MULAI BERGERAK

...***...

Putri Arkadewi Bagaskara sedang duduk di taman istana.

"Senyuman mu terlihat sangat puas sekali, apakah kau telah melihat reaksinya seperti apa?." Sosok hitam yang duduk di samping Putri Arkadewi Bagaskara.

"Bukankah kau juga bisa melihatnya?."

"Ya, tentu saja aku melihatnya, dia sangat kebingungan karena tidak mengetahui siapa yang telah membunuh anak buahnya."

"Lantas apa yang akan kau lakukan padanya?."

"Malam ini kita akan membunuhnya."

"Apakah kau yakin jika akan membunuhnya malam ini?."

"Apakah kau ragu?."

"Heh! Mana mungkin aku ragu, kalau bisa aku ingin membunuhnya sekarang juga, hanya saja saat ini kita jangan gegabah."

"Baiklah, kalau begitu kita lakukan persiapan."

"Kau benar."

Setelah itu mereka pergi meninggalkan taman Istana untuk melakukan persiapan. Apakah benar Putri Arkadewi Bagaskara akan melakukan pembunuhan?. Tapi pada siapa?. Simak terus ceritanya.

...***...

Di kediaman Senopati Gemular Endang.

BRAKH!.

Terdengar suara gerakan bantingan pintu yang sangat keras dari dalam rumahnya.

"Kurang ajar! Tidak ada satupun dari mereka yang selamat atas pembantaian itu!." Hatinya sangat panas setelah mengetahui fakta bahwa anak buahnya terbunuh dalam keadaan mengenaskan. "Siapa yang telah membunuh mereka? Pendekar mana yang telah berani-."

Deg!.

Namun tiba-tiba ia terkejut akan sesuatu yang menurutnya mengarah padanya.

"Mereka yang mati itu semua adalah anak buahku, jika mereka yang diincar dan dibunuh? Maka aku juga akan dibunuh?." Perasaan cemas keluar begitu saja. "Apakah ada seseorang yang telah mengetahui apa yang telah aku lakukan? Tapi rasanya tidak mungkin, karena aku telah melakukan ini bertahun-tahun, bahkan Gusti Prabu ganendra bagaskara sama sekali tidak mengetahuinya." Ya, itulah yang ia rasakan. "Siapa yang telah berani bermain-main padaku?." Dalam hatinya bertanya-tanya.

"Kanda Senopati?." Nyai Estiana Diatmika melihat suaminya sedang kusut sedang memikirkan sesuatu.

"Oh? Nyai?."

"Ada apa kanda? Sepertinya kanda terlihat sangat kusut sekali." Nyai Estiana Diatmika mendekati suaminya.

"Tidak apa-apa nyai, aku hanya sedang lelah saja."

"Memangnya kanda Senopati habis melakukan apa? Sehingga kanda merasa lelah? Coba ceritakan pada saya?."

"Tidak apa-apa nyi, hanya masalah biasa."

"Baiklah, jika memang seperti itu." Nyai Estiana Diatmika tidak memaksa suaminya untuk bercerita. "Jika kanda merasa berat mengatakannya, kanda bisa mengatakannya kapan saja pada saya."

"Ya." Hanya itu saja balasannya. "Maafkan aku nyi, aku tidak bisa mengatakannya padamu, karena ini semua menyangkut masa depanku." Dalam hatinya. "Tapi aku harus waspada terhadap seseorang yang mungkin saja akan datang membunuh ku karena suatu alasan." Kepalanya terasa semakin sakit ketika memikirkan alasan kenapa ia diincar oleh seseorang.

...***...

Wisma Kesatria.

Patih Arya Pasopati dan Raden Dewangga Bagaskara saat itu sedang melatih prajurit dalam ilmu kanuragan.

"Paman Patih, apakah benar informasi yang saya dengar? Bahwa pendekar belati hitam kegelapan telah memasuki wilayah kita ini?."

"Benar Raden, memang seperti itulah kabar yang telah beredar."

"Bukankah katanya dia adalah pendekar pembunuh bayaran? Memangnya apa yang terjadi di negeri kita ini? Sehingga dimasuki oleh pendekar pembunuh bayaran?."

Raden Dewangga Bagaskara terlihat bingung dengan informasi yang ia dapatkan beberapa hari yang lalu.

"Rasanya sangat mustahil, bila negeri kita yang damai ini dimasuki oleh pendekar pembunuh bayaran."

"Diburu itu tidak perlu menunggu jadi orang jahat Raden." Patih Arya Pasopati menjelaskan. "Kadang orang baik pun akan menjadi incaran jika ada orang lain tidak suka."

"Jadi kita harus bagaimana paman? Jadi orang baik? Atau jadi orang kurang baik?."

"Setiap orang memiliki garis takdir masing-masing Raden, namun tetaplah menjadi orang baik, walaupun menjadi orang baik pun akan disakiti oleh penjahat."

"Hm, mungkin paman benar."

"Lantas? Bagaimana pandangan Raden sendiri? Apakah Raden akan mengatasi masalah itu jika memang terjadi di negeri kita yang damai ini?."

"Saya akan menangkapnya paman, saya ingin mengetahuinya secara langsung alasan kenapa ia mau saja dibayar untuk membunuh." Kening Raden Dewangga Bagaskara terlihat mengkerut membayangkan itu terjadi. "Apakah ia tidak memiliki tujuan hidup lain? Sehingga ia berani menerima permintaan seseorang untuk melakukan pembunuhan? Apakah ia tidak takut jika suatu hari nanti ia akan mendapatkan karma atas tindakannya itu?."

"Pikiran Raden masih polos ternyata." Dalam hati Patih Arya Pasopati tidak akan menduga mendengarkan ucapan seperti itu dari seorang putra mahkota.

...****...

Malam telah menyapa kerajaan Mahamega Suci, malam yang sangat tenang karena penghuninya telah terlelap dalam kehidupan alam lain alam tidur mereka masing-masing. Namun dalam keheningan itu ada satu sosok yang sedang berjalan dengan sangat ringannya masuk ke dalam sebuah rumah yang cukup mewah. Rumah dari salah satu Senopati yang terpandang di kerajaan itu. Tapi apa yang telah membuat orang asing itu masuk dengan mudahnya?. Bahkan saking ringannya dan tidak terlihat siapa yang memasuki rumah itu?. Penjaga di gerbang halaman rumah Senopati tersebut tidak dapat dilihat oleh para prajurit tersebut.

"Tingkat kewaspadaan kalian memang sangat lemah." Dalam hatinya berkata seperti itu. Karena ia telah melewati mereka dengan sangat mudahnya tanpa ada halangan ataupun yang melihat kedatangannya. "Rumah seorang senopati malah dijaga oleh prajurit bodoh seperti mereka?." Sosok misterius dengan penutup wajah itu terlihat sangat meremehkan para prajurit yang tidak menyadari jika ia telah masuk, dan membuka pintu itu dengan sangat santainya.

"Tapi aku yakin senopatinya jauh lebih bodoh dari prajuritnya ini, karena mempercayai nyawanya pada mereka yang tidak berguna ini." Dalam hatinya malah mengomel sendiri tidak jelas, dan hampir saja ia tertawa sendiri ketika ia berkata seperti itu. Namun kakinya tetap melangkah masuk ke dalam rumah itu tanpa adanya halangan yang berarti. Dengan santainya ia berjalan masuk, seakan-akan tidak ada yang mengetahui ia masuk ke dalam rumah seorang Senopati yang terhormat.

Bahkan pendekar bertopeng hitam itu memasuki ruangan yang menjadi tempat tidur oleh Senopati tersebut bersama istrinya. Matanya menangkap sosok dua orang yang sedang tertidur dengan sangat lelapnya.

"Tidur yang sangat nyenyak untuk ukuran seorang Senopati, yang tidak mengetahui apa-apa tentang keselamatan dirinya." Ia perhatikan wajah laki-laki itu dengan sangat tajam. "Sayang sekali aku harus mengakhiri hidupmu malam ini, karena kau telah melakukan hal yang sangat keji." Entah kenapa pada saat itu hatinya sangat membara luar biasa, ketika menyadari memang wajah itulah yang telah melakukan hal yang sangat kejam di masa lalu.

"Aku hanyalah sebuah alat untuk menghukum dirimu, karena raja tidak bisa menghukum dirimu." Ada perasaan kecewa yang ada di dalam hatinya saat itu. "Mereka yang menangis karena dirimu, yang tidak bisa membuktikan kejahatan yang telah kau lakukan pada mereka." Ia sangat ingat dengan apa yang telah ia lihat dari mereka yang memiliki kegelapan yang sangat luar biasa.

"Sehingga mereka datang padaku, untuk meminta bantuan padaku untuk menghabisi nyawamu yang tidak berguna." Sambil berkata seperti itu ia mengeluarkan sebuah benda pusaka yang sangat sakti. Senjata yang lahir dari kebencian dan kegelapan yang dirasakan oleh orang-orang yang memiliki dendam yang sangat luar biasa pada seseorang.

Dengan bantuan tenaga dalamnya ia mempersiapkan senjata itu sebagai alat untuk membunuh Senopati terhormat itu. "Katakan selamat tinggal untuk dunia yang kau cintai ini." Ia arahkan belati hitam kegelapan itu pada tubuh targetnya.

"Kau harus segera pergi malam ini, karena aku juga sangat membenci dirimu yang sangat kejam itu." Ujung belati kegelapan itu telah ia siapkan ke leher Senopati terhormat itu. "Kau yang telah berbuat salah, aku tidak salah! Aku hanya menyampaikan perasaan benci dan dendam yang mereka rasakan padamu selama ini." Hatinya ikut membenci, merasakan bagaimana kegelapan yang mengalir pada belati tajam itu.

Seakan-akan memperlihatkan apa saja yang telah dilakukan oleh Senopati terhormat itu pada orang-orang tertentu. Sehingga mereka menaruh dendam yang sangat luar biasa pada Senopati terhormat itu.

Cekh!.

"Ohokh!."

Dalam satu tusukan yang sangat kuat tepat di lehernya. Senopati itu merasakan kesakitan pada tenggorokannya yang telah ditusuk dengan menggunakan belati yang sangat tajam. Senopati terhormat itu sangat terkejut dengan apa yang ia alami. Ketika matanya terbuka untuk melihat siapa yang telah melakukan itu, namun pandangannya sangat gelap.

"Pergilah kau ke neraka!." Bisik suara itu dengan nada yang sangat menyeramkan.

"A-apa yang terjadi padaku?." Dalam hati Senopati terhormat itu tidak mengerti dengan apa yang ia alami. Pandangannya semakin menghitam, sehingga ia tidak bisa melihat siapa yang telah melakukan itu?. "Kenapa rasanya sangat sakit sekali." Apakah pada saat itu ia sedang bermimpi?.

Jika ia sedang bermimpi tapi kenapa ia merasakan sakit yang sangat tidak wajar pada tubuhnya?. Namun bukan itu saja yang membuat ia kesakitan, dari tusukan belati itu tenaga dalamnya seakan-akan disedot sampai habis sehingga ia tidak bisa melawan sama sekali. Sungguh tingkat pembunuhan yang sangat tidak biasa, di mana korbannya tidak bisa melawan sama sekali.

Apakah yang akan terjadi pada Senopati terhormat itu?. Apakah yang ia alami itu sangat nyata atau hanyalah mimpi semata?. Simak dengan baik bagaimana kisah itu terjadi. Namun pada malam yang sangat sunyi itu tanpa disadari ada bentuk kejahatan yang tidak bisa dideteksi oleh siapapun juga.

...***...

Di ruangan pribadi Raja.

Saat itu Prabu Maharaja Ganendra Bagaskara dapat merasakan adanya kegelapan yang tidak biasa sedang berkumpul di atas langit malam. Suasana hati sang Prabu tidak nyaman sama sekali.

"Apa yang akan terjadi di negeri ini? Apakah benar negeri ini akan dibanjiri oleh darah?." Dalam hati Prabu Maharaja Ganendra Bagaskara mencemaskan informasi mengenai pendekar belati hitam kegelapan. "Aku tidak akan membiarkan siapa pun juga melakukan pembunuhan di kerajaan ini." Dalam hati Prabu Maharaja Ganendra Bagaskara hanya bisa mencoba melakukan tugas sebagai Raja yang akan melindungi rakyatnya dari ancaman bahaya.

...***...

Di Kediaman Patih Arya Pasopati.

Raden Athaya Pasopati belum juga memejamkan matanya, karena saat itu pikirannya masih tertuju pada Putri Arkadewi Bagaskara.

"Aku sangat ingin bertemu dengan Gusti Putri, hanya saja aku tidak tahu harus memulai pembicaraan seperti apa dengannya." Dalam hatinya masih merasakan kecemasan yang sangat luar biasa. "Sepuluh tahun, itu bukanlah waktu yang singkat." Raden Athaya Pasopati menghela nafasnya. "Apakah ada sesuatu yang menarik di sana? Sehingga Gusti Putri tidak kembali? Apakah Gusti Putri memiliki seseorang di sana? Sehingga ia tidak kembali dalam waktu yang sangat lama?." Perasaan cemas itu menyelimuti hatinya.

"Nanda tenang saja, Gusti Putri tidak mungkin memiliki lelaki lain di luar sana."

Deg!.

"Ayahanda Patih?."

Raden Athaya Pasopati sangat terkejut ketika mendengarkan suara ayahandanya yang berkata seperti itu.

"Jika nanda merasa cemas? Kenapa nanda tidak datang menemui Gusti Putri untuk memastikannya?."

"Ja-jangan berkata seperti itu ayahanda, nanda jadi malu."

"Hahaha! Kenapa nanda malah malu? Bukankah nanda sangat ingin bertemu dengan Gusti Putri?."

"Tentu saja ayahanda."

"Kalau begitu istirahatlah, ayahanda sangat yakin jika Gusti Putri juga sangat ingin bertemu dengan nanda."

Patih Arya pasopati Lelah mengetahui jika anak semata wayangnya sangat mencintai Putri Arkadewi Bagaskara. Namun ucapannya saat itu membuat wajah anaknya memerah sempurna.

...***...

Di istana.

Di bilik Putri Arkadewi Bagaskara.

Ia baru saja menggantikan pakaiannya dengan pakaian baru.

"Dari raut wajahmu terlihat sangat puas sekali, apakah kau menikmatinya?."

"Aku sangat menikmatinya, dia terlihat sangat kebingungan ketika lehernya ditancap belati dengan mendadak seperti itu."

"Sssh! Sepertinya ada yang hendak mendekat ke bilik ini."

"Aku rasa memang seperti itu."

Putri Arkadewi Bagaskara terlihat sangat waspada ketika merasakan kehadiran dua sosok yang sangat ia kenali. Apa lagi ketika hawa keberadaan itu semakin mendekatinya.

"Apa yang ingin yunda berdua inginkan padaku? Sehingga berani malam-malam datang ke bilik ku?." Meskipun ia tidak melihat namun ia dapat menyadari siapa yang telah mendekati miliknya. "Apakah yunda berdua memiliki masalah denganku?." Lanjutnya. "Atau ada urusan penting yang belum selesai?."

Deg!.

Putri Kasih Bagaskara dan Putri Kenanga Bagaskara sangat terkejut dengan apa yang ia dengar dari bilik adiknya itu. Mereka tidak menduga jika Putri Arkadewi menyadari kehadiran mereka.

"Jika ingin membicarakan sesuatu denganku? Maka tunggulah sampai besok pagi."

Namun tidak ada jawaban dari keduanya, hanya bisa diam karena takut ketahuan.

"Sial! Kita ketahuan yunda." Bisik Putri Kasih Bagaskara dengan sangat panik. "Apa yang akan kita lakukan yunda?." la terlihat panik.

"Kita harus segera meninggalkan tempat ini, jangan sampai dia melihat kita di sini."

Tentunya Putri Kenanga Bagaskara sangat takut, sehingga ia menyarankan adiknya itu untuk segera pergi dari sana.

"Mereka telah pergi." Putri Arkadewi tidak merasakan kehadiran kakaknya lagi, sehingga ia kembali fokus dengan apa yang telah ia kerjakan pada saat itu. "Sepertinya mereka sedang merencanakan sesuatu untukku."

"Mereka hanya mengganggu saja, apakah mereka tidak memiliki pekerjaan lain selain mencari masalah denganku?." Ada sosok misterius yang duduk di samping Putri Arkadewi Bagaskara. "Ingin rasanya aku segera menjahili mereka."

"Biarkan saja mereka pergi, tidak ada untungnya bagi kita melakukan hal aneh pada keduanya." Putri Arkadewi Bagaskara malas meladani kedua kakaknya itu.

"Jika kau telah berkata seperti itu, aku akan diam." Sosok itu hanya tersenyum kecil. "Tapi apakah kau yakin? Jika kau hanya diam saja? Mereka akan berhenti melakukan hal buruk padamu? Sepertinya mereka ingin kembali mengusir mu dari istana ini."

"Belum saatnya kita memberi mereka pelajaran." Jawabnya. "Kita harus memberikan tekanan pada ayahanda Prabu terlebih dahulu." Putri Arkadewi Bagaskara memiliki ide yang lain. "Ayahanda Prabu terlalu terlena dengan laporan baik dari bawahannya, sehingga ayahanda Prabu tidak memeriksa dengan baik, bagaimana bawahannya yang sesungguhnya?." Putri Arkadewi Bagaskara terlihat sangat berbeda, ia sangat kejam jika telah marah, dan tidak suka dengan sesuatu.

Apakah yang akan dilakukan oleh Putri Arkadewi Bagaskara untuk menyelesaikan masalah dengan caranya?. Temukan jawabannya.

Next halaman.

...***...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!