Bab 4 Terbongkar 2

"Miris ya, masih muda tapi hidupnya hanya bisa menyakiti sesama perempuan. Tidak punya akhlak, pantas saja... sebab dia terlahir dari kalangan bawah yang bisanya cuma menghalalkan segala cara untuk mendapatkan sesuatu dengan mudah!" caci perempuan paruh baya dengan nada bicara yang kencang yang mampu didengar tetangga perumahan.

Sontak tetangga dekat perumahanku yang kebetulan mendengarnya berdatangan dan melihat kami sebagai tontonan. Ada yang mulai berbisik-bisik dan ada pula yang mencibir. Aku benar-benar terhenyak, seperti mendapat serangan fajar yang tiba-tiba, Aku hanya bisa diam mengatur nafasku. Rasa marah dan kecewa kini bergolak di dalam dada.

"Pergi kalian... kalian pembohong, saya bukan pelakor. Saya menikah dengan laki-laki singel. Dan saya tidak pernah merasa merebut suami orang! Pergi... pergi...!" tegasku menggebu-gebu.

"Dasar tidak tahu malu, sudah merebut masih tidak mau mengaku!" ujar perempuan muda sambil melemparku dengan sebuah batu, namun Aku menepisnya.

"Nih lihat Ibu-ibu muka pelakor, masih muda tapi kelakuan mirip wanita \*\*\*\*\*\*. Lihat saja ya akan aku laporkan perbuatan kamu pada polisi, karena telah merusak rumah tangga orang. Lihat saja apa yang bisa aku perbuat, dasar pelakor." Hardiknya mengancam sambil meludah.

"Ayo Bu... kita tinggalkan pelakor ini, heyy Ibu-ibu hati-hati dengan pelakor ini. Bisa-bisa suami kalian direbutnya juga!" pekiknya diakhiri sebuah kalimat peringatan pada orang-orang yang menonton adegan kami. Aku cukup kaget dan tubuhku terasa lemas, sementara sorot mata tetanggaku seakan menghakimiku bahwa Aku adalah benar-benar pelakor.

Wa Rasih menghampiriku dan berusaha memapahku ke dalam.

"Huhhhh... dasar pelakor!" ejek salah satu tetangga.

"Cantik-cantik... ehh... malah jadi pelakor." Timpal yang lain membuat telinga dan otakku panas.

Aku berlari menuju kamar membawa luka hati yang tiba-tiba menyala, tubuhku ambruk diatas kasur dan meraung-raung menangis. Hinaan dua orang wanita tadi masih terngiang-ngiang jelas ditelinga ini, dan cemoohan tetanggapun berseliweran di kepala. Kemarin baru saja mendapat kabar bahagia mengenai desainku yang diterima dengan baik oleh pemilik butik dan mengangkatku sebagai Asisten Desainer. Tapi kini secepat kilat seperti dihantamkan ke dasar jurang oleh pengakuan dua orang wanita tadi.

Hampir satu jam Aku menghabiskan waktu menangisi hinaan dua wanita tadi yang tiba-tiba datang tanpa disangka. Aku lelah, mataku bengkak dan dadaku bergemuruh. Aku tidak tahu kemana Aku harus mengadu, pulang ke rumah Ibu takut membuatnya shock dan sedih. Sebisa mungkin Aku harus menutup rapat dulu masalah ini dari Ibu dan adikku Nadi.

Nara, sahabatku. Sebaiknya Aku bercerita padanya. Siapa tahu rasa sesak di dada ini bisa sedikit lega jika bercerita padanya. Ku hubungi Nara via pesan WA.

["Nar, jika kamu senggang, datang ke rumah Aku, sekarang!"]. Pesan WA terkirim dan Aku kembali menenggelamkan diri di kasur.

Wa Rasih terus membujukku supaya makan dan berusaha menenangkan Aku, karena sejak siang tadi Aku memang belum makan. Ada rasa sedih dan prihatin di mata Wa Rasih melihat Aku terpuruk seperti ini. Namun dia tidak bisa apa-apa selain menenangkan Aku.

"Wa, percaya kan Nafa bukan pelakor? Nafa menikah dengan pria singel dan bukan pria beristri seperti yang dikatakan dua wanita tadi, mereka pasti berbohong. Iya kan, Wa?" Aku menatap dalam Wa Rasih, melontarkan pertanyaan yang tentu sulit dijawab. Sebab jawabannya tentu Aku sudah tahu sendiri dari apa Aku lihat tadi. Dari buku nikah yang diperlihatkan wanita yang lebih muda tadi.

"Neng, tenangkan dulu pikiran Neng Nafa. Sebaiknya Neng Nafa makan dulu, dari tadi belum makan. Uwa, khawatir dengan kesehatan Eneng," bujuk Wa Rasih sedih.

"Nafa tidak lapar Wa. Dan tolong Wa Rasih jaga rahasia ini dari Ibu dan adik Nafa di kampung, jika sewaktu-waktu mereka tiba-tiba menghubungi Wa Rasih. Tolong Wa Rasih jangan keceplosan," ucapku mewanti-wanti. Wa Rasih mengangguk seraya ngeloyor keluar kamar.

"Neng, minumlah dulu teh jahe untuk menghangatkan tubuh Neng Nafa. Supaya tidak masuk angin juga, sebab sejak siang tadi Neng Nafa belum makan." Sodor Wa Rasih menyodorkan secangkir teh jahe hangat.

"Letak di meja Wa. Makasih Wa!" ucapku masih lesu.

"Assalamu'alaikum....!" terdengar ucapan salam begitu lantang di depan pintu, tidak salah lagi ini pasti Nara sahabatku. Aku menunggu di kamar, membiarkan Nara dipersilahkan Wa Rasih masuk.

"Assalamu'alaikum... Nafa....!" ulangnya saat sudah berada di dalam rumah. Derap langkahnya semakin mendekat ke kamar, dan Nara membuka pintu kamar seraya celingukan mencari Aku.

"Nafa....!" Nara menghampiri dan merangkulku saat tatapannya menemukanku.

"Naf... kenapa dengan matamu?" Nara keheranan. Aku tidak menjawab, Aku hanya bisa menangis dan merangkul Nara. Bahuku bergetar saat tangisan itu tumpah. Nara mencoba menenangkanku dan mengusap bahuku.

Setelah Aku sedikit tenang, Nara mengurai rangkulanku perlahan. Dia tatap wajahku, dan berusaha menguatkan Aku dengan empatinya, diapun terlihat sedih padahal Aku belum cerita.

"Coba Naf, cerita perlahan sama Gue. Apa yang Lo rasakan. Dan kenapa Lo menangis sampai bengkak begini?" Nara mencoba mengorek dengan nada lembut.

Aku menarik nafas dalam, sebelum memulai bercerita. Aku tidak yakin Aku akan sukses menceritakan semua pada Nara, sementara dadaku masih terasa sesak dan rasanya masih belum percaya.

"Mas Sakti..., dia... , rupanya suami orang Nar....!" satu kalimat tersendat namun mampu meneteskan air mataku kembali. Bahuku bergetar hebat. Rasanya Aku tidak kuat untuk bercerita, namun Aku harus cerita sebab rasanya tidak kuat untuk Aku pendam.

"Apa..., apa maksud Lo Naf?" Nara kaget.

Aku menumpahkan tangisanku sebelum bicara kembali.

"Mas- Mas Sakti adalah suami orang Nar... hu u u u....!" tangisku kembali pecah. Tidak mudah bercerita sementara rasa kecewa dan sedih berkecamuk. Aku memang cengeng, namun baru kali ini Aku mengalami hal yang begitu mengecewakan sehingga air mataku mudah tumpah ruah.

"Tidak mungkin Naf... Gue tidak percaya. Coba pelan-pelan Elo cerita tapi tenangkan dulu hati Lo." bujuk Nara. Aku berusaha menarik nafasku dalam-dalam supaya Aku sedikit tenang dan kuat.

Akhirnya setelah Aku merasa tenang, Aku perlahan bercerita tentang kejadian siang tadi di depan rumah, dari mulai kedatangan kedua wanita beda usia, sampai caci maki dan ucapan kotor yang dilontarkan mereka, sampai tudingan **pelakor** diarahkan padaku. Semua Aku cerita tanpa terlewat secuilpun, tidak dikurang dan dilebihkan.

Aku sedikit lega setelah bercerita pada Nara. Nara nampak mengusap dada, dia terlihat berkaca-kaca setelah mendengar semua curahanku.

"Gue bukan pelakor kan, Nar....? Gue tidak pernah merebut suami orang, Mas Sakti datang ke Gue dan mengaku masih singel. Apa Gue salah menerima Mas Sakti dengan semua pengakuannya?" Aku menangis lagi setelah mengungkapkan isi hatiku pada Nara.

"Tenangkan diri Lo Naf, kalau masalah itu Elo harus bisa bicara langsung dengan suami Lo, Mas Sakti harus berkata jujur sejujur-jujurnya. Bicarakan dengan kepala dingin. Apa alasan dia dan kemudian apa keputusan Elo dan keputusan dia."

"Jangan emosi dulu, saat dia datang kesini Elo harus dengar dulu penjelasan dia. Setelah itu, baru Elo ambil keputusan. Tapi pikirkan dulu matang-matang jangan asal ambil keputusan saat emosi," sambung Nara begitu tenang membujukku. Dan Aku sedikit tenang dengan bujukan Nara.

Tidak berapa lama setelah Aku merasa tenang, tiba-tiba di depan terdengar suara deru mobil. Aku yakin itu mobil Mas Sakti. Dan benar saja. Mas Sakti masuk dengan tergesa dan dengan wajah yang gusar, tentu saja sebab belangnya sudah Aku ketahui. Aku membiarkan Mas Sakti tanpa menyambutnya, Aku kadung marah dan kecewa.

"Assalamu'alaikum...., sayang....!" ucapnya seraya menuju kamar kami. Aku mendiamkannya, dengan segera Nara berdiri dan beranjak meninggalkan kami di kamar. Aku ingin menahannya, namun Nara keburu bangkit.

Mas Sakti menghampiriku dan memelukku erat, dia tiba-tiba menangis dan bersimpuh di pangkuanku. Aku menepisnya, namun Mas Sakti meremas jenariku erat.

"Kasih kesempatan Mas untuk bicara, sekali ini saja. Beri waktu untuk kali ini. Tolong sayang. Ini tidak seperti dugaan orang yang menganggap bahwa semua yang Mas lakukan salah. Tolong..., dengar penjelasan Mas dulu!" tekan Mas Sakti memohon dengan wajah yang memelas. Aku hanya sanggup meneteskan air mata.

"Tidak perlu penjelasan apa-apa Mas, semua sudah jelas. Semua bukti dan penjelasan dua wanita tadi sudah cukup jelas. Mas ternyata menipuku, menipu Nafa....!" pekikku penuh emosi.

"Sayang... dengar dulu penjelasan Mas... tolong!" Mas Sakti memohon penuh kesungguhan, tatapannya sendu dan nampak begitu sedih.

"Sekarang yang Nafa inginkan hanyalah berpisah dari Mas Sakti. Ceraikan Nafa....!" tekanku sedikit berteriak.

Mas Sakti nampak terkejut dan sepertinya tidak percaya dengan apa yang Aku ucapkan barusan.

Terpopuler

Comments

mom mimu

mom mimu

huaaaa 😭😭😭 bab ini berhasil bikin aku nangis Bombay kak Lin...

2022-11-07

2

Maya●●●

Maya●●●

aku mampir lagi kak.
udah aku masukin favorite juga ya😊
semngattttt

2022-08-16

1

Rini Antika

Rini Antika

Semangat terus biarkan anjing menggonggong kafilah berlalu..😜

2022-08-12

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 Kecurigaan Nafa
2 Bab 2 Rindu yang Membuncah
3 Bab 3 Terbongkar
4 Bab 4 Terbongkar 2
5 Bab 5 Penjelasan Sakti
6 Bab 6 Meminta Cerai (Apa Salahku?)
7 Bab 7 Unek-Unek dan Kekecewaan Sakti
8 Menghindari Sakti
9 Bab 9
10 Sakti Junior
11 Surat Ijin Bermaterai
12 Aku Mencintaimu Selalu Mencintaimu
13 Asisten Desainer
14 Bertemu Mas Raka Lagi
15 Kericuhan di Butik Delia
16 Nafa Hamil
17 Kehamilan Nafa diketahui
18 Diberhentikan
19 Pulang
20 Pergi
21 Tempat Baru
22 Kembali ke Kota Cemara
23 Tidak Sengaja Bertemu dengan Ibu Mertua
24 Kebahagiaan Nafa di Butik Syafana
25 Tekanan dari Aldin buat Nara
26 Dihina tapi Dipuji
27 Menikmati Asinan dan Rujak Ibu Mertua
28 Belum Saatnya Bertemu
29 Kecurigaan Bu Sukma
30 Keberadaan yang Diketahui
31 Pertemuan yang Tidak Disangka
32 Mama Mertua yang Baik
33 Perceraian dan Kesepakatan
34 Ketok Palu Perceraian
35 Bujukan Mas Sakti
36 Pindah Rumah dan Hukuman Mas Sakti
37 Bayangan Meta
38 Kecemasan Nafa
39 Kecurigaan Sakti
40 Orang yang Ingin Mencelakai Nafa Masih POV Author
41 Nafa Pingsan
42 Bertemu Meta
43 Keinginan Nafa
44 Pindah
45 Bertemu Mas Raka
46 Kantor Adrian Wood
47 Ide Cemerlang Nafa buat Aldin
48 Bertemu dengan Mas Raka
49 Aksi diam Mas Sakti
50 Geliat Gaun Rancangan Nafa
51 Tamu yang tidak Terduga
52 Kepindahan Kembali ke Kota Kaktus
53 Naufara Butik
54 Insiden dan Perjumpaan dengan Aldin
55 Jangan-jangan Jodoh
56 Ke Rumah Bu Sukma
57 Kelakuan Bu Mala
58 Bertemu Meta
59 Seperti Musuh
60 Kantor Adrian Wood
61 Menemui Nara
62 Seperti Kencan
63 Terjebak Dalam Perangkap Dingin
64 Insiden tak Terduga
65 Nara yang Menakjubkan
66 Sebuah Hadiah Kecil
67 Tanda-tanda Melahirkan
68 Kontraksi Semu
69 Penguntit Tampan
70 Kesuksesan Nafa
71 Melahirkan (Baby Tifana)
72 Season 2 Mengejar Nara
73 Season 2 Kecurigaan Aldin
74 Makan Malam
75 Season 2 Kemarahan Aldin
76 Season 2 Telat
77 Season 2 Kekhawatiran Pak Kusuma
78 Season 2 Kesialan Nara
79 Kejadian yang Tidak Disangka
80 Pengumuman.....
Episodes

Updated 80 Episodes

1
Bab 1 Kecurigaan Nafa
2
Bab 2 Rindu yang Membuncah
3
Bab 3 Terbongkar
4
Bab 4 Terbongkar 2
5
Bab 5 Penjelasan Sakti
6
Bab 6 Meminta Cerai (Apa Salahku?)
7
Bab 7 Unek-Unek dan Kekecewaan Sakti
8
Menghindari Sakti
9
Bab 9
10
Sakti Junior
11
Surat Ijin Bermaterai
12
Aku Mencintaimu Selalu Mencintaimu
13
Asisten Desainer
14
Bertemu Mas Raka Lagi
15
Kericuhan di Butik Delia
16
Nafa Hamil
17
Kehamilan Nafa diketahui
18
Diberhentikan
19
Pulang
20
Pergi
21
Tempat Baru
22
Kembali ke Kota Cemara
23
Tidak Sengaja Bertemu dengan Ibu Mertua
24
Kebahagiaan Nafa di Butik Syafana
25
Tekanan dari Aldin buat Nara
26
Dihina tapi Dipuji
27
Menikmati Asinan dan Rujak Ibu Mertua
28
Belum Saatnya Bertemu
29
Kecurigaan Bu Sukma
30
Keberadaan yang Diketahui
31
Pertemuan yang Tidak Disangka
32
Mama Mertua yang Baik
33
Perceraian dan Kesepakatan
34
Ketok Palu Perceraian
35
Bujukan Mas Sakti
36
Pindah Rumah dan Hukuman Mas Sakti
37
Bayangan Meta
38
Kecemasan Nafa
39
Kecurigaan Sakti
40
Orang yang Ingin Mencelakai Nafa Masih POV Author
41
Nafa Pingsan
42
Bertemu Meta
43
Keinginan Nafa
44
Pindah
45
Bertemu Mas Raka
46
Kantor Adrian Wood
47
Ide Cemerlang Nafa buat Aldin
48
Bertemu dengan Mas Raka
49
Aksi diam Mas Sakti
50
Geliat Gaun Rancangan Nafa
51
Tamu yang tidak Terduga
52
Kepindahan Kembali ke Kota Kaktus
53
Naufara Butik
54
Insiden dan Perjumpaan dengan Aldin
55
Jangan-jangan Jodoh
56
Ke Rumah Bu Sukma
57
Kelakuan Bu Mala
58
Bertemu Meta
59
Seperti Musuh
60
Kantor Adrian Wood
61
Menemui Nara
62
Seperti Kencan
63
Terjebak Dalam Perangkap Dingin
64
Insiden tak Terduga
65
Nara yang Menakjubkan
66
Sebuah Hadiah Kecil
67
Tanda-tanda Melahirkan
68
Kontraksi Semu
69
Penguntit Tampan
70
Kesuksesan Nafa
71
Melahirkan (Baby Tifana)
72
Season 2 Mengejar Nara
73
Season 2 Kecurigaan Aldin
74
Makan Malam
75
Season 2 Kemarahan Aldin
76
Season 2 Telat
77
Season 2 Kekhawatiran Pak Kusuma
78
Season 2 Kesialan Nara
79
Kejadian yang Tidak Disangka
80
Pengumuman.....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!