"A-aku ... akan mengikuti saran Kak Chelsea. Aku setuju untuk meminta tanggung jawab ke keluarga Kartawijaya," ucap Natasha dengan nada ragu.
"Baiklah, kalau begitu kakak akan bicarakan dulu hal ini dengan ayah."
Chelsea lalu pergi menuju ruang baca ayahnya. Dia mengambil napas dalam-dalam dan mengetuk pintu.
"Ayah, bolehkah aku masuk?"
"Ya, masuklah!"
Chelsea masuk ke ruangan begitu dipersilakan. Saat ini dia melihat ayahnya sedang sibuk dengan beberapa dokumen.
"Ada apa? Jika bukan hal penting lebih baik jangan bicara," ucap Tommy tanpa melihat ke arah Chelsea.
"Aku ingin bicara soal pria yang telah menghamili Tasha. Aku sudah mencari tahu dan terbukti jika pria itu adalah Daniel Kartawijaya."
"Oh jadi pria brengsek itu bernama Daniel Kar- ... Tunggu sebentar! Kau bilang Daniel Kartawijaya?! Maksudmu Tuan Muda keluarga Kartawijaya?!" Tommy melotot seakan tak percaya.
"Iya Ayah, aku dan Tasha juga berencana pergi ke kediaman mereka untuk meminta pertanggungjawaban. Aku kemari untuk memberitahu Ayah soal ini."
"Astaga, untung saja saat itu kau melarang ayah menggugurkan janin itu! Bagus, bagus ... sekarang kita punya kesempatan besar untuk menjalin hubungan dengan mereka! Dan pastinya bisnis keluarga kita akan berkembang lebih lagi!" seru Tommy sambil tertawa lebar.
"..." Chelsea diam seribu bahasa, bahkan juga mengepalkan tangan sekuat mungkin.
Keterlaluan, bagus katamu?! Putrimu sendiri diperkosa dan kau bilang itu hal bagus? Meskipun pria itu adalah seorang tuan muda, tetap saja hal seperti ini tidak bisa dibenarkan! Aku membencimu ayah, ayah selalu mengutamakan keuntungan dibanding apa pun.
"Oh iya, mari kita pergi ke kediaman mereka sekarang! Ayah akan pergi menemani Natasha!" ucap Tommy penuh antusias.
"Tidak!" bantah Chelsea dengan spontan.
"Kenapa? Hal seperti ini tidak bisa ditunda!"
"Natasha masih belum siap, Ayah jangan lupa jika dia masih trauma! Apa ayah pikir semudah itu untuk bertemu dengan pelaku yang telah merenggut kesucian dan juga impian seseorang? Meskipun dia orang dengan status terhormat, tapi tindakannya itu tetap saja bejat!"
"Dan Ayah juga tolong tahu dirilah sedikit, Ayah tak pantas mengakui bayi itu sebagai cucu!"
PLAKK!
Satu tamparan keras melayang begitu saja di pipi mulus Chelsea. Tommy tampak begitu emosi mendengar setiap kebenaran yang telah disebutkan oleh putrinya.
"Heh," Chelsea menyeringai, lalu menatap sinis pada ayahnya. "Apa kata-kataku salah? Dulu Ayah tak menginginkan bayi itu, tapi sekarang bangga sekali saat tahu siapa ayah dari bayi itu. Bahkan seorang bayi asalkan membawa keuntungan bagi Ayah juga tidak akan dilepaskan."
"Dasar kurang ajar! Kau berani menantang Ayahmu?!" bentak Tommy penuh amarah.
"Anggap saja begitu!" Chelsea langsung berpaling dan bergegas keluar dari ruangan. Dan tepat selangkah sebelum keluar tiba-tiba dia berkata, "Jangan temui Natasha! Dia jauh lebih trauma pada kekerasan Ayah ketimbang pria yang memperkosanya!"
Setelah Chelsea keluar dari ruangan, Tommy hanya geleng-geleng kepala dan menghela napas kasar. "Hahhh ... anak itu semakin lama semakin berani. Memang harusnya penerusku itu laki-laki, perempuan sepertinya selalu mementingkan perasaan daripada keuntungan. Aku khawatir jika perusahaan tidak akan berkembang jika saja tidak ada bayi itu. Pokoknya bayi itu adalah kunci yang harus aku jaga, inilah yang disebut berkah dibalik kemalangan."
***
Saat bayi Natasha tepat berumur seminggu, Natasha telah memantapkan diri untuk pergi bersama Chelsea meminta pertanggungjawaban dari keluarga Kartawijaya. Mereka mendatangi kediaman Kartawijaya sambil membawa bayi tersebut dan tanpa mengajak Tommy ikut bersama mereka.
Chelsea sengaja datang saat jamnya makan malam, dia tahu betul jika di jam-jam seperti ini mustahil jika orang yang ingin ditemui akan beralasan tidak ada di rumah. Tetapi, Natasha masih merasa takut dan lebih memilih untuk menunggu di mobil. Chelsea paham betul dan akhirnya menggendong sendiri keponakannya untuk bertemu dengan keluarga Kartawijaya.
"Apa tuan besar kalian ada di kediaman?" tanya Chelsea pada penjaga gerbang.
"Beliau ada. Apa kepentingan Nona ingin bertemu dengan beliau?"
"Katakan padanya jika aku datang membawa cucu mereka!"
Penjaga gerbang itu seketika terkejut, dia panik dan langsung melapor pada pelayan yang bertugas di dalam kediaman. Tak berselang lama kemudian datang seorang pria yang merupakan kepala pelayan di kediaman tersebut.
"Tuan besar ingin bertemu dengan Nona, mari ikuti saya!"
"Baiklah," Chelsea lalu mengikuti kepala pelayan tersebut dan diarahkan ke ruang tamu. Di sana belum ada seorang pun anggota keluarga Kartawijaya yang menyambutnya, tetapi dia sedikit merasa lega karena keponakannya tertidur pulas di pengakuannya.
Tak lama kemudian muncul semua anggota keluarga Kartawijaya beserta menantu mereka. Dan tentu saja pandangan Chelsea terfokus pada Daniel Kartawijaya, bertemu dengannya sudah lama dia nantikan.
"Suatu kehormatan bagiku bisa disambut oleh kalian semua," ucap Chelsea dengan ekspresi datar.
Tidak ada yang menjawab ucapan dari Chelsea, semuanya hanya membisu dan lekas duduk di sofa. Mereka semua merasa gugup lantaran tahu bahwa wanita yang datang bukanlah wanita sembarangan.
"Ehem, menurut keterangan dari pelayan tadi ... Bayi yang kau bawa adalah cucuku. Apa itu benar?" tanya Muchtar Kartawijaya, tuan besar keluarga Kartawijaya.
"Benar, Tuan. Kedatangan saya ke sini karena ingin meminta pertanggungjawaban dari keluarga Anda. Ayah dari bayi ini adalah putra Anda," jawab Chelsea dengan nada pelan, dia tidak ingin keponakannya terbangun.
"Hei, jangan sembarangan bicara! Apa kau punya bukti?!" tanya Daniel dengan ketus.
Seketika Chelsea menggunakan telapak tangannya untuk menutupi telinga si bayi. Kemudian menatap Daniel dengan tatapan sinis. "Mohon jangan bicara terlalu keras, saya tidak ingin bayi ini terbangun dan menangis lagi."
Chelsea lalu beralih menatap Tuan Muchtar, "Saya datang ke sini tentu saja dengan persiapan, jika Tuan memerlukan bukti, maka akan saya berikan! Bukti itu merupakan laporan hasil tes DNA."
Chelsea menyodorkan selembar amplop berwarna putih ke meja, dan Tuan Muchtar langsung saja mengambil amplop itu. Sebelum membukanya, dia memperhatikan betul-betul nama laboratorium rumah sakit mana yang tertulis di luar amplop.
Rumah sakit itu adalah rumah sakit pusat, sudah tidak diragukan lagi kebenaran dari hasil tes itu. Dia lalu membuka amplop itu dan membaca isinya dengan saksama. Begitu selesai membacanya, pria tua itu menunjukkan ekspresi aneh sambil menatap sang bayi yang tertidur pulas.
Tuan Muda pertama yang berada dekat di samping ayahnya tiba-tiba merebut surat itu. Dia tercengang dengan isi dari surat hasil tes DNA tersebut.
Keyran ternganga, dia juga menatap Chelsea dengan tatapan tidak percaya. "Tunggu sebentar ... Ini sungguhan?"
"Tentu saja. Demi meminta pertanggungjawaban dengan cara terhormat, tidak mungkin bagiku untuk memalsukan hasil tes itu," jawab Chelsea.
"Heh, melihat dari ekspresi kalian berdua sudah dapat disimpulkan apa hasilnya." Daniel kemudian beralih menatap Chelsea dengan tatapan sinis. "Dengar baik-baik ya Nona, jika memang hasil tes itu benar maka silakan jangan sungkan-sungkan meminta pertanggungjawaban dari kakakku!"
Ekspresi semua orang langsung berubah begitu mendengar pernyataan ketidakterlibatan dari Daniel.
"Hei, apa maksudmu?! Jangan bicara sembarangan!" sanggah Keyran secara spontan, tentu saja dia tidak terima karena saat ini istrinya berada di sana.
"Aku mana ada bicara sembarangan? Kita semua tahu kalau yang datang adalah Nona Chelsea! Dan di antara kita yang paling memungkinkan untuk sering bertemu dengannya adalah kakak sendiri! Aku tahu kalau perusahaan keluarga kita dan keluarga Adinata punya beberapa hubungan kerja sama, kakak sendiri bukan yang mengurus soal kerja sama itu? Terlebih lagi di saat kakak belum menikah dengan kakak ipar sekarang, dulu kakak juga membawa Nona Chelsea ke rumah untuk dikenalkan ke ayah." Daniel bersikeras.
"Tapi ..." Keyran lalu menatap Chelsea lekat-lekat. "Aneh ... waktu terakhir kali kita bertemu dan membahas soal kerja sama antar perusahaan itu sekitar sebulan yang lalu. Aku ingat jelas saat itu bahwa perutmu biasa saja, tidak seperti orang yang mengandung. Sebenarnya bayi siapa yang kau bawa?"
Chelsea tersenyum tipis. "Tuan Muda Keyran memang orang yang cermat. Bayi ini memang bukan anak saya, tapi ... adik saya! Dan orang yang saya minta untuk bertanggungjawab adalah Tuan Muda Daniel."
"Apa?!"
Semua orang lebih terkejut lagi. Pikiran Daniel sudah melayang hingga ke mana-mana, padahal Daniel tidak kenal siapa adik Chelsea dan siapa gadis yang telah dia tiduri.
"Nak, lalu sekarang di mana adikmu itu? Kenapa bukan dia yang ke sini?" tanya Nyonya Ratna, nyonya besar keluarga Kartawijaya.
"Dia sekarang masih menunggu di luar, dia bilang takut jika harus berhadapan dengan kalian."
"Suruh dia ke sini!" seru Tuan Muchtar yang kemudian beralih menatap tajam Daniel. "Dan kau ... lebih baik kau diam saja nanti, kita semua akan tahu kesalahan apa yang sudah kau perbuat!"
"Huh," Daniel memalingkan wajahnya, dia masih berusaha mengingat-ingat tentang gadis mana yang pernah dia tiduri.
Chelsea mengeluarkan ponselnya dan menelepon Natasha untuk segera menyusul ke kediaman. Dan tak berselang lama kemudian dia datang dengan diantar oleh seorang pelayan dari kediaman.
Natasha tampak tidak percaya diri, dia terus-menerus menundukkan kepala. Hingga rasa penasarannya tak terbendung lagi, secara perlahan dia mengangkat kepala demi melihat semua orang yang sudah menantinya.
"K-kau ... Pelac*r!!" teriak Daniel secara spontan sambil menuding ke arah Natasha.
"Oeekk ... oeek ..." Tangisan bayi di pangkuan Chelsea terdengar keras. Seketika saat itu juga Chelsea terus mencoba untuk menenangkan bayi itu, namun hasilnya nihil.
Tangisan bayi belum berhenti dan Chelsea beralih menatap sinis kepada Daniel. "Jaga kata-katamu, Tuan! Adikku bukan seorang pelac*r!"
"Ka-kakak ...!" Natasha yang tak tahu harus berbuat apa langsung mendekati kakaknya.
Tak ada satu pun yang bicara, suara yang terdengar hanyalah suara tangisan bayi.
"Sshhh ... tenanglah sayang, cup-cup ... anak baik ..." ucap Chelsea yang masih berusaha menenangkan bayi itu, namun yang terjadi keponakannya itu tak kunjung tenang. "Sepertinya aku harus pergi, kau bisa jelaskan semuanya pada mereka sendiri." ucapnya pada Natasha.
"Kak ... aku takut," rengek Natasha sambil menggenggam lengan baju Chelsea.
Penjelasan dari mulut Natasha sangatlah penting dan tidak bisa ditunda-tunda lagi. Akhirnya Tuan Muchtar memanggil salah seorang pelayan di kediaman yang cukup ahli mengenai anak kecil untuk menenangkan bayi tersebut di ruangan lain. Awalnya Chelsea ragu, namun mengingat situasi yang sekarang akhirnya dia menyerahkan bayi itu kepada pelayan.
Suasana kembali menjadi tenang, semuanya sudah tidak sabar menanti penjelasan dari mulut Natasha. Tanpa basa-basi lagi Tuan Muchtar langsung berkata, "Jika kau memang benar ibu dari cucuku, di mana awal kesalahan ini terjadi?"
Natasha diam, dia tidak berani menatap langsung tatapan Tuan Muchtar. Namun Chelsea yang berada di sampingnya lalu memberikan isyarat agar Natasha tidak khawatir tentang apa-apa.
Natasha mengangguk pelan, "I-itu ... terjadi di hotel, Hotel Royal."
"Benarkah itu, Daniel?" tanyanya pada putra keduanya itu dengan sinis.
"Hahh ..." Daniel memegang keningnya yang mulai terasa pening. "Aku akui kalau aku memang melakukan sesuatu di hotel itu. Tapi ini bukan salahku!"
"Jadi kau tidak mau mengakui kesalahanmu?" sindir Keyran sambil tersenyum miring.
"Diamlah, Kak! Kau tak tahu yang sebenarnya!" bentak Daniel.
"Nak, jangan terbawa emosi ... Jelaskan semuanya pelan-pelan saja." ucap Nyonya Ratna sambil menepuk bahu Daniel.
Daniel menunduk. "Aku tidak ingat kapan tepatnya tanggal hari itu. Tapi saat itu aku memang sudah membuat janji dengan perusahaan start-up. Perusahaan itu menawarkan wanita untukku agar bisa menjalin kerja sama, yang mereka janjikan adalah seorang model yang juga baru akan debut."
"Aku ini seorang pria tulen, aku juga perlu menyalurkan hasratku. Hotel Royal memang tempat langgananku melakukan reservasi, khususnya kamar nomor 101. Hari itu ... aku datang ke hotel sesuai janji, saat aku masuk ke kamar aku sudah menemui gadis yang berbaring di ranjang dan pakaiannya pun dress pesta yang cukup terbuka. Tentu saja aku berpikir kalau dia adalah gadis yang sengaja ditujukan untukku. Tapi sekarang ..."
Daniel lalu menatap Natasha. "Gadis itu berada di sini dan membawa seorang bayi! Parahnya lagi mengaku kalau bayi itu adalah anakku! Sebenarnya siapa yang salah?! Siapa yang seenaknya masuk ke dalam kamar orang lain?!"
Air mata Natasha jatuh tanpa seizinnya, dia yang sedari tadi menatap lututnya sendiri tiba-tiba mendongak. "Kau pikir aku mau?! Aku masuk ke kamar itu tanpa sepengetahuanku! Aku juga dirugikan di sini! Aku awalnya seorang gadis yang punya mimpi dan orang lain yang aku sukai! Tapi sekarang semua itu hancur!"
"Oh, benarkah? Lalu bagaimana kau bisa ada di hotel itu? Mungkin saja sebenarnya kau juga berhubungan dengan orang lain yang kau sukai itu tapi dia tidak mau tanggung jawab, jadi kau menargetkan aku untuk menanggung semuanya!" ucap Daniel.
"Keterlaluan!! Bahkan jika itu benar adanya, aku sangat bersyukur atas hal itu! Setidaknya aku melakukannya bukan dengan pria buruk sepertimu!" teriak Natasha yang air matanya semakin mengucur deras.
"Tenanglah ..." Chelsea menepuk-nepuk punggung adiknya itu. "Jelaskan dari awal, agar kau tak selalu disalahkan."
Natasha mengangguk, kemudian menceritakan segalanya yang berawal dari pesta koktail di Hotel Royal. Bahkan Natasha juga menyebutkan semua orang yang terlibat, termasuk Ricky.
"Sudah dengar sendiri, bukan? Tuan Besar harusnya paham jika adikku juga adalah korban yang dimanfaatkan. Adikku hanya menginginkan kencan dengan orang yang dia sukai, tapi si bedeb*h Ricky itu tidak peduli atas keselamatan adikku dan meninggalkannya begitu saja di pesta. Bahkan mungkin saja dia yang mengatur agar Natasha bisa masuk ke kamar yang salah." ucap Chelsea.
"Hmmm ..." pria tua itu mengernyit.
"Semua bersumber dari Natasha sendiri, salahkan adikmu yang terlalu polos!" celetuk Nisa, dia adalah istri dari tuan muda pertama.
"Nyonya jangan menghina adikku, dia adalah korban!" bentak Chelsea seakan tidak terima.
"Lantas? Apa kau mau bilang kalau Daniel adalah pelaku utama? Dengar ya Nona, keselamatan diri sendiri itu adalah tanggung jawab masing-masing setiap individu, jadi jangan pernah bergantung pada orang lain!" pungkas Nisa begitu saja.
Chelsea membisu, dia merasa bahwa yang dikatakan oleh Nisa benar adanya. Karena sejak awal tidak ada unsur pemaksaan ataupun penipuan, semuanya murni atas keinginan Natasha sendiri yang datang ke hotel tersebut. Untuk pertama kalinya dia dibuat diam dan tak bisa membalas perkataan dari seseorang.
Chelsea menghela napas panjang, kemudian dia kembali berkata, "Baiklah, jika memang seperti itu maka anggap saja tidak ada yang salah. Hanya anggap saja kalau masing-masing pihak sama-sama dirugikan."
"Jadi bagaimana pendapat Anda, Tuan Muda Daniel? Apakah Anda bersedia bertanggung jawab?" tanya Chelsea dengan tatapan menusuk.
"Tidak! Aku masih ragu kalau bayi itu adalah anakku, dan mungkin saja adikmu ini memang nakal, dia bukan cuma pernah tidur denganku!" ucap Daniel sambil menatap Natasha dengan tatapan jijik.
"A-apa?!" Natasha membelalak. "Bisa-bisanya kau bilang begitu! Kau sendiri yang telah merenggut kesucianku! Kau saja yang pada dasarnya memang brengsek! Aku menuntut tanggung jawab penuh darimu!"
"Kami sudah mengalah dengan tidak melibatkan pihak berwajib, jadi mohon agar Tuan bisa diajak bekerja sama untuk mencari solusi dari permasalahan ini!" ucap Chelsea penuh penekanan.
"Heh, mengalah katamu? Silakan saja jika mau lapor, aku tak takut. Bahkan jika kau benar-benar melakukannya, justru citra keluarga kalian sendiri yang paling akan tercoreng. Aku hanya akan bertanggung jawab, hanya jika kalian bisa membuktikan bahwa benar-benar akulah ayah dari bayi itu!"
"Bukti apa lagi yang harus kami berikan? Kami sudah memberikan laporan hasil tes DNA! Silakan Anda baca sendiri dan cermati baik-baik!" teriak Chelsea yang mulai kehilangan kesabaran.
"Justru itu yang aku pertanyakan. Dari mana kau mendapat sampel tes DNA tanpa sepengetahuanku? Kau pasti telah memalsukan hasil tes itu yang sebenarnya adalah milik orang lain!" Daniel bersikeras.
"Huft ... Baiklah, untuk mengobati rasa penasaran Tuan, saya akan menjelaskan menurut versi saya."
Chelsea kemudian menceritakan semua yang berhubungan dengan kehamilan Natasha. Mulai dari ayahnya yang ingin menggugurkan janin itu, penyelidikan yang dia lakukan di hotel, hingga kesepakatannya dengan Alina yang merupakan sekretarisnya Daniel.
Mendengar semua penjelasan itu membuat Daniel membisu, lalu tiba-tiba saja Nyonya Ratna berkata sambil memandang ke arah Natasha. "Nak, bayimu perempuan atau laki-laki?"
"Laki-laki, dia bayi laki-laki yang sehat ..." jawab Natasha dengan suara lirih.
Wanita paruh baya itu lalu tersenyum lembut. "Syukurlah, tapi ... aku baru mengenal kakakmu, siapa nama lengkapmu dan berapa usiamu?"
"Natasha Faradila Adinata, usiaku 21 tahun ..."
"Ohh, lalu apakah bayimu sudah kau berikan nama?"
Natasha menggeleng. "Belum, aku tak tahu harus memberikan nama apa yang cocok untuknya ..."
Tiba-tiba Natasha menunduk, air matanya kembali mengucur deras. "A-aku sudah berbuat salah ... aku mengakui kesalahanku karena sempat ingin menggugurkannya, bahkan saat dia lahir aku juga tidak sudi memberikan ASI untuknya."
"T-tapi, suara tangisannya membuat hatiku sakit seakan aku akan gila jika terus mendengarnya. Aku tak tahan! Aku mencoba mendekatinya untuk membungkam mulutnya, tapi sesaat sebelum itu, dia langsung tenang saat aku menyentuhnya. Dia juga menggenggam jariku dengan tangannya yang mungil ..."
"Untuk pertama kalinya aku merasakan perasaan yang rumit semacam ini ... Dulu aku memang ingin menyingkirkannya dari hidupku, tapi sekarang aku sangat menyayanginya! Aku ingin dia tumbuh dengan sehat dan merasakan kasih sayang dari orang tua yang sepantasnya dia dapatkan!"
Natasha mendongak dan menatap Daniel lekat-lekat. "Aku mohon bertanggung jawablah! Yang aku butuhkan hanya sosok ayah yang bersedia memberikan kasih sayang untuk anakku!"
Tangisan Natasha semakin menjadi-jadi, bahkan Chelsea juga turun tangan dan memeluknya untuk mencoba menenangkan adiknya itu.
"Baiklah, aku akan bertanggung jawab! Tapi dengan satu syarat, aku mau tes DNA ulang!" ucap Daniel penuh penekanan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments
Asni J Kasim
ingin ku masukin cabe ini otaknya 😡😡
2022-12-26
0
Asni J Kasim
Bukannya dia melakukannya dengan Sadar, kenapa dia tidak bisa membedakan mana perawan dan bukan 😔😔😔
2022-12-26
1
Asni J Kasim
Cis! Ini kutabok Papa yang kek gini 😡😡
2022-12-26
1