Pemuas Ranjang CEO
Bara Atmaja, lelaki berusia 31 tahun yang memiliki hobi kerja. Pada usianya yang masih tergolong muda, ia sudah dipercaya memegang posisi CEO di PT Atmajaya Sentosa, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi. Namanya cukup dikenal di kalangan para pengusaha.
Memiliki karir yang gemilang ditunjang dengan wajah rupawan serta kekayaan yang berlimpah, tak menjamin hidupnya bahagia. Tiga tahun yang lalu, ia ditinggalkan oleh istri kesayangannya, Silvia Farasya, seorang model internasional yang cukup terkenal. Silvia pergi ke luar negeri demi mengejar karirnya. Ia tidan tahan dengan kemauan Bara yang memintanya meninggalkan pekerjaan sebagai model setelah melahirkan putra mereka, Kenzo Atmaja.
Sebelum pergi, Silvia mengatakan penyesalannya sudah memutuskan untuk cepat menikah dan memiliki anak dengan Bara. Karir yang telah susah payah dibangunnya seketika hancur saat ia hamil. Ditambah dengan kesibukan Bara yang sangat padat, sampai jarang memberikan perhatian kepada dirinya dan anaknya. Meskipun ia menyayangi Kenzo, namun setiap hari air mata terus mengalir di pipinya. Ia ingin kembali meraih karirnya.
Saat Kenzo berusia dua tahun, ia memutuskan pergi dari rumah, meninggalkan anak dan suaminya. Silvia pergi ke luar negeri demi meraih apa yang dicita-citakan sebagai seorang model profesional terkenal. Sekalipun itu akan menghancurkan rumah tangganya, ia tetap nekad mengikuti keegoisaanya.
Bara menyalakan rokonya sembari memandangi suasana kota di siang hari lewat jendela kaca di ruang kantornya. Mengingat masa lalu sering kali mrmbuat dadanya sesak. Ia masih belum bisa melupakan kemarahannya kepada Silvia yang tega meninggalkan dia dan anaknya.
"Woy! Siang-siang melamun!" seru Zack yang masuk begitu saja tanpa permisi ke ruangan Bara. Lelaki itu merupakan sahabat baiknya sejak SMA. Dia yang tahu persis bagaimana kehidupannya serta hubungannya dengan Silvia.
"Kenapa? Silvia lagi?" Zack mengambil sebatang rokok dari atas meja. Dengan santainya ia duduk di sofa sembari merokok. Zack menghampirinya.
"Sudah tiga tahun, Bro! Masa belum move on juga. Jangan seperti orang yang tidak laku, kamu itu masih cukup muda dan tampan untuk bisa mendapatkan wanita manapun yang kamu mau." Pembahasan Zack tak pernah jauh dari saran agar lelaki itu menikah lagi.
"Hah! Berani memberiku nasihat padahal kamu sendiri belum pernah menikah." Bara terkekeh.
"Nikah belum, tapi kawin sering, Bar ...."
Bara hanya bisa geleng-geleng kepala dengan kejujuran yang lelaki itu katakan. Zack memang pernah mengatakan tidak berkeinginan untuk menikah. Menurutnya, menikah adalah sesuatu yang sangat merepotkan. Dua orang dengan pemikiran berbeda akan sulit jika dipaksa tinggal bersama. Sampai saat ini, Zack belum menemukan pendamping hidup sejatinya.
Nama Zack bukanlah nama yang asing di setiap klab-klab malam di kota itu. Hampir semua klab malam pernah didatanginya. Tentu saja setiap klab yang didatangi pasti ada satu atau beberapa wanita yang pernah diajaknya tidur bersama.
Bara tak pernah menyalahkan pilihan Zack. Ia hanya sebatas bisa menasihati agar berhenti main-main.
"Ngomong-ngomong, apa punyamu masih bisa hidup?" ucapan Zack begitu tak tahu malu. Bara yang hanya mendengarnya saja malu membahas tentang hal itu. Bagi Zack, hal itu seperti sesuatu yang sudah biasa.
"Menurutmu bagaimana? Dasar sialan!" Bara menggerutu sembari menghisap rokoknya.
"Tiga tahun nggak terpakai aku khawatir nggak bisa berdiri lagi, Bar. Sesekali diasah kemampuannya lagi, persiapan sewaktu-waktu Silvia pulang kamu sudah siap tempur lagi."
"Ucapanmu ngelantur!" Bara memukul kepala Zack. Sahabatnya yang satu itu memang gila.
"Kenapa? Kita sudah sama-sama dewasa, ini bukan hal yang memalukan untuk dibahas. Sebagai lelaki, kita memang harus rutin mengeluarkannya supaya tetap sehat." Zack memamerkan otot lengannya yang kekar. "Yakin, tidak mau mencoba yang lain? Hidup hanya sekali, Bar ... nikmati ... seperti aku." Zack kembali menghisap rokok di tangannya.
"Aku tidak bisa menjalani hidup sepertimu, Zack. Baru membayangkan saja sudah merinding."
"Hahaha ... coba satu kali saja, siapa tahu cocok. Atau mau aku carikan wanita cantik untuk berkenalan denganmu? Dia bisa menemanimu bersenang-senang di apartemenmu." Zack selalu antusias dalam urusan mencarikan jodoh Bara, meskipun dirinya sendiri anti dengan pernikahan.
Bara memilih mengabaikan ucapan Zack yang ngawur. "Aku ada anak, Zack. Mana bisa aku melakukan hal seperti itu di rumah yang sama dengan tempat anakku tinggal."
Setelah istrinya pergi, Bara hanya tinggal berdua dengan Kenzo di apartemen. Dia hanya mempekerjakan pengasuh setengah hari di apartemennya yang bernama Bi Inten. Pengasuh Kenzo akan pulang setelah sore. Selain menjaga Kenzo, Bi Inten juga bertugas mengurus apartemen.
Bara tidak terlalu suka rumahnya ada orang asing, ia tidak suka mempekerjakan pelayan. Mungkin itu juga salah satu penyebab Silvia pergi meninggalkannya, ia tak kuat harus ikut mengurus rumah dan Kenzo.
"Sesekali kamu kan bisa menitipkan Kenzo di rumah orang tuamu. Mereka juga pasti akan senang jika Kenzo berada di sana. Ada anak kakakmu juga yang bisa bermain bersama Kenzo, anakmu tidak akan kesepian." Ada saja akal-akalan yang Zack utarakan. Dia sepertinya sudah lihai menggunakan seribu satu cara untuk menggaet wanita.
Bara terdiam sejenak sembari menghisap rokoknya. Kenzo memang senang jika diajak bermain ke rumah orang tuanya. Di sana, ada dua anak kakak perempuannya yang usianya tidak terpaut jauh dari Kenzo. Putranya betah berada di sana.
Akan tetapi, terkadang Bara masih terlalu berat untuk melepaskan sang anak. Ia takut setelah sang istri pergi, putranya juga akan ikut pergi meninggalkannya. Untuk menghilangkan rasa kesepiannya, ia selalu tidur berdua dengan Kenzo. Melihat ada anak di sampingnya membuat perasaan Bara tenang.
"Juniormu itu kasihan, butuh dimanjakan juga oleh kenikmatan."
Bara menyunggingkan senyum. "Aku tidak bisa membayangkan berbuat seperti itu dengan wanita lain, Zack."
"Kalau begitu, coba deh layanan pijat panggilan. Aku punya rekomendasi tempat yang cocok dan pelayanannya memuaskan. Mau aku kenalkan?"
"Hah! Apa lagi itu?" Bara terkekeh. Zack sepertinya sangat tahu sisi-sisi erotisme yang ada di setiap sudut kota.
"Enak, Bar. Tubuhmu bisa rileks jika sudah dipijat. Apalagi kamu tipe yang pekerja keras. Silvia pasti belum pernah memijitmu, kan? Mumpung dia sudah kabur, nikmati kebebasanmu, Bar ... buat Silvia menyesal telah mencampakanmu." Zack sudah seperti seorang affiliator sekaligus motivator yang tak henti-hentinya menawarkan produk dagangannya.
Bara bahkan tidak akan mengenal yang namanya klab malam kalau bukan Zack yang mengajaknya. Meskipun di sana ia hanya minum-minum dan tak berminat dengan satupun wanita, Zack tidak pernah absen untuk mengajaknya. Mengingat Bara yang sudah memiliki seorang putra, ia tak bisa terlalu leluasa pergi hingga larut malam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 195 Episodes
Comments
Rara
ceritanya raelistis
2022-10-20
1
Ajusani Dei Yanti
lanjut thorrrr kuh
2022-10-01
0
Yuli Silvy
baru gabung
2022-09-29
0