Di dalam, Fatimah merasa ketakutan saat Tuan Ray berjalan ke arahnya dengan tatapan tajam dan lapar. Tanpa aba-aba, Tuan Ray memegang baju Fatimah dengan erat dan langsung menariknya dengan keras hingga robek. Lalu melemparkannya begitu saja ke lantai.
"Tu ... Tuan, ampuni saya Tuan. Saya janji, saya akan mengembalikan uang yang sudah Tuan kasih ke Ayah saya," ucapnya dengan penuh ketakutan. Namun Tuan Ray tak buka suara, ia memegang dagu Fatimah dengan keras hingga Fatimah merintih kesakitan.
"Saya tidak kekurangan uang. Yang saya mau, kamu harus melayani saya mulai hari ini dan untuk selamanya," ucapnya dingin membuat Fatimah menggelengkan kepalanya. Ia tidak mungkin melayaninya karena ia tau, itu dosa besar. Kecuali jika Ray mau menikahinya lebih dulu, mungkin Fatimah akan melayani Tuan Ray dengan sukarela.
Namun Fatimah sadar, jika pria tampan yang sudah membelinya ini, tak mungkin mau menikahinya.
Tuan Ray, mulai membuka semua yang melekat di tubuh Fatimah, Fatimah berusaha untuk berontak namun Ray malah menamparnya dengan keras. HIngga membuat Fatimah sedikit linglung.
Lalu Tuan Ray, mendorong Fatimah dengan kasar, ia memaksa mencum bui Fatimah tanpa penuh perasaan.
Ia lalu membuka celananya sendiri dan memasukkan senjatanya hingga membuat Fatimah menjerit kesakitan. Namun tak ada yang mendengarnya karena kamar itu kedap suara.
Fatimah terus meronta karena ia kesakitan, namun Tuan Ray tidak memperdulikannya, ia malah senang melihat raut wajah kesakitan Fatimah. Ia terus menghujamnya, tak peduli saat ia melihat ada darah yang mulai merembes di kasur.
Sesekali ia melakukannya dengan menampar Fatimah berulang kali, membuat Fatimah tak mampu lagi menampung rasa sakit hingga pada akhirnya ia pun lagi-lagi tak sadarkan diri. Melihat Fatimah pingsan, n*fsu Tuan Ray pun langsung surut seketika, ia tak lagi berg*irah. Ia langsung segera membersihkan dirinya dan memasang kembali celananya.
Ia melihat Fatimah dengan senyum mengejek, tak ada rasa bersalah sedikitpun dalam hatinya. Walaupun ia tidak puas melakukannya, namun ia senang melihat raut wajah kesakitan Fatimah.
Ia lalu memanggil Bibi Aisyah lagi dan meminta Bibi Aisyah untuk mengobati lukanya, karena ia akan memakai Fatimah lagi jika ia menginginkannya.
Tuan Ray segera pergi dari rumah itu, entah dia mau pergi ke mana. Asisten Rio yang sudah menunggu di luar, langsung membukakan pintu mobil, saat melihat Tuan Ray keluar dari pintu utama.
Lalu setelahnya, mobil itu pun segera pergi meninggalkan mension.
Bibi Aisyah yang melihat wajah Fatimah pun lagi-lagi menangis histeris, terlebih ia melihat tubuh Fatimah yang tampa memakai sehelai apapun dan kini dalam keadaan tidak sadarkan diri. Ia juga melihat di kasur ada genangan darah, karena takut kenapa-napa. Bibi Aisyah meminta Pak Han memanggil Dokter Ratih untuk menangani Fatimah yang kini sudah berwajah pucat.
Pipinya bahkan sudah sangat bengkak, padahal luka yang sebelumnya masih terlihat sangat jelas namun kini pipi itu sudah babak belur dan tak terbentuk. Entah berapa kali Tuan Ray menampar Fatimah dengan sangat keji.
Bibi Aisyah memakaikan selimut dan menunggu Dokter Ratih untuk memeriksanya.
Dua puluh menit kemudian Dokter Ratih datang ke kamar Fatimah. Awalnya ia berfikir kalau Tuan Ray yang sakit, namun melihat perempuan yang berwajah babak belur dan berwajah pucat, membuat wajah Dokter Ratih melongo.
"Dia siapa, Bi?" tanya Dokter Ratih. Dokter Ratih merupakan teman dekat Tuan Ray yang kini menjadi dokter pribadi Tuan Ray.
Bibi Aisyah pun menjelaskannya dan beberapa menit kemudian, Dokter Ratih pun terlihat sangat marah. Apalagi saat ia membuka selimut itu dan masih ada darah yang mengalir dari kem*luan Fatimah.
"Kenapa sih Ray itu makin ke sini makin jahat banget?" omel Dokter Ratih tak suka dengan watak sikap temannya yang bak setan itu.
"Ini harus di bawa ke rumah sakit, Bi. Keadaannya sudah kritis," ujar Dokter Ratih setelah memeriksanya. Wajah yang babak belur, luka di sekujur tubuh, bahkan dari kepala sampai kaki juga ada banyak luka, dan sekarang paling parah bagian pipi yang bengkak dan sudut bibir yang robek sehingga mengeluarkan sedikit darah. Namun dari semua itu yang paling membuat Dokter Ratih meringis adalah luka robek di kem*luan Fatimah.
"Tapi Bibi takut sama Tuan Ray, Non," sahut Bibi Aisyah.
"Sudahlah, biar itu jadi urusanku." ujarnya.
"Sekarang bantu aku, pakaikan bajunya ya, Bi. Gak perlu pakai ****** *****. Kita harus cepat ya, Bi. Soalnya denyut nadinya sudah mulai melemah."
Setelah itu, Dokter Ratih dan Bibi Aisyah pun menggendong Fatimah menuju mobil, namun mereka di tahan oleh Pak Han. Namun setelah Dokter Ratih menjelaskan kondisi Fatimah yang lagi kritis, Pak Han pun membiarkan. Apalagi ia melihat wajah Fatimah yang pucat dan ada tetesan darah yang keluar dari pahanya sampai mengenai lantai. Beberapa ART yang melihat kejadian itu hanya diam dan melihat Fatimah dengan tatapan kasihan. Pak Han yang tanpa sengaja melihat beberapa ART melihat ke arah Fatimah pun langsung membentaknya dan meminta mereka untuk bubar dan menyelesaikan pekerjaan mereka masing-masing.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments