Di depan rumah Ibu mertuaku, Aku turunkan tubuh Meta yang sempoyongan. Bekas muntahan Meta juga berceceran di atas jok mobil. Aku geleng-geleng kepala, seorang Meta yang berpendidikan tinggi bisa terjerumus oleh pergaulan yang salah. Apa salahku, apa Aku kurang dalam mendidiknya selama jadi istri? "*Oh ya Tuhan, ampuni Aku*. *Semua ini salahku yang tidak bisa mendidiknya ke* *jalan yang benar*!" Batinku bermunajat.
Aku gedor pintu gerbang rumah mertuaku. Tidak lama seorang penjaga membuka gerbang dan menghampiri. "Pak Sakti....!" Kejutnya melihat ke arah kami yang membopong tubuh Meta.
"Umar, tolong bersihkan jok mobil saya. Pakai pewangi pakaian ya, sampai baunya hilang." Perintahku seraya berjalan membopong Meta bersama Al.
"Dor, dor, dor....!" Pintu rumah itu Aku gedor sambil mengucap salam. "Assalamu'alaikum....!" Ucapku lantang. Beberapa menit kemudian pintu dibuka. Ibu mertuaku muncul dari balik pintu.
"Meta....!" Pekik Ibu mertuaku seraya merangkul Meta. "Ada apa ini Sakti, kenapa Meta sempoyongan begini? Seperti orang mabuk?" Cecar Ibu mertuaku terlihat bingung dan heran tanpa basa basi.
"Sekarang mungpung ada Ibu, Sakti datang kesini untuk mengembalikan Meta pada Ibu." Ucapku sambil terengah-engah.
"Apa maksud kamu Sakti, mengembalikan bagaimana?" Tanya Ibu mertua terbelalak.
"Seperti yang Ibu tahu, dua tahun yang lalu Sakti pernah mengajukan cerai pada Meta, namun Meta tidak mau dan mengancam akan bunuh diri. Ok, dua tahun berlalu dan Sakti tidak menceraikan Meta dengan alasan Meta melakukan percobaan bunuh diri. Dan Sakti mencoba memberikan kesempatan pada Meta untuk berubah. Namun apa yang Sakti dapatkan, kekecewaan dan kekecewaan. Sekarang inilah finalnya buat Sakti. Meta rupanya sudah tidak bisa Sakti pertahankan lagi. Sakti talak Meta sekarang juga." Ucapku lantang.
"Apa...? Setelah kamu duakan anakku dan terbongkar perselingkuhan kamu, kini dengan seenaknya kamu talak anakku. Dasar, pengkhianat Kau Sakti." Teriak Ibu mertua kencang sehingga terdengar ke dalam rumah. Pak Malik, Bapak mertuaku yang sejak tadi tidak nampak, kini muncul dari dalam dan terhuyung merengkuh bahu Ibu mertuaku.
"Kenapa ini, ada apa?" Tanya Pak Malik, bapak mertuaku terlihat panik melihat Meta terbaring.
"Sakti, tidurkan dulu Meta di sofa!" Perintah Pak Malik memberi aba-aba supaya Meta dibaringkan di sofa. Aku dan Aldin serta Pak Malik menggotong tubuh Meta yang kini tidak sadarkan diri.
Setelah Meta dibaringkan, seorang ART segera menangani Meta untuk dibersihkan dan dikompres bekas muntahan di mulutnya. Kini dia sudah bersih namun masih tidak sadarkan diri. Ibu mertuaku, Bu Mala berusaha mengoles-oles minyak kayu putih dekat hidungnya supaya terhirup oleh Meta.
"Meta, bangun Nak....!" Bu Mala nampak sedih dan sedikit panik seraya menggerak-gerakkan tubuh Meta. Sementara Aku dan Al saling melempar pandang. Aku akan bertekad hari ini harus memberikan keputusan pada Bapak dan Ibu mertuaku, seperti saran yang tadi sempat Al berikan padaku.
"Ini semua gara-gara kamu, Sakti. Kalau kamu tidak mengkhianatinya, maka Meta tidak akan seperti ini!" Tuding Bu Mala kepadaku, berteriak. Pak Malik menatap ke arahku seakan meminta penjelasan.
"Begini Pak, Sakti dan Al sepupu Sakti menemukan Meta sedang berada di club malam. Kami melihat Meta sudah banyak minum dan mulai tidak terkendali. Saat itu yang bisa kami lakukan hanya membopongnya dan membawanya kemari. Sakti sudah menyerah dengan apa yang dilakukan Meta. Tolong pahami posisi Sakti, Bapakpun tahu apa yang terjadi dalam rumah tangga kami selama ini!" Ungkapku berusaha sedikit mengawali maksudku yang dua tahun lalu batal.
"Maksdunya, kamu ingin benar-benar menceraikan Meta anakku, setelah kamu mengkhianati anakku dan menduakannya?" Tanya Pak Malik mencoba meyakinkan.
"Sakti tidak benar-benar mengkhianati Meta, tapi Sakti berusaha menyembuhkan kekecewaan akibat perbuatan Meta. Apakah Bapak menutup mata semua perbuatan Meta terhadap Sakti. Selama dua tahun bahkan lebih, Sakti berusaha sabar dan memberikan Meta kesempatan, tapi apa balasannya? Semua hancur, anak ditelantarkan, usaha Sakti hampir bangkrut, dan sekarang Sakti diambang kehancuran. Ini semua gara-gara Meta terjerumus dengan kehidupan sosialita." Ucapku panjang lebar menumpahkan semua unek-unek yang selama ini dipendam.
"Tapi Nak, kenapa tidak mencoba memberi kesempatan sekali lagi untuk Meta. Saya tahu dia khilaf dan sering mengecewakanmu, tapi saya harap Nak Sakti memberi kesempatan sekali ini saja untuk Meta berubah." Pak Malik memohon kepadaku dengan sungguh-sungguh.
"Dengar ya Sakti, rasa sakit Meta karena kamu duakan tidak akan pernah terobati. Maka tunggulah pembalasan dari kami. Kamu jangan senang dulu dan bahagai dengan istri keduamu. Lihat saja apa yang akan kami lakukan!" Ancam Bu Mala marah.
"Bu... jangan bicara seperti itu!" Sergah Pak Malik sambil menyenggol lengan Ibu mertuaku.
"Silahkan Ibu melakukan apapun, yang jelas Sakti tidak akan diam. Untuk kali ini Sakti tidak akan mengalah, maka Ibu jangan salahkan Sakti menduakan Meta. Karena Meta berubah menjadi seperti ini karena campur tangan Ibu. Meta lebih patuh sama Ibu ketimbang saya suaminya. Apakah Ibu pernah merasakan di posisi saya, yang sebagai seorang suami selalu ditentang? Ibu juga malah memberi jalan untuk Meta menentang dan memberontak dari saya." Tuturku penuh emosi.
"Meta masih muda dan butuh kebebasan bersosial, jadi harusnya kamu kasih kebebasan karena masa mudanya terlanjur kamu rampas. Setelah menikah Meta tidak bebas kemana-mana, selalu kamu batasi, itulah dia jadi memberontak!" Ucap Ibu membela Meta.
"Saya tidak paham dengan pemikiran Ibu, Meta sudah menikah dan punya suami jadi Saya berhak melarang Meta bersosial dengan si A atau si B. Saya tidak mengekang Meta, dia masih Saya beri kesempatan untuk bergaul tapi pada batasannya. Kalau Meta merasa terampas masa mudanya, kenapa tidak dari dulu dia menolak lamaran Saya, sayapun sama masih muda saat itu, Meta 22 tahun dan Saya 24 tahun. Kenapa harus menyalahkan Saya, bahwa Saya yang merampas masa muda Meta?" Ucapku terengah-engah dan geram pada Ibu mertuaku yang menyalahkan Aku.
"Dan satu yang perlu Ibu ingat, Meta seperti ini adalah campur tangan Ibu. Ibu yang menjerumuskan Meta sehingga menjadi tersesat, maka Ibu harusnya bertanggungjawab!" Pungkasku mengakhiri semua unek-unekku. Ibu mertuaku terbelalak marah, dia tidak percaya Aku berani berkata-kata banyak dihadapannya. Mungkin dia pikir karena selama ini Aku diam dan selalu mengalah, jadi tidak percaya jika Aku akan bicara banyak.
"Kamu tidak akan bisa apa-apa Sakti jika Meta su....!"
"Maksud Ibu, Sakti tidak akan bisa apa-apa karena Meta akan bunuh diri? Silahkan, jika itu maunya Meta. Atau sekalian Sakti siapkan racun untuk bunuh diri, Sakti tidak apa-apa masuk penjara biar Meta puas sekalian!" Potongku menghentikan omongan Ibu mertuaku. Ibu mertuaku semakin kesal dan memelototkan matanya. Sedangkan Pak Malik hanya bisa terdiam. Diapun tahu sepak terjang anaknya, jadi beliau hanya diam tertunduk.
"Pak... Sakti minta maaf jika kedatangan Sakti membuat Bapak terganggu dan tidak berkenan, Sakti pamit," ucapku mengakhiri perdebatan panas dan penuh emosi ini. Aku segera beranjak dari rumah mertuaku sebelum Meta sadar.
Aku merasa sedikit plong telah mengatakan semua perasaanku yang selama ini Aku pendam. Iya memang Aku salah, menikah lagi saat masih belum mengakhiri pernikahanku yang pertama. Jadi, kedua mertuaku menganggap Aku berkhianat. Namun semua itu Aku lakukan karena sebuah pilihan yang terpaksa Aku ambil. Meta yang tidak mau berubah, dan ketika dihadapkan surat gugatan cerai dia mengancam akan bunuh diri yang selalu membuat Aku takut dan terancam.
"Ayo Al, kita kembali." Ajakku pada Al Asisten pribadiku yang selalu setia padaku. Alpun melajukan mobilnya menuju kota tempatku bekerja.
Pov Sakti End
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
anggita
mampir nancapkan jempol like👍 aja..
2023-01-13
1
mom mimu
hadir lagi kak Lin... semangat 💪🏻💪🏻
2022-11-12
1
mom mimu
emak nya meta toh dalang nya, buah gak jatuh jauh dari pohon nya ya 😅😅
2022-11-12
1