Matahari belum muncul dari persembunyiannya. Tapi aku sudah sibuk mandi bersih bersih. Dan langsung di poleskan make up ke wajah ku.
Akhirnya hari bahagia yang di nantikan oleh semua wanita di dunia ini datang juga padaku.
"Nana tangan kamu dingin banget loh ini. Serius nggak papa?" Tanya kak Kintan padaku saat dia memakaikan sarung tangan ke tanganku.
Aku hanya menggelengkan kepalaku yang masih di rias oleh perias terkenal.
"Sumpah kamu cantik banget. Coba aja kamu sering sering pake make up pasti nggak akan sebeda ini kan." Kak Kintan menatapku dari atas ke bawah. Beberapa kali mengulanginya.
"Nggak nyangka loooh Nana." Kak Kintan memegang kedua bahuku. Masih terpesona dengan riasan wajahku.
Aku memang jarang menggunakan riasan, setiap hari aku hanya pakai sedikit lip cream Atau lip tint agar nggak pucat. Ya hanya sebatas itu karna aku bekerja di dapur dengan suhu panas dari oven dan kompor.
Jujur saja memang aku benar benar terlihat berbeda dari biasanya. Aku seperti orang lain.
"Kakak, emang aku nggak aneh ya? Ini kenapa beda banget muka aku." Kataku pada kak Kintan yang malah merangkulku.
"Mananya yang aneh sih? Kamu udah cantik banget gini. Ayo turun, astaga nanaaaa tangan kamu dingin banget." Kak Kintan kaget saat menggenggam tanganku yang sangat dingin.
Apakah ada perempuan yang tidak nerves di hari pernikahan nya? Hari yang di tunggu, hari yang di nantikan, dan hari yang di harapkan hanya terjadi sekali seumur hidup.
Beberapa kali kepalaku memikirkan hal hal buruk akan terjadi pada pernikahan ku. Seperti mendadak ada bencana alam, papa marah marah, mendadak Keenan hilang, atau ada mantan Keenan yang datang sambil bilang kalau dia hamil, otakku nggak berhenti memikirkan kemungkinan buruk yang akan terjadi. Ah aku jadi ingat Jasmine.
"Hey ayo jangan bengong." Kak Kintan menggenggam erat jemariku.
"Kak, doakan acara pernikahan ku hari ini lancar yaaa." Kataku padanya ingin meyakinkan diriku sendiri.
"Ia sayang. Pasti, pasti semuanya bakal berjalan dengan baik baik aja kok. Ayo." Aku membalas kak Kintan dengan anggukan.
00
Flashback
Aku menatap Keenan dengan pandangan sedikit takut, lalu memalingkan mukaku menatap ke arah jalanan. Jujur saja aku sangat takut karna Keenan memintaku untuk menemaninya menemui papaku.
Aku menggigit bibirku ketakutan, menghentak hentakkan kaki pelan dan berkali kali menghela nafas.
"Nana." Panggil Keenan yang aku tanggapi dengan sedikit kaget.
Aku hanya menatap Keenan tak sanggup bertanya.
"It's ok na. I'm here." Katanya menggenggam tanganku yang gemetar.
Keenan menatapku dengan mata meyakinkan miliknya. Tapi aku nggak sanggup dan malah menarik tanganku dan berpaling darinya.
"Kalo dia marah gimana?" Tanyaku memunggungi Keenan.
"Kan ada aku. Kalo papa kamu marah dia bisa marah ke aku." Kata Keenan tenang.
"Nggak sesimpel itu." Kataku.
"Dia nggak akan marah cuma karna kita minta dia jadi wali nikah kamu kan. Itu memang kewajiban dia." Jelas Keenan lagi.
Kini Keenan memegang kedua bahuku dan membalikkan tubuhku menghadapnya.
"Sini liat aku." Keenan mengarahkan kepalaku ke arahnya, mengunci tatapan mataku lagi. Ah dia pandai membuatku terfokus hanya padanya.
"Cerita ke aku apa yang paling kamu takut dari papa kamu sampe kamu nggak mau ketemu." Tanya Keenan memegang kedua tanganku.
"Aku takut, dia nyusahin kamu. Aku takut papa aku minta uang terus ke kamu. Aku takut dia celakain kamu. Aku takut dia pukul aku lagi." Dan aku malah menangis setelah mengucapkan itu.
Keenan memelukku di usapnya kepalaku lembut. Apakah ini yang di namakan nyaman, sudah lama rasanya aku nggak menangis di pelukan orang lain. Sudah lama aku nggak mengekspresikan hatiku. Selama ini aku cuma punya mama yang nggak mungkin aku lukai hatinya cuma karna menangisi ketakutanku pada papa.
Mamaku berhak bahagia kan.
"Papa kamu nggak akan pernah bisa lagi sakitin kamu lagi. Aku bakal selalu ada disini, jagain kamu dari papa kamu. Nana, apa jadinya hubungan tanpa kepercayaan satu sama lain?" Tanya Keenan padaku setelah memenangkan ku.
"Kalo kita nggak saling percaya, kita nggak bisa bareng bareng terus kan." Katanya menjawab pertanyaannya sendiri.
"Jadi percaya aja sama aku ya." Katanya melepas pelukan dan mengusap air mataku.
Aku hanya mengangguk mengerti dan Keenan memelukku lagi.
00
"Oh jadi kamu mau nikahin anak saya?" Ucap papa Nana pada Keenan.
"Ia om, saya mau minta restu dari om juga minta tolong agar om bisa jadi wali Nana di hari pernikahan kita." Jelas Keenan pada papaku.
"Saya nggak suka sama kamu. Kamu kurang ajar sama saya waktu itu. Satu tinjuan dari saya juga belum cukup buat kamu." Kini emosi papaku tampak meluap.
"Om memang nggak bisa ya di ajak ngobrol baik baik kaya gini." Ucap Keenan dengan suara rendah mengerikan miliknya.
"Gini aja kita buat perjanjian om mau minta apa saya turutin. Tapi setelah pernikahan kita, om nggak akan bisa lagi ganggu kehidupan Nana. Om nggak bisa lagi minta apapun dari kita kecuali memang kita yang mau kasih. Om setuju?" Sisi pembisnis Keenan muncul tanpa ragu.
"Boleh juga penawaran kamu." Papaku meminum air di depannya sebelum melanjutkan kata katanya.
"Saya minta rumah seisinya, mobil, dan uang 1 milyar. Apa kamu bisa memenuhi keinginan saya." Papa menjawab dengan senyum mengejek miliknya.
Aku memegang lengan Keenan dan menatap nya seakan bilang tidak usah. Jangan turuti papaku. Tapi Keenan hanya meyakinkan ku dengan anggukan kepalanya.
"Kita akan tanda tangani surat perjanjian. Besok kita ketemu lagi disini, di jam yang sama. Senang berbisnis dengan anda." Keenan menjabat tangan papaku lalu mengajakku pergi dari sana.
"Nana." Panggil papaku saat aku sudah berdiri.
"Kamu tau kenapa mama mu mati?" Tanya papaku dengan wajah meremehkan. Wajahnya yang menua itu membuatku sedikit sedih jika mengingat papa pernah sangat menyayangiku.
"Dia mati karna kamu. Karena dia bersikeras membesarkan kamu dengan keluarga yang utuh. Ada papa ada mama seperti permintaanmu. Padahal dia bisa berpisah denganku sejak lama, tapi dia terlalu bodoh cuma memikirkan kamu." Papa berdiri dari tempat duduknya berjalan mendekatiku dan membisikkan kata kata.
"Kalau dia pisah sama papa dari dulu. Dia nggak akan sakit sampai mati." Dan papa berjalan menjauh, tapi aku menahannya.
"Nggak pa. Mama meninggal bukan salah Nana. Itu salah papa yang selalu siksa mama. Semua salah papa. Papa yang selalu buat mama sedih, sakit, papa yang bikin Mama jadi nggak punya waktu untuk istirahat. Papa yang khianatin mama. Semua salah papa dan perempuan perempuan sialan yang cuma tau ngerusak rumah tangga orang. Itu semua salah papa." Kataku marah tapi air mataku berlinang tanpa di sadari.
Saat itu papa siap menamparku tapi Keenan menghalangi papa dan meminta pengawalnya untuk membawa pergi papa.
Aku lemas dan hampir terjatuh jika Keenan tidak menahanku.
"Nana, kamu kuat. Mulai sekarang kita hadapi ini sama sama yaa. Kamu hebat." Ucap Keenan padaku.
.
.
.
.
.
.
.
TBC
Nadiapuma
30.07.2020
Aku up siang siang ah biar makin panas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Putri Minwa
jangan lupa mampir di mutiara Yang Terabaikan ya thor
2022-11-10
0
elisabeth sembiring
ada ya bapak memanfaatkan anak2nya.
sydah nggak pernah tanggung jawab, e e malah morotin uang calon mantu.
Astaghfirullah, Subhanallah, Allahu Akbar
2021-04-10
0
Lutfi Ivansah Kahtami
jangan sampe ada pelakor ya thorrrr di rumah tangga nana Ama Kenan😘😘😘
2020-07-30
1