NovelToon NovelToon

TOPENG PEMANIS WAJAH (PEMBUNUH BAYARAN)

PUTRI ARKADEWI BAGASKARA

...****...

Kisah ini berasal dari seorang tuan Putri yang memiliki banyak rahasia yang sangat dalam. Topeng pemanis wajah yang ia kenakan sangat luar biasa, sehingga tidak ada yang menyadari jika sebenarnya ia adalah seorang pembunuh yang sangat mengerikan. Bagaimana kisah selengkapnya?. Simak dengan baik kisahnya.

Putri Arkadewi telah sampai di istana beberapa hari yang lalu. Namun ia baru bisa bertemu dengan kedua ibundanya, tentunya ia melepaskan rindu yang sangat dalam dari hatinya. Saat itu mereka berada di Kaputren, tempat para istri raja dan anak-anak perempuan raja yang berada di sana.

"Selamat pagi ananda putri." Memeluk anaknya dengan hangat.

"Selamat pagi ibunda Ratu." Putri Arkadewi Bagaskara juga merasakan kerinduan yang sangat dalam pada ibundanya itu. "Aku kembali ibunda." Dalam hatinya sangat merindukan sosok ibundanya. "Aku kembali untuk melakukan semuanya."

"Syukurlah ananda telah kembali." Ratu Kemala Aswari juga sangat senang.

"Ibunda Ratu." Kali ini Putri Arkadewi Bagaskara memeluk Ratu Kemala dengan penuh kasih sayang.

"Ananda telah tumbuh menjadi wanita yang sangat cantik." Ratu Kemala Aswari hampir saja meneteskan air matanya, ia tidak dapat menahan perasaan rindu yang ia rasakan.

"Seperti yang ibunda lihat." Balas Putri Arkadewi Bagaskara dengan senyuman ramah.

Setelah itu ketiganya duduk dengan santainya di gazebo yang lumayan luas.

"Bagaimana keadaan nanda putri sama di sana? Apakah ananda Putri betah berada di sana?." Ratu Kemala Aswari terlihat cemas.

"Ananda baik-baik saja ibunda." Senyum lembut terlihat sangat jelas di wajahnya saat itu. "Ibunda berdua tidak perlu cemas dengan keadaan ananda seperti apa di sana." Putri Arkadewi tersenyum lembut meyakinkan kedua ibundanya itu bahwa ia baik-baik saja.

"Syukurlah kalau begitu nak, ibunda sangat mencemaskan keadaanmu di sana." Ratu Astina Mustika terlihat sangat sedih. "Karena ananda putri memutuskan untuk menjadi seorang pendekar, ibunda sangat cemas jika terjadi sesuatu padamu saat bertarung dengan musuh." Sebagai seorang ibu tentunya ia sangat khawatir tentang keadaan anaknya yang seperti itu.

"Benar yang dikatakan oleh dinda astina, kami di sini sangat mencemaskan keadaanmu, kami khawatir jika kau terluka di sana." Meskipun Ratu Kemala Aswari hanyalah seorang ibu tiri, namun tidak akan mengubah perasaan sayangnya pada putrinya itu.

"Ibunda tidak perlu khawatir, dengan bantuan mereka semua? Ananda bisa melewati semua itu dengan sangat baik." Putri Arkadewi Bagaskara memaklumi bagaimana kecemasan yang dirasakan oleh kedua ibundanya itu, ia menjelaskannya agar kedua ibundanya tidak terlalu cemas. "Banyak hal yang ananda pelajari saat berada di sana." Senyumannya sangat meyakinkan sekali. Seakan-akan ia memang belajar banyak hal dari orang-orang yang bergaul dengannya.

"Baiklah kalau begitu nanda istirahat saja di sini." Ratu Astina Mustika menggenggam tangan anaknya dengan sangat lembut. "Di rumahmu yang sekarang, jangan banyak bergerak dulu, apakah ananda tidak ingin menghabiskan waktu bersama ibunda?." Ratu Astina Mustika hanya ingin bersama anaknya dalam waktu yang sangat lama.

"Baiklah ibunda, ananda akan melaksanakan apapun yang ibunda minta pada ananda." Sebagai anak yang baik tentunya ia menuruti apapun yang dikatakan oleh ibundanya.

"Ananda putri sangat penurut sekali." Ratu Kemala Aswari tertawa kecil melihat sikap baik yang ditunjukkan oleh Putri Arkadewi Bagaskara saat itu. Begitu juga dengan Ratu Astina Mustika sangat senang karena anaknya tidak berubah sama sekali.

Sementara itu di waktu dan tempat yang sama, ada dua orang putri raja lainnya yang saat itu mendengarkan apa yang mereka katakan. Sepertinya kedua Putri Raja itu tidak bisa menerima kehadiran putri bungsu dari Prabu Maharaja Ganendra Bagaskara. Sepertinya keduanya memiliki dendam pribadi yang sangat berbeda pada putri bungsu sang raja.

"Kau dapat melihatnya sendiri, kan rayi? Bagaimana dia mengambil hati ibunda kita?." Putri Kenanga Bagaskara, adalah Putri pertama dari Prabu Maharaja Ganendra Bagaskara. "Dia sangat pintar sekali mengambil hati ibunda, dengan gayanya yang manis seperti itu." Hanya ia saja yang sangat tidak menyukai adiknya itu?. Tidak!. Masih banyak lagi yang tidak menyukai Putri Arkadewi Bagaskara.

"Kita harus mengusirnya kembali dari istana ini yunda, karena dia hanya akan merugikan kita nantinya, jika ia berlama-lama di istana ini." Putri Kenanga Bagaskara juga tidak menyukai adiknya itu. "Aku tidak ingin dia kembali ke istana ini yunda." Dengan perasaan hatinya yang sangat membara itu telah membuat dirinya dipenuhi oleh rasa iri yang sangat tidak wajar pada saudarinya sendiri.

"Kita harus mencari cara agar bisa mengusirnya."

Apakah yang akan mereka lakukan pada saudari mereka?. Simak dengan baik bagaimana kisah itu terjadi nantinya.

...***...

Sementara itu di kediaman Patih Arya Pasopati.

Raden Athaya Pasopati telah mendapatkan kabar tentang kepulangan Putri Arkadewi Bagaskara, dari salah satu anak buahnya yang bekerja aktif di istana kerajaan.

"Hamba membawa kabar yang sangat baik untuk Raden." Ucapnya sambil memberi hormat pada Raden Athaya Pasopati.

"Katakan padaku kabar baik apa yang hendak kau sampaikan padaku?." Tentunya ia sangat penasaran dengan kabar baik yang dibawa oleh anak buahnya itu.

"Gusti Putri arkadewi bagaskara telah kembali ke istana Raden, itulah kabar baik yang hendak hamba sampaikan kepada Raden." Jawabnya.

"Benarkah itu?." Raden Athaya Pasopati sedikit berdebar-debar mendengarkan nama Putri Arkadewi Bagaskara. "Apakah benar?."

"Ketika hamba hendak menemui Raden dewangga bagaskara, hamba bertemu dengan Gusti Putri arkadewi bagaskara pada saat itu." Selanjutnya sambil menjelaskan bagaimana keadaan pada saat itu.

"Jadi Gusti Putri arkadewi bagaskara telah kembali ke istana?." Raden Athaya Pasopati hanya ingin memastikan, apakah benar yang dikatakan oleh anak buahnya itu.

"Tentu saja benar Raden." Tidak mungkin ia berbohong tuannya itu. "Bahkan hamba sempat bertegur sapa dengan Gusti Putri yang baik hati itu Raden." Suatu kebanggaan baginya bisa bertegur sapa dengan tuan putri yang sangat cantik dan juga sangat ramah kepada siapapun juga.

"Baiklah kalau begitu." Raden Athaya Pasopati sangat mempercayai ucapan anak buahnya itu. "Terima kasih kau telah memberikan kabar baik padaku." Raden Athaya Pasopati benar-benar sangat bahagia mendengar kabar kepulangan Putri Arkadewi Bagaskara. Ia sangat antusias sekali mendengar kabar kepulangan sang Putri. Bisa dibilang dari dulu Raden Athaya Pasopati sangat cinta mati pada Putri Arkadewi Bagaskara, meskipun sudah lama tidak bertemu dengan tuan putri yang cantik itu?. Cintanya tidak akan berubah sedikitpun, di hatinya tetap ada tuan putri Arkadewi Bagaskara.

"Kalau begitu hamba izin pamit dulu Raden." Taraka memberi hormat pada Raden Athaya Pasopati. "Hamba ingin mengerjakan tugas yang belum selesai raden." Tidak mungkin ia hanya duduk-duduk saja saat itu tentunya ia akan melanjutkan pekerjaannya.

"Silahkan." Raden Athaya Pasopati mempersilahkan anak buahnya itu untuk meninggalkannya.

"Hamba pamit Raden, sampurasun." Tentunya sebagai anak buah ia menghormati junjungannya sebelum ia pergi dengan mengucapkan kalimat tersebut.

"Rampes." Balas Raden Athaya Pasopati sambil melihat kepergian anak buahnya itu. Namun saat itu senyumannya mengembang di wajahnya, karena ia mendapatkan kabar yang sangat membuatnya bahagia. "Gusti Putri telah kembali." Ada perasaan bahagia yang tidak bisa ia jelaskan dengan kata-kata, tapi hatinya sangat menggambarkan dirinya yang sangat mengagumi sosok Putri Arkadewi Bagaskara.

"Ingin rasanya aku melihatnya sekarang." Raden Athaya berdebar-debar membayangkan bagaimana ketika ia berhadapan dengan Tuan Putri yang sudah lama tidak ia temui pada saat itu. "Tapi aku yakin ia sangat lelah, karena telah melakukan perjalanan yang sangat jauh." Walaupun terlalu cinta pada sang Putri namun ia tetap bisa melihat situasi yang serius dan situasi yang harus ia lakukan.

"Bersabarlah Raden athaya pasopati, masih ada hari esok untuk bertemu dengan Gusti putri arkadewi bagaskara." Dalam hatinya mencoba untuk menekan perasaan rindunya pada Putri Arkadewi. Sepuluh tahun bukanlah waktu yang singkat untuk menjalin sebuah hubungan. "Aku yakin Gusti putri masih ingat denganku, walaupun kami hanya berbalas lewat pesan daun lontar saja selama ini." Dalam hatinya sangat sedih mengingat itu semua.

"Tapi kenapa Gusti putri tidak memberi kabar padaku? Jika memang ingin pulang?. " Dalam hatinya sangat miris mengingat itu semua. "Apakah itu kejutan atau apa?." Dalam hatinya bertanya-tanya karena sangat penasaran tentang alasan tidak dikabari?.

Di dalam hatinya yang paling dalam hanya bisa berharap jika Putri Arkadewi Bagaskara tidak berubah, masih sama seperti yang dulu.

...***...

Ruang pribadi Raja.

Putri Arkadewi Bagaskara menghadap menemui ayahandanya Prabu Maharaja Ganendra Bagaskara. Tentu saja hubungan keduanya terjalin dengan baik sebagai ayah dan anak.

"Hormat ananda untuk ayahanda Prabu."

"Hormat mu ayahanda terima, putriku arkadewi bagaskara."

Terlihat sangat jelas bagaimana kerinduan yang mendalam dirasakan Prabu Maharaja Ganendra Bagaskara pada putri bungsunya.

"Ananda telah kembali ayahanda."

"Sepuluh tahun engkau pergi meninggalkan istana ini, kini engkau kembali sebagai gadis yang sangat cantik." Begitu besar kerinduan yang dirasakan Prabu Maharaja Ganendra Bagaskara pada Putri Arkadewi Bagaskara. "Mendekat lah ke sini putriku."

Putri Arkadewi Bagaskara hanya menurut saja, ia mendekati ayahandanya, dan mendapatkan pelukan hangat dari ayahandanya.

"Maafkan ayahanda karena tidak bisa melihatmu selama ini." Begitu besar rasa bersalah itu. "Ayahanda hanya-."

"Tidak apa-apa ayahanda, ananda tidak keberatan sama sekali." Putri Arkadewi Bagaskara mencoba menekan semua perasaannya. "Ananda tentu saja memahami kondisi ayahanda."

"Syukurlah kalau begitu, ayahanda hanya cemas dengan keselamatan ananda selama berada di sana."

Setelah itu keduanya duduk bersama, berbincang-bincang sebagai ayah dan anak yang sudah bertahun-tahun tidak bertemu.

"Tapi ayahanda mendapat kabar bahwa ananda menjadi seorang pendekar, apakah itu benar?."

"Ananda hanya belajar beberapa ilmu kanuragan saja ayahanda, menjaga diri dari orang-orang jahat."

"Baiklah, putri ayahanda memang terbaik."

Prabu Maharaja Ganendra Bagaskara tersenyum lega mendengarkan ucapan putrinya. Sebagai seorang ayah tentunya sang Prabu hanya menginginkan yang terbaik untuk putrinya. Dan hari itu Prabu Maharaja Ganendra Bagaskara mendengarkan semua cerita tentang putrinya selama berada di Padepokan.

...***...

Di sebuah desa.

Saat itu senopati Gemular Endang sedang bersama beberapa orang prajurit istana dan beberapa orang pendekar sedang meronda menjalankan tugasnya.

"Pastikan hari ini kalian membawa banyak hasil pungutan pajak."

"Baik Gusti."

"Bagus, itu yang aku harapkan dari kalian."

Senopati Gemular Endang bersama bawahannya terlihat sangat gahar ketika meminta pajak pada rakyat, tanpa perasaan mereka akan memukuli siapa saja yang membayar pajak dalam jumlah yang sedikit. Tidak peduli dengan jeritan rakyat yang hidup menderita karena perlakuan mereka.

"Haha! Percuma saja kalian berbohong padaku! Sebaiknya kalian serahkan harta kalian yang tidak seberapa itu."

Tawanya terdengar sangat mengerikan ketika melihat bawahannya menyiksa rakyat.

"Kami telah membayar pajak beberapa hari yang lalu! Tapi kenapa Gusti Senopati masih saja hendak mengambil harta kami?!."

"Kami bukan budak pencari kekayaan kalian!."

"Pergi kalian dari desa kami!."

Rakyat yang tidak berdaya itu mencoba untuk melawan, akan tetapi mereka tetap saja tidak bisa melawannya.

"Kalian semua! Habisi siapa saja yang berani melawan."

Perintah dari senopati Gemular Endang memang sangat kejam, tanpa perasaan mereka menyiksa rakyat, mereka benar-benar menderita hingga banyak jatuh korban dari Penyiksaan itu. Perasaan benci dan dendam tergambar sangat jelas dalam situasi itu.

Deg!.

Perasaan dendam dan benci yang dirasakan oleh rakyat semakin besar, hingga saat itu lahir sosok hitam kegelapan yang sangat mengerikan.

Deg!.

"Apakah kau bisa menangkapnya? Kegelapan, sakit hati, hasrat ingin membunuh yang sangat kuat."

"Ya, aku dapat merasakannya, perasaan kental, hasrat ingin membunuh yang sangat kental sekali."

"Apakah kau ingin membunuh mereka semua?."

"Memangnya apa lagi? Khikhikhi."

"Kalau begitu mari kita telan kegelapan itu, kita lahap mereka semuanya."

"Baiklah, jika memang seperti itu yang kau inginkan."

Senyuman mengerikan memang terlihat di wajah mereka, bahwa mereka telah sepakat akan membalaskan dendam dari jeritan seorang wanita tua ketika menyaksikan salah satu keluarganya tidak sadarkan diri. Apa yang terjadi sebenarnya?. Siapakah mereka?. Simak terus ceritanya. Next halaman.

...***...

MASALAH YANG TERJADI

...***...

Putri Arkadewi Bagaskara tersenyum kecil sambil menatap dirinya di cermin.

"Jadi kau telah menghabisi para kroco itu?."

Saat itu terlihat ada sosok menyeramkan di belakangnya.

"Aku hanya ingin melihat bagaimana reaksi senopati terkutuk itu, ketika melihat anak buahnya tewas dalam keadaan mengenaskan."

"Terserah saja kau mau melakukan apa."

Putri Arkadewi Bagaskara seakan-akan tidak peduli, namun ia sangat puas dengan apa yang dilakukan oleh sosok hitam.

"Kita telah melakukan ini dalam waktu yang cukup lama, kau dan aku telah melakukannya karena menangkap semua kegelapan yang ada di dalam hati mereka, apakah kau tidak lelah melakukannya?."

"Bagiku itu bukanlah sebuah beban yang membuat aku merasa lelah, namun itu adalah sebuah keharusan yang tidak bisa aku abaikan begitu saja."

"Ya, kau benar, kita tidak boleh merasa lelah, itu adalah tugas yang sangat penting bagi kita, itulah alasan kenapa kita terlahir ke dunia ini."

"Kau benar, sangat benar."

Putri Arkadewi Bagaskara berjalan menuju tempat tidur untuk mengistirahatkan tubuhnya dengan benar setelah melakukan yang mengerikan.

"Apakah kau masih bisa tidur nyenyak setelah apa yang kau lakukan malam ini?." Sosok hitam itu masuk ke dalam tubuh Putri Arkadewi Bagaskara yang telah membaringkan tubuhnya di tempat tidur.

"Jika mereka yang menyiksa orang lain tanpa perasaan masih bisa tertidur pulas? Kenapa aku tidak?."

"Haha! Kau ini memang sangat menyeramkan sekali, aku sangat suka dengan gayamu itu, haha!."

"Sudahlah, kau ini berisik sekali, aku hanya ingin tidur saja malam ini."

"Kalau begitu selamat malam Gusti Putri, semoga mimpi indah."

Perlahan-lahan Putri Arkadewi Bagaskara menutup matanya karena merasa kantuk yang tidak bisa ia tahan lagi. Tapi apa yang telah dilakukan Putri Arkadewi Bagaskara sebenarnya?. Simak dengan baik kisahnya.

...***...

Keesokan harinya.

Ada seorang pemuda yang sedang berlari kencang menuju kediaman Senopati Gemular Endang.

BRAKH!.

Begitu kuat bantingan pintu sehingga membuat Senopati Gemular Endang terkejut.

"Surno! Kau rupanya?! Kurang ajar sekali kau ini!." Bentuknya dengan suara yang sangat keras.

"Ampuni hamba Gusti, maaf jika hamba tidak sopan." Surno, pemuda itu terlihat sangat ketakutan. "Ada hal penting yang harus hamba sampaikan pada Gusti."

"Katakan! Katakan padaku hal penting apa itu?!."

"Se-se-."

"Surno!."

"Semua prajurit dan pendekar yang ikut memungut pajak kemarin tewas dengan keadaan mengenaskan Gusti."

Deg!.

Entah kenapa detak jantungnya tidak stabil ketika mendengarkan ucapan Surno, salah satu anak buah yang sangat ia percayai.

"Surno?! Kau jangan memberikan laporan aneh padaku, dan ini masih pagi bagiku untuk mencabut keris!."

"Mohon ampun Gusti Senopati, jika Gusti tidak percaya? Maka pagi ini juga kita segera ke lokasi barak untuk melihat keadaan mereka semua."

Senopati Gemular Endang terlihat sedang memikirkan apa yang akan ia lakukan.

"Baik, aku akan ikut, tapi ingat?! Jika kau berani menipu aku? Maka aku tidak akan segan-segan membunuhmu!."

"Baik Gusti."

Senopati Gemular Endang segera mengikuti Kusno, ia hanya ingin memastikan apakah benar yang dikatakan oleh Surno atau tidak.

...***...

Di istana kerajaan Mahamega Suci.

Saat Putri Arkadewi Bagaskara dan Raden Dewangga Bagaskara sedang berbincang-bincang. Sebagai saudara yang sudah lama tidak bertemu tentunya ia sangat merindukan adiknya itu. Sebagai kakak yang sangat perhatian pada adiknya tentunya ia sangat menyayangi adiknya itu.

"Sepuluh tahun rayi dewi, kenapa kau pulang begitu lama ke istana ini?." Raden Dewangga Bagaskara benar-benar telah mengeluarkan semua perasaan sesaknya. "Apa yang membuatmu betah berada di sana? Sehingga kau tidak memiliki keinginan untuk pulang ke istana ini? Katakan pada rakamu ini rayi dewi?." Raden Dewangga Bagaskara sangat heran dengan pemikiran adiknya yang sama sekali tidak bisa ia tebak. Ia hampir saja menangis mengingat berapa lama adiknya tidak berada di istana Kerajaan Mahamega Suci.

"Aku hanya melakukan hal yang pantas saja di sana raka." Jawabnya dengan senyuman yang ramah. "Banyak hal yang harus aku kerjakan di sana, mungkin jika aku ceritakan? Maka raka tidak akan percaya dengan apa yang telah aku katakan ini." Dengan agak ragu ia menjawab pertanyaan kakaknya itu.

"Memangnya apa yang kau lakukan di sana rayi dewi?." Raden Dewangga Bagaskara sangat heran mendengarkan apa yang dikatakan oleh adiknya itu. "Hal penting apa yang membuatmu sepuluh tahun berada di sana?." Ia sangat tidak mengerti dengan jalan pikiran adiknya itu. "Kenapa kau tidak mengatakan satupun masalahmu di sana padaku rayi dewi?." Raden Dewangga Bagaskara menjadi lebih cerewet dari yang sebelumnya.

"Suatu saat nanti aku akan mengatakan pada raka." Putri Arkadewi Bagaskara hanya tersenyum kecil pada saat itu. "Namun aku harap ketika raka mengetahui semuanya, raka tidak akan membenciku atau memusuhiku pada saat itu." Putri Arkadewi Bagaskara merasa keberatan untuk mengatakannya. "Untuk saat ini aku tidak bisa mengatakan pada raka, apa yang telah aku lakukan sepuluh tahun ini." Hanya itu saja yang bisa dikatakan oleh Putri Arkadewi Bagaskara.

"Kau ini sangat aneh sekali rayi dewi." Raden Dewangga Bagaskara mengernyitkan keningnya. "Dari ucapanmu itu seakan-akan kau sedang menanggung beban yang sangat berat sekali rayi dewi."

"Lalu bagaimana dengan raka sendiri?." Kali ini gantian Putri Arkadewi Bagaskara yang bertanya pada Raden Dewangga Bagaskara. "Sepuluh tahun ini, apa yang telah raka lakukan?." Putri Arkadewi Bagaskara sepertinya mengalihkan topik pembicaraan. "Apakah raka telah berhasil menaklukkan hati tuan putri itu?."

Sebelum pergi meninggalkan istana, tentunya ia mengetahui apa saja yang telah dilakukan oleh kakaknya itu. Termasuk ketika kakaknya itu jatuh cinta pada seorang putri raja dari negeri lain, mungkin karena terpisah oleh jarak dan waktu tentunya mereka jarang bertemu sehingga cinta mereka tidak tahu akan ke arah mana.

"Jika masalah itu yang kau tanyakan-." Entah kenapa pada saat itu suasana hatinya sedang tidak baik ketika adiknya bertanya mengenai masalah itu. "Aku dengar dia telah dilamar oleh pangeran lain dari negeri lain, sepertinya aku tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkannya." Raden Dewangga Bagaskara terlihat sangat sedih. "Cintaku hanya sekedar batas kekaguman dan harapan saja, sehingga aku tidak mendapatkan wanita yang sangat aku cintai."

"Sangat disayangkan sekali raka, padahal aku sangat berharap dia akan menjadi kakak yang baik untukku nantinya." Putri Arkadewi Bagaskara sangat bersimpati pada nasib kakaknya yang sangat malang dalam masalah percintaan.

"Itulah nasib seseorang yang rayi dewi." Raden Dewangga Bagaskara menyentil pelan kening adiknya itu. "Tidak ada yang bisa menebak ia akan seperti apa."

"Ekgh." Putri Arkadewi Bagaskara sedikit meringis. "Um." Putri Arkadewi Bagaskara mengusap keningnya dan ia terlihat sedikit manyun.

"Kita tidak mengetahui dengan siapa kita akan bersama nantinya, kita tidak boleh bersedih, ataupun putus asa, hanya karena kita tidak mengetahui itu." Raden Dewangga Bagaskara telah menguatkan hatinya untuk tidak bersedih karena seorang wanita yang telah meninggalkan dirinya.

"Raka sangat luar biasa sekali, raka mampu menguatkan hati dan pikiran raka, untuk tidak melakukan hal-hal yang aneh, hanya karena ditinggalkan oleh seorang wanita." Putri Arkadewi Bagaskara tertawa kecil mendengarkan apa yang telah dikatakan oleh kakaknya itu.

"Kau ini ada-ada saja rayi dewi." Raden Dewangga Bagaskara hanya menghela nafasnya dengan pelan mendengarkan ucapan adiknya. "Bukan hanya ayahanda atau ibunda kita yang malu, tapi aku sendiri yang malu, jika aku melakukan hal-hal yang bodoh, hanya karena ditinggalkan seorang wanita."

"Kau sangat hebat sekali raka, aku sangat bangga memiliki seorang raka hebat sepertimu."

"Kau ini memujiku atau mengejek aku rayi?."

"Haha! Tentu saja aku memujimu raka, mana mungkin aku mengejekmu."

"Hufh! Baiklah, aku anggap itu benar. "

Hari itu kedua saudara itu berbincang banyak hal setelah sepuluh tahun tidak bertemu. Namun terselip perasaan penasaran di hati Raden Dewangga Bagaskara atas apa yang telah dikatakan oleh adiknya. Ingin rasanya ia bertanya mengenai masalah itu pada adiknya, akan tetapi adiknya belum siap untuk menjawabnya?. Masalah apakah yang terjadi pada saat itu?. Simak dengan baik bagaimana kisah itu terjadi.

...***...

Di dalam istana kerajaan Mahamega Suci.

Prabu Maharaja Ganendra Bagaskara bersama petinggi istana sedang melakukan pertemuan untuk membahas masalah yang sangat penting.

"Bukan hanya di istana kerajaan ini saja yang mengalami masalah seperti itu gusti Prabu." Patih Arya Pasopati membicarakan masalah itu dengan sang raja. "Begitu banyak masalah yang serupa di wilayah lainnya." Lanjutnya. "Bahkan lima tahun terakhir ini, ada beberapa kasus pembunuhan di kerajaan dengan sangat kejam dan mengerikan." Patih Arya Pasopati memberikan laporan yang sangat lengkap pada Prabu Maharaja Ganendra Bagaskara. "Akan tetapi di wilayah-wilayah kecil kerajaan, juga mengalami hal yang serupa, banyak sekali laporan yang sangat meresahkan masuk begitu saja ke istana ini Gusti Prabu." Lanjutnya lagi dengan nada yang sangat sedih, karena ia tidak bisa mengatasi masalah itu dengan baik.

"Kita harus segera menghentikan pembunuhan itu, kita harus mengetahui siapa yang telah melakukan pembunuhan kejam itu." Sebagai seorang raja yang harus bertanggung jawab dengan keselamatan rakyatnya. "Tapi aku sangat penasaran sekali, siapa pendekar pembunuh bayaran itu? Kekuatan kegelapan seperti apa yang dia miliki? Sehingga tidak ada yang bisa menyadarinya?." Prabu Maharaja Ganendra Bagaskara sangat penasaran dengan kekuatan yang dimiliki oleh pembunuh bayaran yang sangat hebat dalam membunuh.

"Mohon ampun Gusti Prabu." Dharmapati Asahan Taring memberi hormat. "Informasi yang hamba dapatkan dari sahabat hamba yang berada di wilayah lain, ia mengatakan pembunuh bayaran itu memiliki julukan yang bernama pendekar belati hitam kegelapan."

"Pendekar belati hitam kegelapan?."

Seketika ruangan pertemuan itu gaduh karena mendengar nama itu. Bagi mereka semua itu nama yang cukup mengerikan.

"Jadi dia adalah seorang pendekar pembunuh bayaran?."

"Benar Gusti Prabu, begitulah informasi yang hamba dapatkan."

"Tapi apa alasan ia melakukan pembunuhan di wilayah ku? Apakah wilayah kerajaan mahamega suci telah diisi oleh kejahatan? Sehingga ia masuk ke wilayah ini untuk melakukan pembunuhan?."

Mereka semua hanya terdiam ketika mendengarkan Prabu Maharaja Ganendra Bagaskara yang terlihat marah. Mereka bahkan tidak tau akan merespon apa?.

"Mohon ampun gusti, hamba akan memeriksanya."

"Baiklah dinda Patih, aku serahkan masalah itu padamu, aku harap wilayah tercinta kita ini bebas dari masalah buruk seperti itu."

"Sandika Gusti Prabu."

"Untuk kalian semua, aku hanya berharap jika kalian juga waspada, jangan sampai lengah, kita semua harus mewaspadai pendekar belati hitam kegelapan itu."

"Sandika Gusti Prabu."

Sebagai seorang Raja, Prabu Maharaja Ganendra Bagaskara hanya tidak ingin rakyatnya mengalami kesulitan karena adanya pendekar belati hitam kegelapan.

...***...

Sementara itu di sebuah tempat tersembunyi.

Deg!.

Senopati Gemular Endang sangat terkejut ketika melihat tempat persembunyian miliknya. Lautan darah telah menggenangi tempat itu, sehingga darahnya mendidih karena tidak tahan dengan pemandangan itu.

"Katakan padaku apa yang terjadi sebenarnya terjadi di sini?! Dan bagaimana mungkin mereka semua terbunuh dalam keadaan mengenaskan seperti ini!."

"Mohon maaf Gusti, hamba juga tidak mengerti dengan apa yang terjadi, namun ketika hamba hendak masuk ke dalam ruangan ini untuk memberi tahu kepada mereka tentang tugas? Hamba malah menemukan mereka dalam keadaan seperti ini."

"Kurang ajar! Dedemit mana yang telah berani melakukan ini? Bukankah mereka ini adalah prajurit pilihan, dan juga pendekar golongan hitam?! Tapi kenapa malah mati mengenaskan seperti ini?!."

Hatinya semakin panas karena ia tidak mengetahui sama sekali apa yang telah terjadi pada anak buahnya.

...****...

Istana Kerajaan Mahamega Suci.

Putri Arkadewi Bagaskara baru saja hendak masuk ke halaman istana, namun saat itu ia tidak sengaja berpas-pasan dengan salah satu petinggi istana.

"Hormat hamba Gusti Putri."

"Paman dharmapati Asahan Taring."

"Syukurlah jika memang Gusti Putri telah kembali ke istana ini."

"Cukup lama juga rasanya tidak melihat paman, sepertinya paman mengurus wilayah perbatasan dengan baik."

Deg!.

Dharmapati Asahan Taring terlihat terkejut mendengarkan ucapan itu.

"Bagaimana mungkin Gusti Putri arkadewi bagaskara mengetahui apa yang menjadi tugasku?." setidaknya itulah yang ada di dalam pikirannya ketika mendengarkan ucapan itu.

"Tapi paman dharmapati harus berhati-hati pada orang-orang yang menggunakan topeng pemanis wajah."

"Orang-orang yang menggunakan topeng pemanis wajah? Apa maksudnya itu Gusti Putri?."

"Di antara mereka, ada yang berpura-pura baik di hadapan paman dharmapati, namun sebenarnya mereka hanyalah orang-orang yang iri hati pada paman, sehingga mereka ingin mencari celah untuk menjatuhkan paman ketika paman benar-benar telah mencapai puncak kesuksesan atas tugas yang paman kerjakan sekarang."

Deg!.

Dharmapati Asahan taring kembali terkejut mendengarnya, hingga kali ini ia tidak bisa mengeluarkan kata-kata saking tidak percaya atas ucapan Putri Arkadewi Bagaskara padanya.

"Saran dariku, paman harus selalu berhati-hati, karena orang-orang seperti itu adalah musuh dalam selimut, orang-orang yang kita sebut sebagai sahabat, tapi malah menerkam kita dari arah belakang."

"Apakah, menurut Gusti Putri? Hamba akan mengalami hal seperti itu?."

"Paman dharmapati adalah orang yang sangat baik, tapi sangat disayangkan sekali, ada beberapa orang yang tidak menyukai kebaikan yang paman lakukan."

"Ti-tidak menyukai kebaikan yang hamba lakukan?."

Putri Arkadewi Bagaskara tersenyum kecil melihat raut wajah sedih Dharmapati Asahan Taring, entah kenapa ia merasa bersimpati.

"Tidak semua orang suka dengan kebaikan yang kita lakukan paman, tapi paman adalah orang yang hebat." Putri Arkadewi Bagaskara mengacungkan kedua jempolnya. "Paman sama sekali tidak berubah, paman terus melakukan kebaikan demi menjaga kedamaian kerajaan ini, bahkan paman melindungi anak-anak yatim dengan baik."

Deg!.

Entah berapa kali Dharmapati Asahan Taring terkejut setiap mendengarkan ucapan yang dikeluarkan Putri Arkadewi Bagaskara.

"Aku sangat yakin, dewata agung akan melindungi paman, sehingga paman selamat dari orang-orang yang menggunakan topeng pemanis wajah buruk rupa itu."

"Hamba tidak mengerti dengan apa yang Gusti Putri lakukan, tapi hamba hanya melakukan hal yang sewajarnya saja." Ada perasaan gugup saat itu ia rasakan.

"Kalau begitu teruslah paman melakukan kebaikan, dewata agung akan selalu melindungi paman."

"Sandika Gusti Putri."

"Kalau begitu aku masuk dulu paman, sampurasun."

"Rampes."

Setelah itu Putri Arkadewi Bagaskara masuk ke dalam istana, sedangkan Dharmapati Asahan Taring masih mencerna ucapan tadi.

"Gusti Putri arkadewi bagaskara seperti dapat melihat sesuatu yang tidak aku mengerti sama sekali." Rasanya ia penasaran. "Bagaimana mungkin ia mengetahui jika ada orang-orang di sekitar tidak menyukaiku?."

Begitu besar rasa penasaran itu di dalam hati dan pikirannya, tidak menduga akan mendapatkan nasihat yang sangat luar biasa dari seorang putri Raja. Bagaimana kelanjutannya?. Temukan jawabannya.

...***...

MULAI BERGERAK

...***...

Putri Arkadewi Bagaskara sedang duduk di taman istana.

"Senyuman mu terlihat sangat puas sekali, apakah kau telah melihat reaksinya seperti apa?." Sosok hitam yang duduk di samping Putri Arkadewi Bagaskara.

"Bukankah kau juga bisa melihatnya?."

"Ya, tentu saja aku melihatnya, dia sangat kebingungan karena tidak mengetahui siapa yang telah membunuh anak buahnya."

"Lantas apa yang akan kau lakukan padanya?."

"Malam ini kita akan membunuhnya."

"Apakah kau yakin jika akan membunuhnya malam ini?."

"Apakah kau ragu?."

"Heh! Mana mungkin aku ragu, kalau bisa aku ingin membunuhnya sekarang juga, hanya saja saat ini kita jangan gegabah."

"Baiklah, kalau begitu kita lakukan persiapan."

"Kau benar."

Setelah itu mereka pergi meninggalkan taman Istana untuk melakukan persiapan. Apakah benar Putri Arkadewi Bagaskara akan melakukan pembunuhan?. Tapi pada siapa?. Simak terus ceritanya.

...***...

Di kediaman Senopati Gemular Endang.

BRAKH!.

Terdengar suara gerakan bantingan pintu yang sangat keras dari dalam rumahnya.

"Kurang ajar! Tidak ada satupun dari mereka yang selamat atas pembantaian itu!." Hatinya sangat panas setelah mengetahui fakta bahwa anak buahnya terbunuh dalam keadaan mengenaskan. "Siapa yang telah membunuh mereka? Pendekar mana yang telah berani-."

Deg!.

Namun tiba-tiba ia terkejut akan sesuatu yang menurutnya mengarah padanya.

"Mereka yang mati itu semua adalah anak buahku, jika mereka yang diincar dan dibunuh? Maka aku juga akan dibunuh?." Perasaan cemas keluar begitu saja. "Apakah ada seseorang yang telah mengetahui apa yang telah aku lakukan? Tapi rasanya tidak mungkin, karena aku telah melakukan ini bertahun-tahun, bahkan Gusti Prabu ganendra bagaskara sama sekali tidak mengetahuinya." Ya, itulah yang ia rasakan. "Siapa yang telah berani bermain-main padaku?." Dalam hatinya bertanya-tanya.

"Kanda Senopati?." Nyai Estiana Diatmika melihat suaminya sedang kusut sedang memikirkan sesuatu.

"Oh? Nyai?."

"Ada apa kanda? Sepertinya kanda terlihat sangat kusut sekali." Nyai Estiana Diatmika mendekati suaminya.

"Tidak apa-apa nyai, aku hanya sedang lelah saja."

"Memangnya kanda Senopati habis melakukan apa? Sehingga kanda merasa lelah? Coba ceritakan pada saya?."

"Tidak apa-apa nyi, hanya masalah biasa."

"Baiklah, jika memang seperti itu." Nyai Estiana Diatmika tidak memaksa suaminya untuk bercerita. "Jika kanda merasa berat mengatakannya, kanda bisa mengatakannya kapan saja pada saya."

"Ya." Hanya itu saja balasannya. "Maafkan aku nyi, aku tidak bisa mengatakannya padamu, karena ini semua menyangkut masa depanku." Dalam hatinya. "Tapi aku harus waspada terhadap seseorang yang mungkin saja akan datang membunuh ku karena suatu alasan." Kepalanya terasa semakin sakit ketika memikirkan alasan kenapa ia diincar oleh seseorang.

...***...

Wisma Kesatria.

Patih Arya Pasopati dan Raden Dewangga Bagaskara saat itu sedang melatih prajurit dalam ilmu kanuragan.

"Paman Patih, apakah benar informasi yang saya dengar? Bahwa pendekar belati hitam kegelapan telah memasuki wilayah kita ini?."

"Benar Raden, memang seperti itulah kabar yang telah beredar."

"Bukankah katanya dia adalah pendekar pembunuh bayaran? Memangnya apa yang terjadi di negeri kita ini? Sehingga dimasuki oleh pendekar pembunuh bayaran?."

Raden Dewangga Bagaskara terlihat bingung dengan informasi yang ia dapatkan beberapa hari yang lalu.

"Rasanya sangat mustahil, bila negeri kita yang damai ini dimasuki oleh pendekar pembunuh bayaran."

"Diburu itu tidak perlu menunggu jadi orang jahat Raden." Patih Arya Pasopati menjelaskan. "Kadang orang baik pun akan menjadi incaran jika ada orang lain tidak suka."

"Jadi kita harus bagaimana paman? Jadi orang baik? Atau jadi orang kurang baik?."

"Setiap orang memiliki garis takdir masing-masing Raden, namun tetaplah menjadi orang baik, walaupun menjadi orang baik pun akan disakiti oleh penjahat."

"Hm, mungkin paman benar."

"Lantas? Bagaimana pandangan Raden sendiri? Apakah Raden akan mengatasi masalah itu jika memang terjadi di negeri kita yang damai ini?."

"Saya akan menangkapnya paman, saya ingin mengetahuinya secara langsung alasan kenapa ia mau saja dibayar untuk membunuh." Kening Raden Dewangga Bagaskara terlihat mengkerut membayangkan itu terjadi. "Apakah ia tidak memiliki tujuan hidup lain? Sehingga ia berani menerima permintaan seseorang untuk melakukan pembunuhan? Apakah ia tidak takut jika suatu hari nanti ia akan mendapatkan karma atas tindakannya itu?."

"Pikiran Raden masih polos ternyata." Dalam hati Patih Arya Pasopati tidak akan menduga mendengarkan ucapan seperti itu dari seorang putra mahkota.

...****...

Malam telah menyapa kerajaan Mahamega Suci, malam yang sangat tenang karena penghuninya telah terlelap dalam kehidupan alam lain alam tidur mereka masing-masing. Namun dalam keheningan itu ada satu sosok yang sedang berjalan dengan sangat ringannya masuk ke dalam sebuah rumah yang cukup mewah. Rumah dari salah satu Senopati yang terpandang di kerajaan itu. Tapi apa yang telah membuat orang asing itu masuk dengan mudahnya?. Bahkan saking ringannya dan tidak terlihat siapa yang memasuki rumah itu?. Penjaga di gerbang halaman rumah Senopati tersebut tidak dapat dilihat oleh para prajurit tersebut.

"Tingkat kewaspadaan kalian memang sangat lemah." Dalam hatinya berkata seperti itu. Karena ia telah melewati mereka dengan sangat mudahnya tanpa ada halangan ataupun yang melihat kedatangannya. "Rumah seorang senopati malah dijaga oleh prajurit bodoh seperti mereka?." Sosok misterius dengan penutup wajah itu terlihat sangat meremehkan para prajurit yang tidak menyadari jika ia telah masuk, dan membuka pintu itu dengan sangat santainya.

"Tapi aku yakin senopatinya jauh lebih bodoh dari prajuritnya ini, karena mempercayai nyawanya pada mereka yang tidak berguna ini." Dalam hatinya malah mengomel sendiri tidak jelas, dan hampir saja ia tertawa sendiri ketika ia berkata seperti itu. Namun kakinya tetap melangkah masuk ke dalam rumah itu tanpa adanya halangan yang berarti. Dengan santainya ia berjalan masuk, seakan-akan tidak ada yang mengetahui ia masuk ke dalam rumah seorang Senopati yang terhormat.

Bahkan pendekar bertopeng hitam itu memasuki ruangan yang menjadi tempat tidur oleh Senopati tersebut bersama istrinya. Matanya menangkap sosok dua orang yang sedang tertidur dengan sangat lelapnya.

"Tidur yang sangat nyenyak untuk ukuran seorang Senopati, yang tidak mengetahui apa-apa tentang keselamatan dirinya." Ia perhatikan wajah laki-laki itu dengan sangat tajam. "Sayang sekali aku harus mengakhiri hidupmu malam ini, karena kau telah melakukan hal yang sangat keji." Entah kenapa pada saat itu hatinya sangat membara luar biasa, ketika menyadari memang wajah itulah yang telah melakukan hal yang sangat kejam di masa lalu.

"Aku hanyalah sebuah alat untuk menghukum dirimu, karena raja tidak bisa menghukum dirimu." Ada perasaan kecewa yang ada di dalam hatinya saat itu. "Mereka yang menangis karena dirimu, yang tidak bisa membuktikan kejahatan yang telah kau lakukan pada mereka." Ia sangat ingat dengan apa yang telah ia lihat dari mereka yang memiliki kegelapan yang sangat luar biasa.

"Sehingga mereka datang padaku, untuk meminta bantuan padaku untuk menghabisi nyawamu yang tidak berguna." Sambil berkata seperti itu ia mengeluarkan sebuah benda pusaka yang sangat sakti. Senjata yang lahir dari kebencian dan kegelapan yang dirasakan oleh orang-orang yang memiliki dendam yang sangat luar biasa pada seseorang.

Dengan bantuan tenaga dalamnya ia mempersiapkan senjata itu sebagai alat untuk membunuh Senopati terhormat itu. "Katakan selamat tinggal untuk dunia yang kau cintai ini." Ia arahkan belati hitam kegelapan itu pada tubuh targetnya.

"Kau harus segera pergi malam ini, karena aku juga sangat membenci dirimu yang sangat kejam itu." Ujung belati kegelapan itu telah ia siapkan ke leher Senopati terhormat itu. "Kau yang telah berbuat salah, aku tidak salah! Aku hanya menyampaikan perasaan benci dan dendam yang mereka rasakan padamu selama ini." Hatinya ikut membenci, merasakan bagaimana kegelapan yang mengalir pada belati tajam itu.

Seakan-akan memperlihatkan apa saja yang telah dilakukan oleh Senopati terhormat itu pada orang-orang tertentu. Sehingga mereka menaruh dendam yang sangat luar biasa pada Senopati terhormat itu.

Cekh!.

"Ohokh!."

Dalam satu tusukan yang sangat kuat tepat di lehernya. Senopati itu merasakan kesakitan pada tenggorokannya yang telah ditusuk dengan menggunakan belati yang sangat tajam. Senopati terhormat itu sangat terkejut dengan apa yang ia alami. Ketika matanya terbuka untuk melihat siapa yang telah melakukan itu, namun pandangannya sangat gelap.

"Pergilah kau ke neraka!." Bisik suara itu dengan nada yang sangat menyeramkan.

"A-apa yang terjadi padaku?." Dalam hati Senopati terhormat itu tidak mengerti dengan apa yang ia alami. Pandangannya semakin menghitam, sehingga ia tidak bisa melihat siapa yang telah melakukan itu?. "Kenapa rasanya sangat sakit sekali." Apakah pada saat itu ia sedang bermimpi?.

Jika ia sedang bermimpi tapi kenapa ia merasakan sakit yang sangat tidak wajar pada tubuhnya?. Namun bukan itu saja yang membuat ia kesakitan, dari tusukan belati itu tenaga dalamnya seakan-akan disedot sampai habis sehingga ia tidak bisa melawan sama sekali. Sungguh tingkat pembunuhan yang sangat tidak biasa, di mana korbannya tidak bisa melawan sama sekali.

Apakah yang akan terjadi pada Senopati terhormat itu?. Apakah yang ia alami itu sangat nyata atau hanyalah mimpi semata?. Simak dengan baik bagaimana kisah itu terjadi. Namun pada malam yang sangat sunyi itu tanpa disadari ada bentuk kejahatan yang tidak bisa dideteksi oleh siapapun juga.

...***...

Di ruangan pribadi Raja.

Saat itu Prabu Maharaja Ganendra Bagaskara dapat merasakan adanya kegelapan yang tidak biasa sedang berkumpul di atas langit malam. Suasana hati sang Prabu tidak nyaman sama sekali.

"Apa yang akan terjadi di negeri ini? Apakah benar negeri ini akan dibanjiri oleh darah?." Dalam hati Prabu Maharaja Ganendra Bagaskara mencemaskan informasi mengenai pendekar belati hitam kegelapan. "Aku tidak akan membiarkan siapa pun juga melakukan pembunuhan di kerajaan ini." Dalam hati Prabu Maharaja Ganendra Bagaskara hanya bisa mencoba melakukan tugas sebagai Raja yang akan melindungi rakyatnya dari ancaman bahaya.

...***...

Di Kediaman Patih Arya Pasopati.

Raden Athaya Pasopati belum juga memejamkan matanya, karena saat itu pikirannya masih tertuju pada Putri Arkadewi Bagaskara.

"Aku sangat ingin bertemu dengan Gusti Putri, hanya saja aku tidak tahu harus memulai pembicaraan seperti apa dengannya." Dalam hatinya masih merasakan kecemasan yang sangat luar biasa. "Sepuluh tahun, itu bukanlah waktu yang singkat." Raden Athaya Pasopati menghela nafasnya. "Apakah ada sesuatu yang menarik di sana? Sehingga Gusti Putri tidak kembali? Apakah Gusti Putri memiliki seseorang di sana? Sehingga ia tidak kembali dalam waktu yang sangat lama?." Perasaan cemas itu menyelimuti hatinya.

"Nanda tenang saja, Gusti Putri tidak mungkin memiliki lelaki lain di luar sana."

Deg!.

"Ayahanda Patih?."

Raden Athaya Pasopati sangat terkejut ketika mendengarkan suara ayahandanya yang berkata seperti itu.

"Jika nanda merasa cemas? Kenapa nanda tidak datang menemui Gusti Putri untuk memastikannya?."

"Ja-jangan berkata seperti itu ayahanda, nanda jadi malu."

"Hahaha! Kenapa nanda malah malu? Bukankah nanda sangat ingin bertemu dengan Gusti Putri?."

"Tentu saja ayahanda."

"Kalau begitu istirahatlah, ayahanda sangat yakin jika Gusti Putri juga sangat ingin bertemu dengan nanda."

Patih Arya pasopati Lelah mengetahui jika anak semata wayangnya sangat mencintai Putri Arkadewi Bagaskara. Namun ucapannya saat itu membuat wajah anaknya memerah sempurna.

...***...

Di istana.

Di bilik Putri Arkadewi Bagaskara.

Ia baru saja menggantikan pakaiannya dengan pakaian baru.

"Dari raut wajahmu terlihat sangat puas sekali, apakah kau menikmatinya?."

"Aku sangat menikmatinya, dia terlihat sangat kebingungan ketika lehernya ditancap belati dengan mendadak seperti itu."

"Sssh! Sepertinya ada yang hendak mendekat ke bilik ini."

"Aku rasa memang seperti itu."

Putri Arkadewi Bagaskara terlihat sangat waspada ketika merasakan kehadiran dua sosok yang sangat ia kenali. Apa lagi ketika hawa keberadaan itu semakin mendekatinya.

"Apa yang ingin yunda berdua inginkan padaku? Sehingga berani malam-malam datang ke bilik ku?." Meskipun ia tidak melihat namun ia dapat menyadari siapa yang telah mendekati miliknya. "Apakah yunda berdua memiliki masalah denganku?." Lanjutnya. "Atau ada urusan penting yang belum selesai?."

Deg!.

Putri Kasih Bagaskara dan Putri Kenanga Bagaskara sangat terkejut dengan apa yang ia dengar dari bilik adiknya itu. Mereka tidak menduga jika Putri Arkadewi menyadari kehadiran mereka.

"Jika ingin membicarakan sesuatu denganku? Maka tunggulah sampai besok pagi."

Namun tidak ada jawaban dari keduanya, hanya bisa diam karena takut ketahuan.

"Sial! Kita ketahuan yunda." Bisik Putri Kasih Bagaskara dengan sangat panik. "Apa yang akan kita lakukan yunda?." la terlihat panik.

"Kita harus segera meninggalkan tempat ini, jangan sampai dia melihat kita di sini."

Tentunya Putri Kenanga Bagaskara sangat takut, sehingga ia menyarankan adiknya itu untuk segera pergi dari sana.

"Mereka telah pergi." Putri Arkadewi tidak merasakan kehadiran kakaknya lagi, sehingga ia kembali fokus dengan apa yang telah ia kerjakan pada saat itu. "Sepertinya mereka sedang merencanakan sesuatu untukku."

"Mereka hanya mengganggu saja, apakah mereka tidak memiliki pekerjaan lain selain mencari masalah denganku?." Ada sosok misterius yang duduk di samping Putri Arkadewi Bagaskara. "Ingin rasanya aku segera menjahili mereka."

"Biarkan saja mereka pergi, tidak ada untungnya bagi kita melakukan hal aneh pada keduanya." Putri Arkadewi Bagaskara malas meladani kedua kakaknya itu.

"Jika kau telah berkata seperti itu, aku akan diam." Sosok itu hanya tersenyum kecil. "Tapi apakah kau yakin? Jika kau hanya diam saja? Mereka akan berhenti melakukan hal buruk padamu? Sepertinya mereka ingin kembali mengusir mu dari istana ini."

"Belum saatnya kita memberi mereka pelajaran." Jawabnya. "Kita harus memberikan tekanan pada ayahanda Prabu terlebih dahulu." Putri Arkadewi Bagaskara memiliki ide yang lain. "Ayahanda Prabu terlalu terlena dengan laporan baik dari bawahannya, sehingga ayahanda Prabu tidak memeriksa dengan baik, bagaimana bawahannya yang sesungguhnya?." Putri Arkadewi Bagaskara terlihat sangat berbeda, ia sangat kejam jika telah marah, dan tidak suka dengan sesuatu.

Apakah yang akan dilakukan oleh Putri Arkadewi Bagaskara untuk menyelesaikan masalah dengan caranya?. Temukan jawabannya.

Next halaman.

...***...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!