"Terima kasih,Miss Retha," ucap seorang ibu yang baru saja menjemput putrinya.
"Iya, Ibu, sama-sama." Retha membalasnya dengan nada santun.
"Sampai jumpa besok, Miss. Ike pulang dulu," pamit anak didiknya.
"Hati-hati di jalan, Ike." Retha melambaiman tangan mengantar kepulangan murid terakhir dari kelasnya.
Retha mengembangkan senyum. Setiap hari rasanya begitu bahagia bertemu dengan anak-anak kecil yang kian hari semakin pintar. Pekerjaan paling menyenangkan bagi dirinya menjadi seorang guru TK. Keceriaan anak didiknya mampu memunculkan perasaan bahagia dalam hatinya.
"Retha! Bisa aku minta tolong?" Dian, teman kerjanya tampak berjalan dengan langkah cepat sembari menggandeng salah satu muridnya.
"Ada apa?" tanyanya.
"Ibuku masuk rumah sakit. Bisa tidak kamu menjagakan Kenzo sampai ada yang datang menjemputnya? Aku sangat terburu-buru sekali." Dari raut wajah Dian jelas sekali kalau dia sedang panik setelah mendapat telepon yang mengabarkan bahwa ibunya masuk rumah sakit.
Retha terdiam sejenak memandangi wajah polos anak lelaki yang tampak pendiam itu. Sebenarnya dia juga ingin segera pulang ke rumah. Ia harus menyiapkan makan siang sebelum adik dan ayahnya pulang.
"Iya, Dian. Kamu pulang saja. Biar aku yang menjaga Kenzo."
"Terima kasih, Retha. Aku langsung pulang sekarang!" pamit Dian seraya berlari menuju tempat parkiran untuk mengambil motornya.
Rasa tidak tega Retha membuatnya terpaksa harus mengabaikan urusan pribadinya. Ia lihat Kenzo tampak malu-malu berhadapan dengannya. Setahu Retha, Kenzo memang anak yang pendiam. Ia lebih suka menyendiri daripada bermain dengan teman yang lain.
Retha berjongkok agar tingginya sama dengan Kenzo. Ia memberikan senyuman tulus agar Kenzo merasa nyaman dengannya. Guru yang lain sudah pulang, hanya dirinya yang tersisa di sana menjaga Kenzo.
"Kenzo, kita tunggu di dalam kelas ya, sampai ada yang menjemput," bujuknya.
Kenzo hanya mengangguk. Retha menuntun kembali Kenzo masuk ke dalam kelas. Ia bawa anak itu ke dalam area kerajinan, siapa tahu Kenzo akan tertarik dengan salah satu permainan yang ada di sana.
Beberapa saat mengamati tingkah Kenzo, anak itu hanya duduk berdiam diri di tempatnya semula. Ia sedikit bingung karena tidak terlalu memahami karakter anak itu karena bukan salah satu murid di kelasnya.
"Kenzo, apa kamu lapar?" tanyanya.
Kenzo menggeleng.
"Kenapa wajahmu kelihatan murung, Sayang? Apa kamu sedang sedih?"
Kenzo mulai mengangkat kepalanya. Ia memandangi wajah Retha dengan tatapan heran. Baru kali ini ada seseorang yang bertanya apakah dia sedang sedih atau tidak. Biasanya orang lain akan membiarkannya saja sendirian karena mengira ia memang ingin sendiri. Padahal, ia hanya ingin dimengerti.
"Coba ceritakan sama Miss Retha, apa sih yang membuat anak berani seperti Kenzo ini jadi sedih, murung? Apa ada teman yang nakal?" Retha mencoba menggali perasaan yang ada dalam diri anak kecil itu.
Kenzo menggeleng. "Kenzo kangen Mommy," ucapnya polos.
Retha terdiam. Setahu dirinya, orang tua Kenzo sudah berpisah. Ibu Kenzo seorang model terkenal yang kini telah menetap di luar negeri. Ia tidak bisa membayangkan rasanya anak sekecil itu hidup jauh dari ibunya. Ia sendiri yang sudah sedewasa sekarang masih terasa menyesakkan ketika mengingat ibunya yang telah lama meninggal.
Umumnya setiap pasangan yang memutuskan berpisah dan telah memiliki anak, si anak akan ikut bersama ibunya. Lain ceritanya dengan Kenzo yang katanya sekarang tinggal bersama ayahnya. Ia bahkan tidak tahu seperti apa ayah Kenzo. Orang yang setiap hari datang menjemput Kenzo ke sekolah adalah Pak Diman.
Retha mengusap lembut kepala Kenzo. "Oh, jadi Kenzo sedang kangen dengan mommy, ya?"
Anak itu mengangguk.
"Mungkin Mommy Kenzo masih sibuk, jadi belum bisa datang menemui Kenzo."
Kenzo terdiam sejenak. "Mommy tidak mau datang karena benci Kenzo."
"Kenapa Kenzo bilang seperti itu? Tidak ada seorang ibu yang membenci anaknya, Sayang. Semua ibu pasti menyayangi anaknya."
Kenzo menggeleng. "Tadi Kenzo dengar Miss Dian dan Miss Ester sedang membicarakan Mommy. Kata Miss Ester, Mommy mengaku belum punya anak. Kata Miss Dian, Kenzo kasihan tidak diakui anak sama Mommy. Mommy tidak mau pulang karena tidak suka Kenzo."
Retha menghela napas. Sebagai guru memang harus lebih berhati-hati dalam berbicara. Anak-anak sekarang cepat tangap dengan perkataan orang dewasa. Ia sendiri tidak mau terlalu mengurusi masalah rumah tangga orang lain. Melihat kehidupannya saja masih miris, tidak ada waktu untuk menilai kejelekan orang lain.
"Sayang, mungkin kamu salah dengar. Kalau kamu tidak mendengar langsung dari Mommy, jangan percaya dengan orang lain. Mommy kamu pasti sangat menyayangimu."
"Tapi, Mommy sudah lama tidak pulang."
Sulit menjelaskan perpisahan kedua orang tua kepada anak sekecil itu. Setiap anak pasti menginginkan kehidupan yang lengkap bisa tinggal bersama ayah dan ibunya.
"Suatu saat, setelah tidak sibuk, Mommy kamu pasti pulang. Makanya kamu harus jadi anak yang pintar supaya kalau Mommy pulang, dia akan senang melihat Kenzo yang sudah besar dan pintar."
Kenzo mengembangkan senyum. "Daddy juga selalu bilang begitu, Miss. Katanya Kenzo harus pintar agar Mommy nanti pulang."
"Iya, memang seharusnya harus seperti itu." Retha menepuk lembut kepala Kenzo. "Sekarang, Kenzo mau main apa?" Retha menawarkan bantuan.
"Kenzo mau menggambar," pinta Kenzo dengan semangat.
Retha mengambilkan buku gambar dan crayon untuk Kenzo. Ia membiarkan anak itu mencoret-coret kertas putih dengan pulasan crayon sebagai bentuk ekspresi dirinya. Ternyata tidak sulit mengajak Kenzo bicara. Ia hanya butuh merasa percaya kepada orang yang mengajaknya bicara.
"Kenzo!" seru seseorang dari arah pintu.
Retha langsung menoleh ke arah datangnya suara. Betapa ia terkesima melihat sosok lelaki yang kini tengah berdiri di depan pintu. Saking tampannya, membuat mata Irene tak ingin berkedip memandangnya.
"Daddy .... " Seru Kenzo seraya berlari menghampiri lelaki itu dan memeluknya.
Retha baru tahu jika lelaki tampan itu adalah ayah Kenzo. Tidak mengherankan jika Kenzo memiliki wajah yang manis jika ayahnya juga setampan itu.
"Apa Anda gurunya Kenzo?" tanya lelaki itu.
"Benar, Pak," Retha menjawab dengan perasaan canggung.
"Daddy, Miss Retha tadi menemani Kenzo menggambar," celoteh Kenzo.
"Oh, Miss Retha, ya ... terima kasih sudah menjaga putra saya. Maaf, saya sangat telat menjemput Kenzo," ucapnya.
"Tidak apa-apa, Pak Bara. Memangnya Pak Diman kenapa tidak bisa menjemput?"
"Dia kecelakaan."
"Apa!" Retha kaget mendengar Pak Diman kecelakaan.
"Pak Diman baik-baik saja, hanya katanya mobil yang dikendarai menabrak mobil di pinggir jalan. Makanya saya jemput sendiri Kenzo dari kantor."
"Syukurlah, saya kira terjadi apa-apa dengan Pak Diman." Retha merasa lega.
"Kalau begitu, kami pamit pulang, Miss Retha. Terima kasih sekali lagi."
"Iya, Pak, silakan."
"Dadah Miss Retha ...," ucap Kenzo.
Retha memperhatikan kepergian Kenzo dan ayahnya. Akhirnya tugas di sekolah telah selesai. Ia sudah bisa pulang dengan tenang.
"Sungguh mengherankan seorang istri bisa meninggalkan suami setampan itu dan anak yang lucu seperti Kenzo," gumam Retha.
❤❤❤❤❤
Hai ... jangan lupa dukungannya, ya 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 195 Episodes
Comments
Sri indrawati
mampir
2023-01-06
0
Rinnie Erawaty
mampir
2022-09-30
0
☠︎︎⏤͟͟͞R°คɳ꒐ηძ𝐙⃝🦜
cieee awal pertemuan pertama nih yg akan menjadi jlan terjalinnya ikatan kedepannya 😊
2022-09-22
1