BAB 4

Sampai di halaman rumah, segera ku ketuk pintu rumah ini. Air mata terus saja berlomba-lba keluar dari mataku.

"Ya Allah, Ila" ucap Bu Mala saat membuka pintu untukku.

Tubuh itu, langsung mendekapku dengan erat. Air mata kembali keluar dengan derasnya. Begitu pun Bu Mala, ia kini ikut terisak bersamaku.

"Masuk La" ucap Bu Mala lagi sambil memapah diriku untuk duduk di sofa.

Tak beselang lama, Pak Ilyas datang ke rumahku. Sepertinya tadi ia mengikuti ku dari belakang. Mungkin Pak Ilyas berfikir aku akan melakukan tindakan bodoh. Ya memang, tadinya aku ingin melakukan hal bodoh untuk mengakhiri rasa sakit ini. Tapi, ku urungkan hal itu karena teringat dengan kedua anakku.

"Kamu yang sabar ya La, Allah sedang menguji rumah tanggamu" ucap Bu Mala lagi.

"Ila, sepertinya warga menginginkan Aldo menikahi Sukma. Karena warga tak mau mereka mengulang lagi kesalahan yang sama, apalagi ini sudah masuk dalam ranah perzinahan. Jika warga hanya mengusir Sukma dari sini, tak menutup kemungkinan mereka akan melakukan lagi diluar sana" kini, Pak Ilyas ikut berbicara.

Nyeessss...

Ada yang kembali sakit di dalam sini, Ya Allah apakah aku harus merelakan suamiku untuk menikahi wanita lain? Apalagi wanita ini rumahnya tak jauh dari rumahku? Kau sungguh tega Mas padaku, kau torehkan luka yang begitu dalam pada hatiku.

"A-aku sungguh sakit Bu. Dengan begitu teganya Mas Aldo menusukku dari belakang. Hug hug hug" pecah kembali tangisku dalam pelukan Bu Mala.

Bu Mala terus mengelus pundakku, memberikan kekuatan pada diri yang sedang rapuh ini. Sedangkan Pak Ilyas, hanya bisa tertunduk tanpa kembali bersuara. Mungkin, Pak Ilyas bingung harus berkata apa.

🌼🌼🌼

Setelah kondisiku sedikit membaik, ku minta Pak Ilyas dan Bu Mala untuk pulang saja. Kasihan mereka jika harus membersamaiku, awalnya Pak Ilyas meminta Bu Mala untuk menemaniku saja, namun ku tolak secara halus. Bahwa aku sudah baik-baik saja. Dan berjanji akan datang ke rumahnya jika aku memerlukan bantuan mereka.

Akhirnya, Bu Mala pun mengalah. Ia ikut pulang bersama Pak Ilyas. Sepeninggalan Pak Ilyas dan juga Bu Mala, ku langkahkan kaki menuju kamar anak-anak. Melihat mereka tidur dengan nyenak, hati ini kembali terisi sembilu. Dengan menggigit bibir kuat-kuat ku tumpahkan lagi tangisku, sengaja ku bekap mulutku agar suara tangis tak terdengar oleh mereka.

Jam sudah menunjukkan pukul 3 dini hari, namun mata ini enggan terpejam. Sudah tak ku pedulikan lagi Mas Aldo, terserah saja ia akan diapakan oleh warga. Aku sudah tak peduli lagi.

Ku ciumi pipi kedua buah hatiku yang masih terlelap. Mengelus rambut mereka secara bergantian. Sekarang, mereka berdua lah penguat hidupku. Aku harus tegar dan kuat untuk mereka. Masa depan mereka masih panjang, aku tak ingin kedua anakku tumbuh dengan rasa sakit yang membersamai mereka.

Dari pada aku tak bisa tidur sama sekali, ku putuskan untuk menjalankan shalat malam saja. Aku ingin mencurahkan semuanya pada Allah. Siapa tau, dengan cara seperti ini hatiku bisa sedikit membaik.

Ku gelar sajadah dikamar anak-anakku, ku laksanakan shalat dua rakaat. Setelah selesai, aku berdzikir kepada Allah memohon ampunan atas semua dosa yang pernah aku perbuat. Bibirku terus sama melafalkan asma Allah, sedangkan mataku tak hentinya mengeluarkan air mata.

Allah, Allah...

Beri aku kekuatan menghadapi cobaan mu ini. Jadikan aku wanita tegar dan kuat. Aku yakin, kau tak akan memberi cobaan melebihi batas kemampuanku ya Allah. Batinku.

🌼🌼🌼

Lamat-lamat, suara muadzin membangunkan tidurku. Astagfirullah, ternyata aku tertidur diatas sajadah dengan masih menggunakan mukena. Saat membuka mata, kepalaku terasa sangat sakit. Belum lagi mata yang membengkak akibat terlalu banyak menangis. Ditambah, aku yang hanya tertidur sebentar sekali.

Dengan sedikit kepayahan, aku mencoba bangun dari tidurku. Membuka mukena yang ku kenakan dan pergi menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Usai mandi dan wudhu, ku bangunkan kedua anakku untuk melaksanakan shalat subuh.

Alhamdulillah, anak-anakku tak pernah susah dibangunkan untuk melaksanakan shalat subuh. Itu, karena aku dan Mas Aldo membiasakan mereka untuk melaksankan ibadah wajib tersebut.

Ku tunggu anak-anakku selesai berwudhu di mushola rumah. Ada yang kembali sakit ketika melihat tempat shalat Mas Aldo. Biasanya, dia akan menjadi Imam untuk kami semua. Namun, itu sudah tak terjadi dua bulan belakangan ini. Dan bisa dipastikan itu mungkin karena Sukma.

"Bun, Ayah mana? Gak ikut shalat bareng kita lagi?" ucapan Alan sontak membuyarkan lamunanku.

"Eh, em i-itu Bang. Ayah belum pulang. Semalam Ayah telfon jika pekerjaannya banyak sekali yang belum beres. Jadi, Ayah menginap di kantor" ucapku sedikit gugup.

"Yah, padahal Abang dan Adek kangen Ayah" ucap Alan dengan lesu.

"Gak papa, nanti kalau kerjaan Ayah sudah beres. Pasti bisa main lagi sama kalian. Maafin Ayah ya kalau akhir-akhir ini Ayah gak ada waktu buat kalian" ucapku berusaha menenangkan anak-anakku.

Walaupun dalam hati aku tahu, entah kapan lagi Mas Aldo bisa bersama mereka. Aku tak tahu, apakah nanti Mas Aldo masih peduli pada anak-anaknya ini.

"Sudah jangan sedih, lebih baik sekarang kita shalat. Nanti waktunya keburu habis. Abang, ayo sekarang jadi Imam" ucapku sambil meminta anak sulungku itu menjadi Imam.

Dengan lemah, Alan pun mengangguk. Dan akhirnya, kami lagi-lagi hanya shalat bertiga dengan Alan sebagai imamnya.

🌼🌼🌼

Mas, lihatlah. Betapa anak-anakmu merindukan kehadiran mu disini. Apa kau tak merindukan mereka juga Mas? Apa kau tak ingin memeluk mereka lagi dengan kasih sayang yang kau miliki?

Mas, saat kau melakukannya dengan Sukma. Tak ingatkah kau jika mempunyai istri yang harus dijaga hatinya? Tak ingatkah kau ada istri yang begitu khawatir menunggu kepulangan mu dirumah?

Mas, kurang berbakti kah aku selama ini padamu? Kurangkah aku selama ini menjadi istrimu? Jika iya, mengapa kau tak pernah bilang padaku. Malah kau mencari kehangatan dari wanita lain.

Tes

Tes

Air mata ini kembali menetes seiring lantunan ayat al-qur'an dibaca oleh Alan. Sulungku, anak shalehku, memang selalu menyempatkan membaca al-qur'an setelah shalat meskipun hanya beberapa ayat saja.

Lihatlah Mas, anak laki-laki mu. Dia tumbuh menjadi anak Yang baik Dan juga shaleh, sedangkan anak perempuan mu, tumbuh menjadi anak yang ceria dan juga cantik. Tak ada hati kah dirimu menyakiti darah dagingmu sendiri seperti ini Mas?

Ya Allah...

Sungguh, nikmat sekali cobaan yang kau berikan kepadaku. Ku tatap lagi kedua buah hatiku, baiklah aku tak boleh menangis lagi demi mereka. Aku harus bangkit demi kedua buah hatiku.

Bersambung...

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!