"Tidak mau! Tidak mau! Lepas! Tolong ...."
Baru saja Retha sampai di depan rumah kontrakannya, sudah terdengar suara keributan di halaman rumah. Tampak adiknya sedang berusaha diseret oleh tiga orang lelaki tak dikenal. Sementara, ayahnya terkapar tak berdaya di tanah dengan wajah penuh luka pukulan.
Buru-buru Retha memarkirkan motornya lalu berlari menolong adiknya. "Lepaskan adikku!" teriaknya.
Ketiga lelaki berpenampilan preman itu menghentikan perbuatannya. Mereka membiarkan sang adik lepas dan berlari ke arah kakaknya.
"Kak ...," rengek Edis sembari memeluk kakaknya. Ia sangat takut ketika para lelaki itu mengatakan ingin membawanya pergi.
"Sudah, Edis. Jangan takut. Kakak sudah datang." Meskipun sebenarnya Retha juga takut, sebagai seorang kakak ia berusaha menampilkan rasa aman untuk adiknya.
Retha melirik ke arah ayahnya. Mata mereka bertemu. Retha memberikan tatapan kebencian kepada lelaki yang harus ia sebut sebagai seorang ayah namun tidak bisa melaksanakan perannya dengan baik.
Agus, ayah Retha, seorang pekerja serabutan yang hobinya berjudi. Hutang menumpuk yang dipikul dirinya tak lepas dari hasil kelakuan sang ayah. Orang-orang yang saat ini datang ke rumahnya pasti memiliki urusan dengan sang ayah.
"Aku kira kamu tidak akan pulang, Retha ... untunglah kamu cepat pulang. Kalau tidak, adikmu akan aku bawa," ucap salah seorang dari mereka.
"Aku bilang jangan ganggu adikku! Kalau kalian punya urusan dengan ayahku, bawa saja dia, jangan libatkan kami dengan urusan lelaki tua itu!" Retha berbicara dengan nada tegas. Kesabarannya sudah habis dengan kelakuan ayahnya. Ingin merasakan hidup tenang saja rasanya berat. Setiap hari ada saja orang yang datang dengan alasan menagih hutang. Entah berapa banyak sebenarnya hutang yang dimiliki sang ayah, Retha bekerja mati-matian mencicil juga masih ada yang datang menagih.
Ketiga lelaki itu saling bertukar pandang, mereka tertawa dengan perkataan Retha. "Untuk apa kami membawa tua bangkanyang tidak berguna itu? Disuruh kerja bangunan juga paling tidak akan kuat. Lebih baik aku bawa salah satu dari kalian, setidaknya bisa menghasilkan uang. Kalian bisa menjadi salah satu pelacvr di tempat Madam Gisel."
Mendengar hal itu, Retha menjadi geram. Bisa-bisanya mereka berpikir mau menjadikan dia dan adiknya seorang wanita penghibur hanya untuk melunasi hutang ayahnya. "Berapa lagi kurangnya hutang ayahku? Aku sudah tidak tahan lagi kalian terus mengganggu kehidupan kami." Nada bicara Retha terdengar bergetar saking menahan emosinya.
"Disa hutangnya masih sepuluh juta. Apa kamu bisa melunasinya sekarang? Kalau iya, kami berjanji tidak akan mengganggu lagi. Kecuali ... kalau ayahmu berhutang lagi. Hahaha ...." Lelaki bertato dan berbadan tambun itu begitu meremehkan dirinya.
Uang sebanyak itu tentu saja Retha tidak punya. Gaji yang ia terima dari yayasan TK tempatnya mengajar hanya sekitar empat juta dan hanya cukup untuk membiayai kebutuhan sehari-hari, uang kontrakan, listrik, air, dan biaya sekolah sang adik. Ayahnya sama sekali tak pernah memberikan uang untuk mereka. Bahkan kerjaannya hanya menumpang makan dan tidur di kontrakan mereka.
Retha membuka tasnya, mengambil amplop uang dari dalam. "Ini ada uang sepuluh juta. Tolong jangan datang lagi dan mengganggu kami. Kalau kalian masih kembali lagi ke sini, aku akan melapor pada polisi." Ia menyerahkan amplop berisi uang itu kepada salah satu dari mereka.
Lelaki bertubuh tambun tersenyum-senyum setelah membuka isi dari amplop coklat itu. Ada banyak uang di dalamnya. "Wah, ternyata putrimu bisa diandalkan, Agus. Uangnya banyak sekali. Selamat, kamu tidak akan kami bunuh," ucwp lelaki itu kepada ayah Retha. "Tumben bisa dapat uang banyak. Kamu habis jual diri, ya?" tanyanya kepada Retha.
"Apa itu urusanmu? Bukankah kamu hanya perlu uangnya?" Retha menjawab dengan nada ketus. Tatapan matanya begitu tajam seakan ingin menghajar habis-habisan orang yang ditatapnya.
"Hahaha ... jangan galak-galak, anak manis, nanti cantiknya bisa hilang."
"Pergi!" usir Retha.
"Iya, Sayang. Kami juga akan pergi. Jaga ayahmu baik-baik, jangan sampai berulah lagi."
Setelah mendapatkan apa yang mereka inginkan, ketiga orang itu pergi meninggalkan rumah Retha. Mereka bisa bernapas lega setidaknya hari ini bisa lepas dari masalah. Hidup dengan berbagai persoalan yang cukup berat rasanya begitu sulit bahkan terkadang membuat Retha ingin menyerah.
"Dari mana kamu mendapatkan uang sebanyak itu?" tanya sang syah sembari berusaha bangkit berdiri.
"Apa itu penting untuk ayah tahu?"
Retha sudah tidak sudi melihat wajah lelaki itu. Sosok ayah yang dulu ia kenal penuh kasih sayang dan bertanggung jawab, kini tak lebih dari seorang beban keluarga. Ayahnya berubah setelah mengalami PHK dan kesulitan mencari kerja.
Awalnya, ayah Rertha bekerja sebagai seorang satpam di salah satu perusahaan besar. Gajinya mencapai belasan juta per bulan, jumlah yang sangat cukup untuk kehidupan mereka. Dikarenakan suatu alasan yang tak pernah diceritakan, sang ayah dipecat dari pekerjaannya.
Kehidupan yang awalnya cukup, lambat laun menjadi semakin berat karena sudah tidak ada kepala keluarga yang bekerja. Ayahnya sudah berusaha mencari pekerjaan di tempat lain, namun tak ada yang mau menerima ayahnya. Kebutuhan yang terus berjalan membuat mereka terpaksa menjual satu per satu harta yang dimiliki.
Dalam kondisi sulit, ibu mereka jatuh sakit. Dokter mendiagnosis sang ibu terkena tumor usus ganas. Butuh pembiayaan yang sangat banyak untuk menangani perawatan sang ibu. Rumah sampai harus dijual demi kesembuhan ratu di rumah mereka. Akan tetapi, ibu mereka akhirnya meninggal. Mereka harus tetap melanjutkan hidup bertiga tanpa memiliki apa-apa. Kontrakan yang mereka tempati juga terbilang kecil dan kurang layak.
Untung saja Retha telah menyelesaikan kuliahnya di jurusan Bahasa Inggris. Saking sulitnya mendapatkan pekerjaan, ia mencoba melamar pekerjaan di sebuah yayasan sekolah untuk anak usia TK. Ia diterima bekerja di sana dengan gaji yang lumayan.
"Sebejat apapun ayahmu ini, aku tidak pernah memerintahkanmu untuk menjual diri, Retha!" giliran sang ayah berkata dengan nada tinggi seakan sedang memarahi.
"Hah! Ucapan ayah tidak sama dengan apa yang ayah lakukan. Bukankah ini semua juga karena hutang ayah pada rentenir itu? Mereka mau membawa Edis!" Retha makin emosi.
"Mereka tidak akan berani melakukannya. Itu ilegal," bantah sang ayah.
"Hah! Oh iya? Apa ayah bisa menjamin? Mereka saja bisa memukuli ayah apalagi hanya untuk menjual anak-anak ayah."
"Retha ...."
Retha mengangkat tangannya, memberi kode agar sang ayah diam. Ia ingin didengarkan, bukan mendengarkan.
"Kalau tidak bisa menghidupi kami, tolong ... setidaknya jangan merepotkan. Aku sangat lelah setiap hari harus berurusan dengan mereka."
"Ayah minta maaf, ayah memang tidak berguna," ucap sang ayah sembari menunduk.
"Ku tidak butuh kata-kata, tapi tunjukkan dengan perbuatan!"
Retha menarik tangan Edis agar masuk bersamanya ke dalam rumah. Ia membiarkan sang ayah tetap di luar dan mengunci rumah dari arah dalam. Ia berharap ayahnya akan pergi dari aana dan tidak akan kembali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 195 Episodes
Comments
Sri indrawati
berat sekali beban hidupmu retha😭😭😭
2023-01-06
0
Endang Priya
kalo bayat hutang karna buat makan masih bagus itu untuk bertahan hidup lah ini buat judi.
2022-10-25
0
☠︎︎⏤͟͟͞R°คɳ꒐ηძ𝐙⃝🦜
Sedih banget nasib hidupnya, banting tulang kerja gajihnya cuman buat bayar utang sang ayah 🙄
2022-09-22
0