MASALAH YANG TERJADI

...***...

Putri Arkadewi Bagaskara tersenyum kecil sambil menatap dirinya di cermin.

"Jadi kau telah menghabisi para kroco itu?."

Saat itu terlihat ada sosok menyeramkan di belakangnya.

"Aku hanya ingin melihat bagaimana reaksi senopati terkutuk itu, ketika melihat anak buahnya tewas dalam keadaan mengenaskan."

"Terserah saja kau mau melakukan apa."

Putri Arkadewi Bagaskara seakan-akan tidak peduli, namun ia sangat puas dengan apa yang dilakukan oleh sosok hitam.

"Kita telah melakukan ini dalam waktu yang cukup lama, kau dan aku telah melakukannya karena menangkap semua kegelapan yang ada di dalam hati mereka, apakah kau tidak lelah melakukannya?."

"Bagiku itu bukanlah sebuah beban yang membuat aku merasa lelah, namun itu adalah sebuah keharusan yang tidak bisa aku abaikan begitu saja."

"Ya, kau benar, kita tidak boleh merasa lelah, itu adalah tugas yang sangat penting bagi kita, itulah alasan kenapa kita terlahir ke dunia ini."

"Kau benar, sangat benar."

Putri Arkadewi Bagaskara berjalan menuju tempat tidur untuk mengistirahatkan tubuhnya dengan benar setelah melakukan yang mengerikan.

"Apakah kau masih bisa tidur nyenyak setelah apa yang kau lakukan malam ini?." Sosok hitam itu masuk ke dalam tubuh Putri Arkadewi Bagaskara yang telah membaringkan tubuhnya di tempat tidur.

"Jika mereka yang menyiksa orang lain tanpa perasaan masih bisa tertidur pulas? Kenapa aku tidak?."

"Haha! Kau ini memang sangat menyeramkan sekali, aku sangat suka dengan gayamu itu, haha!."

"Sudahlah, kau ini berisik sekali, aku hanya ingin tidur saja malam ini."

"Kalau begitu selamat malam Gusti Putri, semoga mimpi indah."

Perlahan-lahan Putri Arkadewi Bagaskara menutup matanya karena merasa kantuk yang tidak bisa ia tahan lagi. Tapi apa yang telah dilakukan Putri Arkadewi Bagaskara sebenarnya?. Simak dengan baik kisahnya.

...***...

Keesokan harinya.

Ada seorang pemuda yang sedang berlari kencang menuju kediaman Senopati Gemular Endang.

BRAKH!.

Begitu kuat bantingan pintu sehingga membuat Senopati Gemular Endang terkejut.

"Surno! Kau rupanya?! Kurang ajar sekali kau ini!." Bentuknya dengan suara yang sangat keras.

"Ampuni hamba Gusti, maaf jika hamba tidak sopan." Surno, pemuda itu terlihat sangat ketakutan. "Ada hal penting yang harus hamba sampaikan pada Gusti."

"Katakan! Katakan padaku hal penting apa itu?!."

"Se-se-."

"Surno!."

"Semua prajurit dan pendekar yang ikut memungut pajak kemarin tewas dengan keadaan mengenaskan Gusti."

Deg!.

Entah kenapa detak jantungnya tidak stabil ketika mendengarkan ucapan Surno, salah satu anak buah yang sangat ia percayai.

"Surno?! Kau jangan memberikan laporan aneh padaku, dan ini masih pagi bagiku untuk mencabut keris!."

"Mohon ampun Gusti Senopati, jika Gusti tidak percaya? Maka pagi ini juga kita segera ke lokasi barak untuk melihat keadaan mereka semua."

Senopati Gemular Endang terlihat sedang memikirkan apa yang akan ia lakukan.

"Baik, aku akan ikut, tapi ingat?! Jika kau berani menipu aku? Maka aku tidak akan segan-segan membunuhmu!."

"Baik Gusti."

Senopati Gemular Endang segera mengikuti Kusno, ia hanya ingin memastikan apakah benar yang dikatakan oleh Surno atau tidak.

...***...

Di istana kerajaan Mahamega Suci.

Saat Putri Arkadewi Bagaskara dan Raden Dewangga Bagaskara sedang berbincang-bincang. Sebagai saudara yang sudah lama tidak bertemu tentunya ia sangat merindukan adiknya itu. Sebagai kakak yang sangat perhatian pada adiknya tentunya ia sangat menyayangi adiknya itu.

"Sepuluh tahun rayi dewi, kenapa kau pulang begitu lama ke istana ini?." Raden Dewangga Bagaskara benar-benar telah mengeluarkan semua perasaan sesaknya. "Apa yang membuatmu betah berada di sana? Sehingga kau tidak memiliki keinginan untuk pulang ke istana ini? Katakan pada rakamu ini rayi dewi?." Raden Dewangga Bagaskara sangat heran dengan pemikiran adiknya yang sama sekali tidak bisa ia tebak. Ia hampir saja menangis mengingat berapa lama adiknya tidak berada di istana Kerajaan Mahamega Suci.

"Aku hanya melakukan hal yang pantas saja di sana raka." Jawabnya dengan senyuman yang ramah. "Banyak hal yang harus aku kerjakan di sana, mungkin jika aku ceritakan? Maka raka tidak akan percaya dengan apa yang telah aku katakan ini." Dengan agak ragu ia menjawab pertanyaan kakaknya itu.

"Memangnya apa yang kau lakukan di sana rayi dewi?." Raden Dewangga Bagaskara sangat heran mendengarkan apa yang dikatakan oleh adiknya itu. "Hal penting apa yang membuatmu sepuluh tahun berada di sana?." Ia sangat tidak mengerti dengan jalan pikiran adiknya itu. "Kenapa kau tidak mengatakan satupun masalahmu di sana padaku rayi dewi?." Raden Dewangga Bagaskara menjadi lebih cerewet dari yang sebelumnya.

"Suatu saat nanti aku akan mengatakan pada raka." Putri Arkadewi Bagaskara hanya tersenyum kecil pada saat itu. "Namun aku harap ketika raka mengetahui semuanya, raka tidak akan membenciku atau memusuhiku pada saat itu." Putri Arkadewi Bagaskara merasa keberatan untuk mengatakannya. "Untuk saat ini aku tidak bisa mengatakan pada raka, apa yang telah aku lakukan sepuluh tahun ini." Hanya itu saja yang bisa dikatakan oleh Putri Arkadewi Bagaskara.

"Kau ini sangat aneh sekali rayi dewi." Raden Dewangga Bagaskara mengernyitkan keningnya. "Dari ucapanmu itu seakan-akan kau sedang menanggung beban yang sangat berat sekali rayi dewi."

"Lalu bagaimana dengan raka sendiri?." Kali ini gantian Putri Arkadewi Bagaskara yang bertanya pada Raden Dewangga Bagaskara. "Sepuluh tahun ini, apa yang telah raka lakukan?." Putri Arkadewi Bagaskara sepertinya mengalihkan topik pembicaraan. "Apakah raka telah berhasil menaklukkan hati tuan putri itu?."

Sebelum pergi meninggalkan istana, tentunya ia mengetahui apa saja yang telah dilakukan oleh kakaknya itu. Termasuk ketika kakaknya itu jatuh cinta pada seorang putri raja dari negeri lain, mungkin karena terpisah oleh jarak dan waktu tentunya mereka jarang bertemu sehingga cinta mereka tidak tahu akan ke arah mana.

"Jika masalah itu yang kau tanyakan-." Entah kenapa pada saat itu suasana hatinya sedang tidak baik ketika adiknya bertanya mengenai masalah itu. "Aku dengar dia telah dilamar oleh pangeran lain dari negeri lain, sepertinya aku tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkannya." Raden Dewangga Bagaskara terlihat sangat sedih. "Cintaku hanya sekedar batas kekaguman dan harapan saja, sehingga aku tidak mendapatkan wanita yang sangat aku cintai."

"Sangat disayangkan sekali raka, padahal aku sangat berharap dia akan menjadi kakak yang baik untukku nantinya." Putri Arkadewi Bagaskara sangat bersimpati pada nasib kakaknya yang sangat malang dalam masalah percintaan.

"Itulah nasib seseorang yang rayi dewi." Raden Dewangga Bagaskara menyentil pelan kening adiknya itu. "Tidak ada yang bisa menebak ia akan seperti apa."

"Ekgh." Putri Arkadewi Bagaskara sedikit meringis. "Um." Putri Arkadewi Bagaskara mengusap keningnya dan ia terlihat sedikit manyun.

"Kita tidak mengetahui dengan siapa kita akan bersama nantinya, kita tidak boleh bersedih, ataupun putus asa, hanya karena kita tidak mengetahui itu." Raden Dewangga Bagaskara telah menguatkan hatinya untuk tidak bersedih karena seorang wanita yang telah meninggalkan dirinya.

"Raka sangat luar biasa sekali, raka mampu menguatkan hati dan pikiran raka, untuk tidak melakukan hal-hal yang aneh, hanya karena ditinggalkan oleh seorang wanita." Putri Arkadewi Bagaskara tertawa kecil mendengarkan apa yang telah dikatakan oleh kakaknya itu.

"Kau ini ada-ada saja rayi dewi." Raden Dewangga Bagaskara hanya menghela nafasnya dengan pelan mendengarkan ucapan adiknya. "Bukan hanya ayahanda atau ibunda kita yang malu, tapi aku sendiri yang malu, jika aku melakukan hal-hal yang bodoh, hanya karena ditinggalkan seorang wanita."

"Kau sangat hebat sekali raka, aku sangat bangga memiliki seorang raka hebat sepertimu."

"Kau ini memujiku atau mengejek aku rayi?."

"Haha! Tentu saja aku memujimu raka, mana mungkin aku mengejekmu."

"Hufh! Baiklah, aku anggap itu benar. "

Hari itu kedua saudara itu berbincang banyak hal setelah sepuluh tahun tidak bertemu. Namun terselip perasaan penasaran di hati Raden Dewangga Bagaskara atas apa yang telah dikatakan oleh adiknya. Ingin rasanya ia bertanya mengenai masalah itu pada adiknya, akan tetapi adiknya belum siap untuk menjawabnya?. Masalah apakah yang terjadi pada saat itu?. Simak dengan baik bagaimana kisah itu terjadi.

...***...

Di dalam istana kerajaan Mahamega Suci.

Prabu Maharaja Ganendra Bagaskara bersama petinggi istana sedang melakukan pertemuan untuk membahas masalah yang sangat penting.

"Bukan hanya di istana kerajaan ini saja yang mengalami masalah seperti itu gusti Prabu." Patih Arya Pasopati membicarakan masalah itu dengan sang raja. "Begitu banyak masalah yang serupa di wilayah lainnya." Lanjutnya. "Bahkan lima tahun terakhir ini, ada beberapa kasus pembunuhan di kerajaan dengan sangat kejam dan mengerikan." Patih Arya Pasopati memberikan laporan yang sangat lengkap pada Prabu Maharaja Ganendra Bagaskara. "Akan tetapi di wilayah-wilayah kecil kerajaan, juga mengalami hal yang serupa, banyak sekali laporan yang sangat meresahkan masuk begitu saja ke istana ini Gusti Prabu." Lanjutnya lagi dengan nada yang sangat sedih, karena ia tidak bisa mengatasi masalah itu dengan baik.

"Kita harus segera menghentikan pembunuhan itu, kita harus mengetahui siapa yang telah melakukan pembunuhan kejam itu." Sebagai seorang raja yang harus bertanggung jawab dengan keselamatan rakyatnya. "Tapi aku sangat penasaran sekali, siapa pendekar pembunuh bayaran itu? Kekuatan kegelapan seperti apa yang dia miliki? Sehingga tidak ada yang bisa menyadarinya?." Prabu Maharaja Ganendra Bagaskara sangat penasaran dengan kekuatan yang dimiliki oleh pembunuh bayaran yang sangat hebat dalam membunuh.

"Mohon ampun Gusti Prabu." Dharmapati Asahan Taring memberi hormat. "Informasi yang hamba dapatkan dari sahabat hamba yang berada di wilayah lain, ia mengatakan pembunuh bayaran itu memiliki julukan yang bernama pendekar belati hitam kegelapan."

"Pendekar belati hitam kegelapan?."

Seketika ruangan pertemuan itu gaduh karena mendengar nama itu. Bagi mereka semua itu nama yang cukup mengerikan.

"Jadi dia adalah seorang pendekar pembunuh bayaran?."

"Benar Gusti Prabu, begitulah informasi yang hamba dapatkan."

"Tapi apa alasan ia melakukan pembunuhan di wilayah ku? Apakah wilayah kerajaan mahamega suci telah diisi oleh kejahatan? Sehingga ia masuk ke wilayah ini untuk melakukan pembunuhan?."

Mereka semua hanya terdiam ketika mendengarkan Prabu Maharaja Ganendra Bagaskara yang terlihat marah. Mereka bahkan tidak tau akan merespon apa?.

"Mohon ampun gusti, hamba akan memeriksanya."

"Baiklah dinda Patih, aku serahkan masalah itu padamu, aku harap wilayah tercinta kita ini bebas dari masalah buruk seperti itu."

"Sandika Gusti Prabu."

"Untuk kalian semua, aku hanya berharap jika kalian juga waspada, jangan sampai lengah, kita semua harus mewaspadai pendekar belati hitam kegelapan itu."

"Sandika Gusti Prabu."

Sebagai seorang Raja, Prabu Maharaja Ganendra Bagaskara hanya tidak ingin rakyatnya mengalami kesulitan karena adanya pendekar belati hitam kegelapan.

...***...

Sementara itu di sebuah tempat tersembunyi.

Deg!.

Senopati Gemular Endang sangat terkejut ketika melihat tempat persembunyian miliknya. Lautan darah telah menggenangi tempat itu, sehingga darahnya mendidih karena tidak tahan dengan pemandangan itu.

"Katakan padaku apa yang terjadi sebenarnya terjadi di sini?! Dan bagaimana mungkin mereka semua terbunuh dalam keadaan mengenaskan seperti ini!."

"Mohon maaf Gusti, hamba juga tidak mengerti dengan apa yang terjadi, namun ketika hamba hendak masuk ke dalam ruangan ini untuk memberi tahu kepada mereka tentang tugas? Hamba malah menemukan mereka dalam keadaan seperti ini."

"Kurang ajar! Dedemit mana yang telah berani melakukan ini? Bukankah mereka ini adalah prajurit pilihan, dan juga pendekar golongan hitam?! Tapi kenapa malah mati mengenaskan seperti ini?!."

Hatinya semakin panas karena ia tidak mengetahui sama sekali apa yang telah terjadi pada anak buahnya.

...****...

Istana Kerajaan Mahamega Suci.

Putri Arkadewi Bagaskara baru saja hendak masuk ke halaman istana, namun saat itu ia tidak sengaja berpas-pasan dengan salah satu petinggi istana.

"Hormat hamba Gusti Putri."

"Paman dharmapati Asahan Taring."

"Syukurlah jika memang Gusti Putri telah kembali ke istana ini."

"Cukup lama juga rasanya tidak melihat paman, sepertinya paman mengurus wilayah perbatasan dengan baik."

Deg!.

Dharmapati Asahan Taring terlihat terkejut mendengarkan ucapan itu.

"Bagaimana mungkin Gusti Putri arkadewi bagaskara mengetahui apa yang menjadi tugasku?." setidaknya itulah yang ada di dalam pikirannya ketika mendengarkan ucapan itu.

"Tapi paman dharmapati harus berhati-hati pada orang-orang yang menggunakan topeng pemanis wajah."

"Orang-orang yang menggunakan topeng pemanis wajah? Apa maksudnya itu Gusti Putri?."

"Di antara mereka, ada yang berpura-pura baik di hadapan paman dharmapati, namun sebenarnya mereka hanyalah orang-orang yang iri hati pada paman, sehingga mereka ingin mencari celah untuk menjatuhkan paman ketika paman benar-benar telah mencapai puncak kesuksesan atas tugas yang paman kerjakan sekarang."

Deg!.

Dharmapati Asahan taring kembali terkejut mendengarnya, hingga kali ini ia tidak bisa mengeluarkan kata-kata saking tidak percaya atas ucapan Putri Arkadewi Bagaskara padanya.

"Saran dariku, paman harus selalu berhati-hati, karena orang-orang seperti itu adalah musuh dalam selimut, orang-orang yang kita sebut sebagai sahabat, tapi malah menerkam kita dari arah belakang."

"Apakah, menurut Gusti Putri? Hamba akan mengalami hal seperti itu?."

"Paman dharmapati adalah orang yang sangat baik, tapi sangat disayangkan sekali, ada beberapa orang yang tidak menyukai kebaikan yang paman lakukan."

"Ti-tidak menyukai kebaikan yang hamba lakukan?."

Putri Arkadewi Bagaskara tersenyum kecil melihat raut wajah sedih Dharmapati Asahan Taring, entah kenapa ia merasa bersimpati.

"Tidak semua orang suka dengan kebaikan yang kita lakukan paman, tapi paman adalah orang yang hebat." Putri Arkadewi Bagaskara mengacungkan kedua jempolnya. "Paman sama sekali tidak berubah, paman terus melakukan kebaikan demi menjaga kedamaian kerajaan ini, bahkan paman melindungi anak-anak yatim dengan baik."

Deg!.

Entah berapa kali Dharmapati Asahan Taring terkejut setiap mendengarkan ucapan yang dikeluarkan Putri Arkadewi Bagaskara.

"Aku sangat yakin, dewata agung akan melindungi paman, sehingga paman selamat dari orang-orang yang menggunakan topeng pemanis wajah buruk rupa itu."

"Hamba tidak mengerti dengan apa yang Gusti Putri lakukan, tapi hamba hanya melakukan hal yang sewajarnya saja." Ada perasaan gugup saat itu ia rasakan.

"Kalau begitu teruslah paman melakukan kebaikan, dewata agung akan selalu melindungi paman."

"Sandika Gusti Putri."

"Kalau begitu aku masuk dulu paman, sampurasun."

"Rampes."

Setelah itu Putri Arkadewi Bagaskara masuk ke dalam istana, sedangkan Dharmapati Asahan Taring masih mencerna ucapan tadi.

"Gusti Putri arkadewi bagaskara seperti dapat melihat sesuatu yang tidak aku mengerti sama sekali." Rasanya ia penasaran. "Bagaimana mungkin ia mengetahui jika ada orang-orang di sekitar tidak menyukaiku?."

Begitu besar rasa penasaran itu di dalam hati dan pikirannya, tidak menduga akan mendapatkan nasihat yang sangat luar biasa dari seorang putri Raja. Bagaimana kelanjutannya?. Temukan jawabannya.

...***...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!