"Sayang... Mas pergi dulu ya, Mas ada kerjaan yang tidak bisa ditinggalkan!" ucap Mas Sakti saat akan berpamitan kembali ke luar kota.
"Baik-baik ya di sini, jaga diri dan hati," ucapnya mewanti-wanti. Sedang aku hanya bisa menatapnya sedih dengan perasaan rindu yang masih menggebu. Terpaksa aku melepas kepergian Mas Sakti dengan berat hati.
"Wa Rasih, titip istri saya. Saya pamit dulu," ujarnya lagi pada Wa Rasih. Wa Rasih mengangguk seraya menyahut,
"Baik Den, hati-hati di jalan!"
Mas Sakti pergi menjalankan Mobilianya dengan kecepatan sedang, sementara waktu masih jam 5.30 pagi. Jalanan pun masih nampak lengang. Aku berlalu ke dalam, kembali lagi ke kamar dan membaringkan tubuhku.
"Ting...!"
Tiba-tiba bunyi notifikasi M-bankingku menyala. Rupanya Mas Sakti mengirimkan sejumlah uang sebagai nafkah ke rekeningku. Jumlahnya lebih besar dari bulan sebelumya. Padahal uang bulan yang lalu masih ada. Biarlah akan aku kumpulkan, setelah besar nanti uangnya akan kujadikan modal buat mendirikan butik. Itu obsesiku.
"Sayang, mas minta maaf tidak bisa lama menemanimu. Mas juga sedih berpisah dari kamu. Insya Allah minggu depan mas pulang lagi, ya. I love you... babe." pesan WA dari Mas Sakti setelah notifikasi M-bankingku menyala. Aku tidak membalasnya, yang ada aku hanya bertambah sedih.
Aku pemilik hatinya dan dia pemilik hatiku, tapi mengapa rasanya ada sesuatu hal besar yang disembunyikan Mas Sakti? Dan aku tidak tahu hal besar apa itu? Suatu saat aku harus mengetahuinya.
Kepergian Mas Sakti sebetulnya membuat hati sedih, aku masih ingin bersamanya. Namun karena pekerjaannya di luar kota yang tidak bisa ditinggalkan, terpaksa mengorbankan waktu kebersamaan kami.
Aku berkutat kembali dengan pekerjaanku sebagai pelayan di Butik Delia. Wanita matang yang masih cantik dan awet muda di usia 40 tahunnya itu, adalah pengusaha butik yang sudah terkenal di mana-mana. Aku merasa termotivasi dengan kegigihannya menjadi seorang pengusaha butik, suatu saat aku pun harus bisa mewujudkan impianku menjadi Desainer dan memiliki butik sendiri. Itu tekadku.
Masih disela waktu senggangku, aku belajar diam-diam membuat desain baru. Konsepku tetap gaun yang kekinian dan menganak muda. Mungkin dipengaruhi oleh usiaku yang masih terbilang muda, jadi semua desain yang aku buat tidak luput dari tema anak muda atau ibu muda kekinian. Aku terus belajar dan belajar supaya keahlianku dalam mendesain semakin terasah seperti Mbak Nira.
Sampai pada suatu senja di hari Sabtu saat jam pulang tiba, Mbak Nira memanggilku untuk ke ruangan Bu Delia. Aku heran, ada apa sebenarnya?Aku mengikuti Mbak Nira di belakangnya, jantungku tiba-tiba berdebar kencang seperti akan ada sesuatu kabar yang mengagetkan, entah itu baik atau buruk.
Tiba di ruangan Bu Delia, Aku terkagum-kagum sejenak menikmati suguhan yang bernuansa hijau toska, warna favoritku. Beliau mendesain ruangannya secantik mungkin dan kesan adem menjalar di setiap sudut ruangan. Woww... seleranya tinggi. Wajarlah, Bu Delia, kan, orang kalangan atas. Maklumku.
"Silahkan duduk Nira dan Nafa. Kalian tahu kenapa kalian dipanggil ke ruangan saya?" tanya Bu Delia. Aku menggeleng, sementara Mbak Nira tersenyum kecil.
"Selamat ya Nafa, rancangan kamu yang minggu lalu saya acc dan terpilih sebagai rancangan yang harus dipajang atau dikeluarkan minggu depan. Banyak yang menyukainya, dan memesan rancangan gaun malam hasil desainmu. Rupanya kamu berbakat ya jadi Desainer."
"Di butik saya ini belum ada gaun malam yang konsepnya anak muda atau ibu muda, tapi sejak desain rancanganmu keluar, animo pembeli begitu besar dan banyak yang menginginkan rancanganmu. Jadi, mulai saat ini kamu naik jabatan menjadi Asisten Desainer. Kalian berdua akan jadi partner yang klop. Maka bekerjasama lah dalam pekerjaan ini."
Pernyataan Bu Delia barusan sontak membuatku terkesima, aku tidak menyangka. Benar-benar diluar dugaanku. Aku tiba-tiba sangat terharu, lalu memeluk Mbak Nira diiringi tangis bahagia.
Benarkah hasil desainku terpilih sebagai rancangan yang diminati kaum muda dan ibu muda? Aku memeluk Mbak Nira erat, dan berterimakasih padanya. Sebab berkat Mbak Niralah tangan terampilku bisa menghasilkan sesuatu rancangan yang diminati kaum muda dan ibu-ibu muda.
"Terimakasih Mbak Nira, Mbak begitu baik sama Nafa. Nanti gajihan Nafa traktir, ya" ujarku. Mbak Nira hanya ketawa menanggapi ucapanku.
"Okelah, mulai sekarang kalian harus jadi partner yang kompak. Berbahagialah Nafa," seru Bu Delia memberi ucapan selamat dan menyalami tanganku.
...****************...
Aku menjalankan motor maticku dengan kecepatan sedang. Hatiku berbunga-bunga setelah mendapat berita dari Bu Delia tadi.
Aku berhenti sejenak di toko makanan dan membeli beberapa cemilan dan minuman pelengkap kulkasku.
Saat aku mau keluar dari toko makanan itu, tiba-tiba secara tidak sengaja aku bertabrakan dengan seseorang.
"Bruk, aduhh," ringisku menahan sakit, tapi aku segera bangkit sebab senja sebentar lagi menghilang.
"Maaf Mas, saya tidak sengaja!" ucapku meminta maaf seraya memungut barang belanjaan yang tercecer. Saat aku berdiri dan sekilas melihat pria yang tadi tabrakan denganku, spontan aku berteriak tidak percaya.
"Mas Raka," jeritku.
"Nafa," jeritnya juga.
"Setelah sekian lama akhirnya kita berjumpa," ucapnya bahagia.
Mas Raka merupakan salah satu cowok terkenal di sekolahku dulu. Dia kakak kelas dua tingkat diatas ku. Malah dengar-dengar dia pernah naksir padaku saat itu. Namun aku tidak terlalu mempedulikannya. Sebab saat itu aku belum mau pacaran.
Sejak Mas Raka keluar SMA, aku mendengar dia kuliah ke luar negeri. Dan kini setelah 7 tahun lamanya, kami dipertemukan kembali.
"Maaf Mas, tadi Nafa tidak melihat ada orang. Jadinya kita malah tabrakan," ucapku gelagapan.
"Tidak apa-apa Naf," ucapnya pendek.
"Apa kabar Nafa?" lanjutnya bertanya.
"Nafa baik Mas, eh ngomong-ngomong Nafa permisi dulu ya, Nafa buru-buru takut keburu Magrib!" ucapku pamit dan segera beranjak.
"Nafa."
Aku tidak menyahut hanya menoleh sejenak, lalu menaiki motor maticku.
"Mas Raka..., Nafa duluan ya," teriakku berpamitan. Mas Raka menatap kepergianku nanar, seperti ada sesuatu yang ingin disampaikan.
Hari Minggu siang cuaca sangat panas, aku sengaja duduk di teras depan. Sambil memperhatikan bunga-bunga yang tertiup angin. Angin yang sepoy-sepoy seketika menerpa tubuhku, segarnya.
Tepat jam dua siang, tiba-tiba ada sebuah mobil berhenti di depan rumahku. Aku terus memperhatikan mobil itu. Satu persatu keluar, dua orang perempuan beda usia dari mobil itu. Yang satu sebaya dengan ibuku yang satunya lagi berusia sekitar 5 tahun lebih tua dariku.
Mereka berjalan dengan angkuh menuju ke arahku. Mereka dengan liar menatap nyalang ke arahku.
"Mau cari siapa Mbak dan Ibu?" tanyaku ramah meskipun yang ditanya tidak ramah sama sekali.
"Kami mau cari kamu," ucap mereka kompak dan tegas.
"Saya...? Ada apa cari saya?" Aku merasa heran.
"Untuk melabrakmu," desis wanita yang lebih muda seraya menatap mataku bengis.
"A- ada apa Mbak, men-cari saya? Tapi kenapa? Saya tidak merasa kenal Mbak?" tanyaku gugup.
"Alah, jangan pura-pura polos. Jadi, ini wanita simpanan Mas Sakti yang telah merusak rumah tangga orang?" cetus perempuan yang lebih muda dengan sorot mata tajam.
"Apa maksud Mbak, wanita simpanan perusak rumah tangga orang? Jangan asal tuduh Mbak, kalian salah orang. Saya telah menikah tapi dengan laki-laki singel," tandasku membela diri.
"Bukti apa yang bisa kamu sodorkan kalau kamu telah menikah dengan laki-laki singel?" tanya perempuan yang lebih muda dengan raut muka yang judes.
"Bukti buku nikah. Sebentar saya ambil," ucapku dan segera berlari ke dalam rumah. Di depan pintu aku melihat Wa Rasih menatapku khawatir.
"Jangan khawatir Wa, jika ada apa-apa dengan Nafa, Wa Rasih tinggal bantu Nafa nanti. Kalau cuma sekedar omongan kasar Insya Allah Nafa masih bisa menghadapinya," jelasku seraya berlari kecil menuju kamar.
Aku kembali lagi ke hadapan dua wanita berbeda usia itu dengan membawa bukti buku nikah. "Ini." Aku memperlihatkan buku nikah tersebut dengan hati berdebar.
"Jadi, saya harap Anda jangan sembarangan menuduh saya merebut suami orang, mungkin Anda salah orang," sergahku.
Kedua wanita itu ternganga tidak percaya saat aku memperlihatkan buku nikahku dan bermaksud merebutnya dariku, namun dengan cepat aku menepisnya.
"Jangan senang dulu pelakor, aku juga punya bukti buku nikah yang pengantin prianya aku yakin sama dengan buku nikah yang ada di kamu!" serangnya seraya mengambil sesuatu dari tasnya dan memperlihatkan sebuah buku nikah
"Lihat baik-baik. Ini foto suamiku. Enam tahun lalu kami menikah, dan kami telah dikaruniai seorang anak laki-laki. Kurang jelas bukti yang aku sodorkan?" Aku terhenyak tidak percaya dengan yang baru saja aku lihat. Pernikahan perempuan itu jelas sudah 6 tahun sedangkan aku cuma baru 6 bulan.
"Kenapa, kok diam? Panik ya kalau ternyata kamu baru sadar bahwa kamu adalah seorang pelakor?" tekannya.
"Tidak. Kalian pergi dari sini. Dan jangan sekali-kali kalian sebut saya sebagai pelakor, sebab yang saya tahu suami saya adalah pria singel. Pergi kalian!" usirku dengan dada yang bergemuruh.
"Hahahha. Kasihan sekali, masih muda tapi hidupnya hanya pandai merusak rumah tangga orang," ejeknya lagi sambil tertawa.
"Pergi... saya bukan pelakor. Pergi kalian!" usirku lagi diiringi isak tangis yang mulai keluar.
"Dasar pelakor, tidak bisa mendapatkan pria singel malah merebut suami orang," hardik wanita yang mengaku istri Mas Sakti dengan kasar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
mom mimu
ya ampun aku ikut nyesek naf 😭😭😭
2022-11-07
0
Bulan Rindu
kasian Nafa nya. padahal yang salah bukan dia. 😥
2022-09-10
0
Maya●●●
nyicil lagi kak😉
2022-08-15
1