Keesokan harinya, Tuan Ray keluar dari kamar jam setengah tujuh dan langsung pergi ke ruang makan, seakan tak terjadi apa-apa. Sesampai di ruang makan, di sana sudah ada asisten Rio yang sudah menunggunya dari tadi.
Mereka pun mulai makan bersama tanpa ada yang berbicara. Sedangkan Bibi Aisyah dan yang lainnya mulai panik karena tidak biasanya, Fatimah jam segini gak keluar dari kamar. Akankah Fatimah gak keluar kamar karena takut dengan keberadaan Tuan Ray, atau sudah terjadi sesuatu tadi malam.
Kaki Bibi Aisyah sudah gatal ingin pergi ke kamar Fatimah, namun ia masih tidak punya keberanian untuk ke kamar Fatimah selama Tuan Ray masih ada di mension.
Selesai makan, Tuan Ray dan Asisten Rio pergi dari sana. Dan setelah memastikan Tuan Ray pergi, barulah Bibi Aisyah, langsung pergi ke kamar Fatimah dan lagi-lagi ia terkejut dengan keadaan Fatimah yang tidur dengan telanjang tanpa memakai sehelai apapun. Bahkan ia merasa ada luka di ******** Fatimah. Di dada dan leher Fatimah pun begitu banyak tanda merah.
Bibi Aisyah mencoba untuk membangunkan Fatimah, namun Fatimah tidak ada respon. Melihat hal itu, Bibi Aisyah khawatir, ia ingin menelfon Dokter Ratih, namun Bibi Aisyah mencoba untuk menahannya lebih dulu. Bibi Aisyah menyelimuti Fatimah, lalu ia mengambil minyak dan menaruhnya di hidung Fatimah, lalu Fatimah pun mulai membuka matanya dan melihat Bibi Fatimah yang ada di hadapannya. Ia ingin bangun namun area bawahnya begitu sakit dan perih.
Lalu Fatimah ingat kembali kejadian tadi malam, Fatimah pun menangis meraung-raung. Dua kali, ya sudah dua kali dirinya di lecehkan oleh Tuan Ray.
Bibi Aisyah cuma bisa memeluk dan menenangkan FAtimah.
"Bi, dia melakukannya lagi Bi. Huuu .... dia gak peduli aku kesakitan, dia tak peduli aku menangis. Tuan Ray melampiaskan semaunya tadi malam sampai berjam-jam. Kenapa, Bi? Kenapa hidupku seperti ini? Sampai kapan aku akan jadi budak naf-su Tuan Ray? Sampai kapan aku harus melayani dia layaknya seorang ja-lang? Mau sampai kapan aku akan melakukan dosa besar ini? Mau sampai kapan aku berzi-na? Aku lelah, Bi. Aku lelah. Aku gak kuat jika seperti ini terus menerus. Lebih baik aku mati saja, Bi. Buat apa hidup, jika pada akhirnya, aku hanya di jadikan budak se-x."
"Istigfar, jangan bilang begitu. Ingat! Tuhan paling benci seseorang yang membunuh dirinya dengan cara di sengaja. Perbanyak doa, semoga Tuhan segera membukakan mata hati Tuan Ray agar dia menyadari kesalahannya."
"Tapi aku gak kuat, Bi. Aku capek hidup seperti ini. Aku capek." Fatimah menjambak rambutnya sendiri, ia mulai terlihat sangat emosional sekali."
Bibi Aisyah yang melihatnya pun hanya bisa menangis dan berusaha menenangkan Fatimah. Baru beberapa bulan, Fatimah merasakan kebahagiaan tapi sekarang, Tuan Ray kembali menghancurkan harga dirinya. Bibi Aisyah takut jika mental Fatimah akan kembali terganggu, ia takut, jika Fatimah pada akhirnya menyerah dan benar-benar mengakhiri hidupnya.
Bibi Aisyah memegang kedua tangan Fatimah agar tidak terus menerus menyakiti dirinya sendiri.
"Sebenarnya dosa apa yang sudah aku lakukan, Bi? Dosa dan kesalahan apa yang aku lakukan sampai Tuhan menghukum aku seperti ini? Padahal aku berusaha menjadi wanita baik-baik, tapi kenapa Tuhan seakan ingin mempermainkan hidup aku." Fatimah berteriak histeris. Ia bangun dari atas ranjang dengan tela-jang. Ia tak lagi peduli dengan rasa sakit yang ada di kema-lu*nnya.
Fatimah memecahkan kaca yang ada di sekitar sana.
"Ya Allah, Fatimah istighfar!" teriak Bibi Aisyah.
"Bibi, aku capek. Bibi gak tau apa yang aku rasakan. Harga diriku sudah gak ada. Lalu buat apa aku hidup, jika pada akhirnya setiap malam, Tuan Ray akan melakukannya terus menerus. Lebih baik aku mati saja, Bi." FAtimah mengambil pecahan kaca dan langsung mengiris tanganya begitu saja, hingga tangannya pun mengeluarkan banyak darah dan menetes ke lantai. Melihat hal itu, Bibi Aisyah histeris. Ia mengambil selimut dan menutupi tubuh Fatimah. Lalu ia meminta bantuan Pak Han untuk membawa Fatimah ke rumah sakit. Namun sayangnya, Pak Han tidak mungkin ikut menggotong Fatimah atau Tuan Ray akan murka padanya.
Bibi Aisyah juga tidak kuat jika harus menggendongnya sendirian, lalu Bibi Aisyah pun meminta Della dan Ajeng menggotong Fatimah untuk di bawa ke mobil. Sedangkan Sofi, dia lari ke luar dan meminta Pak Ihsan untuk segera standby karena FAtimah kembali terluka dan akan segera dibawa ke rumah sakit.
Mendengar Fatimah terluka, Pak Ihsan pun langsung mengambil kunci mobil dan menyiapkan mobil.
Fatimah di masukkan ke dalam mobil, dan hanya Bibi Aisyah yang bisa membawa Fatimah ke rumah sakit dengan di antar oleh Pak Ihsan. Sedangkan Della, Sofi dan Ajeng hanya menatap kepergian mobil itu dengan wajah sendu. Sebenarnya mereka bertiga ingin ikut, tapi sayangnya Pak Han sudah mewanti-wanti mereka agar tidak keluar jika belum waktunya. Akhirnya dengan wajah sendu mereka kembali masuk ke dalam sambil mendoakan semoga FAtimah baik-baik saja.
Saat di jalan, Bibi Aisyah langsung menelfon Dokter Ratih dan memberitahu jika Fatimah kembali terluka. Dokter Ratih pun langsung standby di rumah sakit sambil menunggu mobil yang berisi Fatimah tiba di rumah sakit.
Selama di jalan, Bibi Aisyah terus menangis, ia menahan lukanya agar tidak membuat darah terus mengalir. Namun sayangnya, luka yang terlalu dalam dan menganga, tidak bisa membuat darahnya berhenti begitu saja.
"Pak Tolong ngebut ya, ini sangat darurat." Pinta Bibi Aisysah memohon. Pak Ikhsan pun menambah kecepatannya hingg tak sampai sepuluh menit, mereka pun tiba di rumah sakit.
Dokter Ratih sudah standby dengan brankar yang sudah ia siapkan dari tadi.
Di bantu dengan dokter yang lain, mereka menggendong FAtimah ke brankar dan segera membawanya kembali ke ICU seperti dulu. Bibi Aisyah mengikutinya dari belakang, Bibi Aisyah terus menangis dan meratapi hidup Fatimah yang begitu menyedihkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
muthia
cuma bs nangis 😭😭😭😭😭😭
2022-12-16
0