"Siapa jo?" tanyaku seraya melepas pergulatan kami. Tak lupa aku membenarkan letak resleting yang sudah menganga tak karuan dan menampilkan sosok adikku sebenarnya.
Mira nampak gelagapan dan bingung hendak jawab apa. Di saat sedang menikmati surga dunia bagaimana bisa dia salah menyebutkan nama. Besar kemungkinan jika Mira sudah pernah melakukan hubungan ini dengan pria lain yang bernama Jo.
"Kamu pernah melakukan hubungan ini dengan laki-laki lain?" tanyaku lagi.
"Nggak Bar nggak. Aku... Aku."
"Sudah cukup Mira. Kamu sudah menghianati ku dengan tidur bersama dengan pria lain. Kita akhiri hubungan ini. Aku dan kamu sudah bukan kita."
Aku berjalan cepat menuju pintu. Begitu pintu berhasil aku buka, aku berlari tak menghiraukan panggilan Mira dari dalam. Aku pergi dari sana dengan hati yang panas. Bagaimana bisa aku di sakiti oleh dua wanita sekaligus dalam waktu bersamaan.
Aku menepikan mobil ku di depan taman. Meletakkan kepala ku yang terasa pusing sebelah. Aku menyadari kebodohan yang baru saja aku lakukan. Aku hampir saja bertukar keringat dengan bekas orang. Aku tak menyangka kekasihku Mira ternyata sama saja dengan kupu-kupu malam yang bersedia tidur dengan laki-laki tanpa ikatan. Ah sudahlah, seharusnya aku bersyukur, aku tak perlu pusing memikirkan alasan apa agar hubungan kami berakhir. Kini aku seorang diri. Tak ada lagi wanita di sekeliling ku kecuali ibu dan Farah. Memang hanya mereka yang tak akan pernah menggores hatiku.
Aku melihat taman yang ramai orang. Wajar, hari ini adalah hari minggu. Banyak keluarga yang menghabiskan waktu di sana dengan anak-anak mereka. Tanpa sadar aku menyunggingkan senyum melihat anak-anak yang berlarian ke sana kemari merepotkan ibunya.
Lama aku berhenti di taman untuk menenangkan diri. Aku berniat untuk kembali pulang karena hari sudah semakin siang. Saat sedang menghidupkan mesin mobil, aku melihat Arumi dengan Caca yang sedang memarkirkan motor di taman. Mereka hanya berdua di hari minggu begini, kemana suaminya? Ah sudahlah, bukan urusan ku juga.
Aku niatkan dalam hati untuk melupakan Arumi. Karena aku tahu dia bukan lah untuk ku. Dia sudah memiliki suami dan anak. Tak mungkin aku masuk dalam rumah tangga mereka. Biarkan cinta ini akan luruh sendiri seiring berjalannya waktu. Entah berapa lama aku tak tahu. Baru saja berniat ingin merubah diri menjadi lebih baik dan mengabulkan keinginan ibu. Tapi kenyataan menamparku dengan keras hingga bekasnya mungkin akan sulit hilang.
Aku meraih ponselku dan menghapus semua foto Arumi yang pernah aku ambil diam-diam. Tak ada satupun yang aku sisakan. Tak lupa aku menghapus semua memori dan kontak Mira. Wanita yang berani-beraninya mengkhianati seorang Bari tak boleh lagi datang dalam kehidupan ku.
*
Aku menghabiskan waktu di kamar setelah menemui Mira tadi. Aku sudah persis abg yang patah hati. Mengurung diri di kamar, tak ingin makan dan tak ingin berkegiatan. Aku di kamar seharian tak hanya tiduran saja. Aku justru mendekatkan diri pada yang maha Kuasa. Memohon ampunan seluas-luasnya atas semua yang aku lakukan di muka bumi ini. Di hari ini aku sungguh menyadari bahwa aku sudah salah melangkah. Tak seharusnya aku terlalu nyaman dan tenggelam dalam dunia ku.
Tok tok tok
"Bar, makan yuk. Kamu dari tadi belum makan loh. Ibu masuk ya," teriak ibu dari luar.
"Msuk aja bu," jawabku malas.
"Udah malam Bar. Kenapa kamu nggak makan?"
"Dari mana ibu tahu aku nggak makan?"
"Makanan di meja masih utuh. Ibu sengaja meletakkan satu porsi nasi untuk kamu makan. Kamu ada masalah apa? Nggak kayak biasanya kamu begini. Bahkan kamu nggak pernah begini, jangan buat ibu khawatir. Apa karena Arumi?"
Ibu masih dengan lantang menyebutkan namanya. Apa Ibuku ini mendukung ku jika aku merebut istri orang? Kenapa ibu berpikir dan bertindak seolah olah Arumi ini seorang single, padahal sudah triple.
"Nggak kok bu. Aku hanya kecapean aja ini. Mangkanya banyak tidur dan jadi malas makan. Nanti aja aku makan," kilahku.
"Nggak mungkin kamu bisa makan di tengah malam, kamu nggak biasa. Ibu suapin ya."
"Kayak anak kecil aja bu. Aku makan sendiri aja."
Itulah ibuku, tak akan pernah membiarkan anaknya lupa makan apapun alasannya. Karena kedua anaknya ini sama-sama memiliki mag akut. Jadi beliau takut jika salah satu dari kami jatuh sakit. Karana hanya kamilah yang ibu punya. Bagi ibu aku dan Farah adalah pundak pengganti ayah.
Untuk saat ini aku tak bisa menceritakan yang aku rasakan pada ibu. Aku masih tak mau membahas masalah Arumi. Bagiku luka ini masih perih untuk diceritakan. Entah bagaimana hariku besok dan seterusnya. Bahkan untuk membayangkan saja rasanya sangat berat bagiku. Sebucin inikah aku dengan istri orang?
Setelah aku makan aku kembali naik ke kamar. Berharap aku malam ini bisa tidur dengan nyenyak. Agar aku bisa melakukan aktivitas dengan benar esok hari.
Aku memejamkan mata setelah berdoa agar aku bisa tidur nyenyak malam ini. Entah jam berapa aku tertidur, aku saat ini merasa sedang di taman bunga yang luas. Taman itu hanya di penuhi dengan bunga yang berwarna warni bermekaran. Aku bingung bagaimana bisa aku ada di sini? Aku melihat sekeliling yang sama sekali tak ada orang. Bahkan ini di taman mana aku tak tahu pasti.
Aku berjalan entah kemana. Yang pasti aku tak mau barada di tempat ini sendirian, meskipun tamannya indah. Hidup seorang diri tidaklah enak. Aku terus berjalan mengikuti langkah kakiku hingga aku temukan sosok wanita berpakaian putih membelakangi ku. Wanita itu sedang berjalan dengan menciumi bunga yang tumbuh dengan indahnya.
Sedang asyik memperhatikan wanita yang tak ku ketahui wajahnya. Tiba-tiba saja datang seorang pria yang terlihat galak. Pria itu menghampiri wanita itu yang rupanya sedang hamil, dia menyeretnya dengan kasar hingga wanita itu terjatuh dan berteiak kesakitan.
"Woi jangan," teriaku agar pria itu berhenti menyeret wanita yang aku duga istrinya.
Aku berlari mengejar mereka namun pria itu terus saja memberikan pukulan bertubi-tubi seakan tak mendengar apa yang aku ucapkan. Entah salah apa wanita itu hingga dipukuli seperti itu.
"Dasar pria biadab. Lepaskan dia, berhenti!"
"Bari, Bangun Bar."
Aku merasa ada yang menepuk pipiku pelan. Aku membuka mata perlahan. Aku melihat sekeliling yang rupanya berbeda dari tempat yang tadi. Jadi ini hanya mimpi? Kenapa terasa nyata sekali? Dan wanita tadi, sepertinya tidak asing bagiku? Tapi siapa?
"Minum dulu." Ibu memberiku segelas air putih, aku menenggaknya hingga habis tak bersisa. Nafasku ngos-ngosan seakan aku benar-benar mengejar pria yang melakukan kekerasan tadi.
"Kamu mimpi buruk?"
"Iya bu." Mengalir lah cerita singkat mimpi ku yang terasa nyata.
"Hanya bunga tidur nak, jangan di pikirkan. Mandi sana biar segar."
Aku tidak memikirkan mimpinya. Entah kenapa aku terfokus pada wanita hamil yang disiksa tadi, wajahnya mengingatkan aku pada seseorang, tapi siapa? Apa mungkin itu?
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments