"Dad ...," panggil Kenzo.
"Kenapa, Sayang?" Bara menoleh sebentar ke sampingnya sembari mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang.
"Kapan kita ke Amerika? Katanya Mommy Kenzo ada di sana ...." Kenzi tampak duduk lemas di sebelah ayahnya. Sejak tadi ia malas-malasan memainkan mainan yang baru dibelikan ayahnya.
Bara mengambil napas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. Dadanya terasa sesak setiap kali putranya menanyakan tentang keberadaan Silvia. Ia sendiri tak tahu tepatnya wanita itu ada dimana. Berkali-kali sudah ia coba hubungi, namun tak pernah tersambung. Entah wanita itu masih mengingat anaknya atau tidak.
Bara cukup tahu diri jika Silvia masih marah kepadanya. Dulu, ia pernah memaksanya agar berhenti kerja dan fokus mengurus keperluan rumah tangga di rumah. Wanita tipe mandiri seperti Silvia tak akan pernah betah berada di rumah. Namun, setidaknya wanita itu harus peduli pada putra yang telah dilahirkannya.
"Mommy masih sibuk, Sayang. Kita tidak boleh mengganggunya. Nanti kalau sudah tidak sibuk, Mommy pasti pulang untuk menemuimu."
Kenzo terdiam. Ia memilih memukul-mukulkan dua mainan super hero yang ayahnya belikan untuk melampiaskan kekesalannya. Ayahnya selalu membuat alasan agar dia tak bisa bertemu dengan ibunya.
Bara heran sendiri. Biasanya Kenzo tidak seperti ini. Anak itu sudah lama tidak pernah lagi membahas tentang ibunya. Ia terlihat selalu ceria setiap pulang sekolah.
"Apa ada masalah di sekolah?" tanya Bara. Tidak mungkin Kenzo tiba-tiba menanyakan ibunya tanpa sebab.
"Guru di sekolah bilang Kenzo dibuang Mommy, Dad ...."
Bara terkejut mendengar laporan dari putranya. Bisa-bisanya seorang guru bergosip tentang masalah pribadi keluarga muridnya di sekolah, bahkan sampai harus didengar oleh murid tersebut. "Apa guru yang tadi bersamamu? Bicara apa saja dia kepadamu?"
"Bukan Miss Retha, Dad ... Miss Retha baik."
Bara kira wanita yang bersama Kenzo saat ia datang menjemputnya merupakan guru Kenzo. Kalau bukan guru Kenzo, kenapa ia masih berada di sana menemani Kenzo. Seperti apa guru yang berani membuat putranya menjadi bersedih hati?
"Kalau bukan Miss Retha, lalu siapa?" tanya Bara. Ia memang tak pernah menjemput Kenzo di sekolah sebelumnya. Pak Diman yang lebih tahu karena setiap hari mengantar jemput Kenzo.
"Gurunya Kenzo, Dad ...."
"Siapa, Sayang ... Daddy kan tidak tahu."
"Miss Dian!" jawab Kenzo dengan nada kesal. "Besok Kenzo tidak mau sekolah. Kenzo tidak suka Miss Dian."
"Hey, jagoan Daddy tidak boleh seperti itu. Besok biar Daddy datang ke sekolah untuk menasihati Miss Dian supaya tidak membicarakan tentang Mommy lagi. Tapi, Kenzo harus tetap mau sekolah, ya ...."
Kenzo menggeleng. Wajahnya terlihat kesal.
"Jadi, Daddy harus bagaimana supaya Kenzo berhenti marah?" Ini pertama kalinya Bara sulit berdiskusi dengan putranya. Hari ini Kenzo sangat keras kepala.
"Kenzo mau pindah ke kelas Miss Retha, Dad ... Kenzo tidak mau di kelas Miss Dian."
Bara mengembangkan senyum. Ternyata putranya sedang menjadi orang yang pemilih. "Memangnya Miss Retha itu guru yang baik?"
Kenzo mengangguk.
"Oke, kalau itu maunya Kenzo, nanti Daddy telepon kepala sekolah supaya kelasmu dipindah. Apa kamu senang?" tanyanya.
Kenzo tersenyum lebar. "Terima Kasih, Dad ...."
Bara lega bisa melihat senyuman di wajah Kenzo telah kembali. Rasanya seluruh perjuangannya sebagai orang tua tunggal akan sia-sia jika Kenzo tidak merasa bahagia. "Sekarang kita ke rumah sakit dulu, ya ... kita lihat bagaimana kondisi Pak Diman."
"Pak Diman tidak mati kan, Dad?" tanya Kenzo polos.
Bara tak bisa menahan tawanya dengan pertanyaan yang keluar dari mulut kecil Kenzo. "Tentu saja tidak, Sayang. Pak Diman baik-baik saja. Katanya hanya bagian dahinya saja yang terluka karena benturan."
"Syukurlah kalau Pak Diman tidak mati. Nanti Kenzo bingung tidak ada yang mengantar ke sekolah lagi. Daddy kan sibuk kerja."
Ucapan Kenzo membuat Bara tersenyum kaku. Kenzo yang sekecil itu pasti sering merasakan kesepian karena ditinggal bekerja olehnya. Apalagi ibu kandungnya juga pergi entah kemana. Untung saja putranya anak yang pintar, pasti akan kuat menghadapinya.
"Kenzo ...," panggil Bara.
"Iya?" Kenzo mulai terlihat asyik memainkan mainannya.
"Akhir pekan mau menginap di tempat Oma?" tanyanya.
Kenzo menoleh ke arah sang ayah dengan binar mata bercahaya. Ia sangat antusias setiap kali diajak berkunjung ke rumah neneknya. "Mau Dad ... Kenzo mau ...," serunya.
"Kenapa kamu suka sekali kalau Daddy bilang mau ke rumah Oma? Kamu lebih suka tinggal di sana daripada tinggal dengan Daddy?" Bara sedikit iri anaknya merasa lebih nyaman di rumah orang tuanya.
"Soalnya di rumah Oma ramai, Dad ... seru, banyak orang. Ada Oma, Opa, Aunty Mikha, Uncle Aryo, Eril, dan Gisel."
Mitha merupakan adik kandung Bara yang memilih untuk tinggal di kediaman orang tuanya bersama suami dan anak-anaknya. Aryo, suami Mikha kini yang membantu sang ayah meneruskan perusahaan keluarga. Sementara, Bara memilih untuk merintis bisnisnya sendiri.
Kenzo paling suka bermain dengan sepupunya, Eril dan Gisel yang usianya masih sepantaran dengan Kenzo. Eril berusia 5tahun dan Gisel 7tahun. Adiknya lebih dulu menikah daripada dirinya sehingga anak Mikha lebih tua dari Kenzo.
"Dad, kenapa kita tidak tinggal saja di rumah Oma?"
"Jarak kantor Daddy dari rumah Oma jauh, Sayang. Lalu, bagaimana juga dengan sekolahmu? Kan jauh juga." Bara harus pandai mencari alasan karena pasti Kenzo akan tetap meminta untuk tinggal bersama neneknya.
"Tapi kan Kenzo bisa pindah ke TK Eril. Kalau Daddy, kerja saja di perusahaan Opa, seperti Uncle Aryo."
Kenzo sangat pintar mengatur orang. Bara dibuat senyum-senyum dengan pendapatnya. "Katanya mau diajar Miss Retha. Kalau kamu pindah, nggak jadi murid Miss Retha nanti."
"Ah, iya!" Kenzo menepuk dahinya. "Kenzo sampai lupa. Bagaimana kalau Miss Retha juga ikut dipindah ke sekolahan Reza, Dad ... Daddy pasti bisa, kan?"
Bara mengerutkan dahi. Ide anaknya semakin aneh. "Kamu pikir Miss Retha patung, bisa dipindah-pindah."
"Daddy Kenzo kan hebat, biasanya apa saja bisa." Kenzo memperlihatkan binar matanya yang penuh harap. Tatapannya seperti seekor kucing yang sedang merayu pemiliknya agar diberikan hadiah.
"Daddy tidak sehebat itu, Sayang. Daddy kan orang biasa, bukan batman atau superman."
Kenzo memanyunkan bibirnya tanda sedang kesal. Bara jadi tahu kalau sebenarnya anaknya itu sangat merasa kesepian. Ia berharap kehidupannya bisa menyenangkan seperti ketika ia berada di rumah neneknya.
Bara bisa saja membiarkan Kenzo terus tinggal di sana. Namun, juga menyayangi anaknya. Ia tidak bisa berlama-lama jauh dari sang anak. Kalau harus tinggal di rumah orang tuanya, ia akan ditanya-tanya kapan mau menikah lagi. Terlebih adiknya yang tukang kompor dan sangat menyebalkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 195 Episodes
Comments
Yani Yani
udah ketebak nih ceritanya
2023-07-06
0
Ica Snow Kim
KENZO PINTAR NGOMONG 😅😅😅
2023-02-03
0
Endang Priya
Bara egois. masa anak batuta hidup hanya dgn pengasuh. padahal masih ada keluarga daddynya yg bisa membuat dia ceria.
2022-10-25
0