Pasopati sangat mempercayai ucapan anak buahnya itu. "Terima kasih kau telah memberikan kabar baik padaku." Raden Athaya Pasopati benar-benar sangat bahagia mendengar kabar kepulangan Putri Arkadewi Bagaskara. Ia sangat antusias sekali mendengar kabar kepulangan sang Putri. Bisa dibilang dari dulu Raden Athaya Pasopati sangat cinta mati pada Putri Arkadewi Bagaskara, meskipun sudah lama tidak bertemu dengan tuan putri yang cantik itu?. Cintanya tidak akan berubah sedikitpun, di hatinya tetap ada tuan putri Arkadewi Bagaskara.

"Kalau begitu hamba izin pamit dulu Raden." Taraka memberi hormat pada Raden Athaya Pasopati. "Hamba ingin mengerjakan tugas yang belum selesai raden." Tidak mungkin ia hanya duduk-duduk saja saat itu tentunya ia akan melanjutkan pekerjaannya.

"Silahkan." Raden Athaya Pasopati mempersilahkan anak buahnya itu untuk meninggalkannya.

"Hamba pamit Raden, sampurasun." Tentunya sebagai anak buah ia menghormati junjungannya sebelum ia pergi dengan mengucapkan kalimat tersebut.

"Rampes." Balas Raden Athaya Pasopati sambil melihat kepergian anak buahnya itu. Namun saat itu senyumannya mengembang di wajahnya, karena ia mendapatkan kabar yang sangat membuatnya bahagia. "Gusti Putri telah kembali." Ada perasaan bahagia yang tidak bisa ia jelaskan dengan kata-kata, tapi hatinya sangat menggambarkan dirinya yang sangat mengagumi sosok Putri Arkadewi Bagaskara.

"Ingin rasanya aku melihatnya sekarang." Raden Athaya berdebar-debar membayangkan bagaimana ketika ia berhadapan dengan Tuan Putri yang sudah lama tidak ia temui pada saat itu. "Tapi aku yakin ia sangat lelah, karena telah melakukan perjalanan yang sangat jauh." Walaupun terlalu cinta pada sang Putri namun ia tetap bisa melihat situasi yang serius dan situasi yang harus ia lakukan.

"Bersabarlah Raden athaya pasopati, masih ada hari esok untuk bertemu dengan Gusti putri arkadewi bagaskara." Dalam hatinya mencoba untuk menekan perasaan rindunya pada Putri Arkadewi. Sepuluh tahun bukanlah waktu yang singkat untuk menjalin sebuah hubungan. "Aku yakin Gusti putri masih ingat denganku, walaupun kami hanya berbalas lewat pesan daun lontar saja selama ini." Dalam hatinya sangat sedih mengingat itu semua.

"Tapi kenapa Gusti putri tidak memberi kabar padaku? Jika memang ingin pulang?. " Dalam hatinya sangat miris mengingat itu semua. "Apakah itu kejutan atau apa?." Dalam hatinya bertanya-tanya karena sangat penasaran tentang alasan tidak dikabari?.

Di dalam hatinya yang paling dalam hanya bisa berharap jika Putri Arkadewi Bagaskara tidak berubah, masih sama seperti yang dulu.

...***...

Ruang pribadi Raja.

Putri Arkadewi Bagaskara menghadap menemui ayahandanya Prabu Maharaja Ganendra Bagaskara. Tentu saja hubungan keduanya terjalin dengan baik sebagai ayah dan anak.

"Hormat ananda untuk ayahanda Prabu."

"Hormat mu ayahanda terima, putriku arkadewi bagaskara."

Terlihat sangat jelas bagaimana kerinduan yang mendalam dirasakan Prabu Maharaja Ganendra Bagaskara pada putri bungsunya.

"Ananda telah kembali ayahanda."

"Sepuluh tahun engkau pergi meninggalkan istana ini, kini engkau kembali sebagai gadis yang sangat cantik." Begitu besar kerinduan yang dirasakan Prabu Maharaja Ganendra Bagaskara pada Putri Arkadewi Bagaskara. "Mendekat lah ke sini putriku."

Putri Arkadewi Bagaskara hanya menurut saja, ia mendekati ayahandanya, dan mendapatkan pelukan hangat dari ayahandanya.

"Maafkan ayahanda karena tidak bisa melihatmu selama ini." Begitu besar rasa bersalah itu. "Ayahanda hanya-."

"Tidak apa-apa ayahanda, ananda tidak keberatan sama sekali." Putri Arkadewi Bagaskara mencoba menekan semua perasaannya. "Ananda tentu saja memahami kondisi ayahanda."

"Syukurlah kalau begitu, ayahanda hanya cemas dengan keselamatan ananda selama berada di sana."

Setelah itu keduanya duduk bersama, berbincang-bincang sebagai ayah dan anak yang sudah bertahun-tahun tidak bertemu.

"Tapi ayahanda mendapat kabar bahwa ananda menjadi seorang pendekar, apakah itu benar?."

"Ananda hanya belajar beberapa ilmu kanuragan saja ayahanda, menjaga diri dari orang-orang jahat."

"Baiklah, putri ayahanda memang terbaik."

Prabu Maharaja Ganendra Bagaskara tersenyum lega mendengarkan ucapan putrinya. Sebagai seorang ayah tentunya sang Prabu hanya menginginkan yang terbaik untuk putrinya. Dan hari itu Prabu Maharaja Ganendra Bagaskara mendengarkan semua cerita tentang putrinya selama berada di Padepokan.

...***...

Di sebuah desa.

Saat itu senopati Gemular Endang sedang bersama beberapa orang prajurit istana dan beberapa orang pendekar sedang meronda menjalankan tugasnya.

"Pastikan hari ini kalian membawa banyak hasil pungutan pajak."

"Baik Gusti."

"Bagus, itu yang aku harapkan dari kalian."

Senopati Gemular Endang bersama bawahannya terlihat sangat gahar ketika meminta pajak pada rakyat, tanpa perasaan mereka akan memukuli siapa saja yang membayar pajak dalam jumlah yang sedikit. Tidak peduli dengan jeritan rakyat yang hidup menderita karena perlakuan mereka.

"Haha! Percuma saja kalian berbohong padaku! Sebaiknya kalian serahkan harta kalian yang tidak seberapa itu."

Tawanya terdengar sangat mengerikan ketika melihat bawahannya menyiksa rakyat.

"Kami telah membayar pajak beberapa hari yang lalu! Tapi kenapa Gusti Senopati masih saja hendak mengambil harta kami?!."

"Kami bukan budak pencari kekayaan kalian!."

"Pergi kalian dari desa kami!."

Rakyat yang tidak berdaya itu mencoba untuk melawan, akan tetapi mereka tetap saja tidak bisa melawannya.

"Kalian semua! Habisi siapa saja yang berani melawan."

Perintah dari senopati Gemular Endang memang sangat kejam, tanpa perasaan mereka menyiksa rakyat, mereka benar-benar menderita hingga banyak jatuh korban dari Penyiksaan itu. Perasaan benci dan dendam tergambar sangat jelas dalam situasi itu.

Deg!.

Perasaan dendam dan benci yang dirasakan oleh rakyat semakin besar, hingga saat itu lahir sosok hitam kegelapan yang sangat mengerikan.

Deg!.

"Apakah kau bisa menangkapnya? Kegelapan, sakit hati, hasrat ingin membunuh yang sangat kuat."

"Ya, aku dapat merasakannya, perasaan kental, hasrat ingin membunuh yang sangat kental sekali."

"Apakah kau ingin membunuh mereka semua?."

"Memangnya apa lagi? Khikhikhi."

"Kalau begitu mari kita telan kegelapan itu, kita lahap mereka semuanya."

"Baiklah, jika memang seperti itu yang kau inginkan."

Senyuman mengerikan memang terlihat di wajah mereka, bahwa mereka telah sepakat akan membalaskan dendam dari jeritan seorang wanita tua ketika menyaksikan salah satu keluarganya tidak sadarkan diri. Apa yang terjadi sebenarnya?. Siapakah mereka?. Simak terus ceritanya. Next halaman.

...***...

Terpopuler

Comments

kavena ayunda

kavena ayunda

masih nyimak

2023-04-28

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!