"Memangnya kamu pikir saya wanita apa? Seharusnya kamu tata hati terlebih dahulu sebagai mengucapkan kata seperti itu. Menikah bukan hanya perkara cinta, dan menyatukan dua kepala. Kamu saja masih hobi mempermainkan wanita, bagaimana bisa kamu mengajak wanita lainnya menikah? Hobi menyakiti wanita ngajak nikah," gumam Arumi di akhir kalimatnya.
"Akku udah nggak punya wanita lain. Aku sedang single sekarang."
"Lantas?"
"Ya kamu akan jadi satu-satunya."
"Pria yang baik tidak semudah itu mengganti ganti pasangan dan mencari cari yang lain. Maaf ini sudah malam. Saya harus pulang."
"Ya itu sebabnya aku antar pulang Arumi."
"Akan timbul fitnah, kita bukan mahram. Tolong jangan ikuti saya lagi atau saya akan marah."
"Baiklah, aku tidak akan memaksamu. Aku antar dari sini saja. Silakan lanjutkan perjalanan."
"Assalamu'alaikum."
"Waalaikumsalam."
Aku benar-benar menuruti apa yang dia minta. Aku hanya mengantar kepergian dia dengan ekor mataku. Baru kali ini aku di tolak oleh seorang wanita.
Aku baru benar-benar pergi setelah punggung Arumi tak terlihat lagi.
*
Dua hari berlalu setelah pertengkaran kecil aku dan Arumi. Sejak kejadian itu aku selalu terbayang olehnya dan bahkan tak bisa tidur karena memikirkan dirinya yang selalu menari nari di kepala ku.
Arumi adalah wanita yang termasuk susah untuk di dekati. Pasti karana dia tahu aku yang punya dia kekasih sekaligus beberapa waktu lalu. Dan itu membuat dirinya juga enggan untuk dekat denganku. Bahkan berteman pun rasanya susah. Dia sangat membatasi diri denganku. Entah denganku saja atau dengan semua pria. Aku tak tahu pasti.
"Tuan kenapa?" tanya Firdaus duduk di kursi seberang tempat ku duduk.
"Galau." jawabku singkat dengan tangan kanan yang menopang dagu.
Firdaus tertawa pelan mendengar jawabanku. "Tuan? Galau? Selama lima tahun kerja baru kali ini saya lihat tuan galau. Ini pasti bukan urusan wanita, nggak mungkin sang Casanova Bari galau karena wanita."
"Tapi masalahnya gue galau karena itu."
Nampak wajah Firdaus yang terkejut seakan tak percaya dengan apa yang aku ucapkan. Mungkin orang yang mengenal ku lama juga akan mengekspresikan hal yang serupa dengan sekretaris ku. Selama hidup tak pernah aku galau hanya karena urusan wanita. Arumi adalah satu-satunya dan wanita pertama yang merubah hidupmu ku dalam waktu sekejap. Bahkan aku kadang lupa jika aku masih punya wanita yang setiap saat bisa memanjakan bibir seksi ku.
"Tuan yakin? Memang wanita mana yang berani membuat tuan galau seperti ini?" tanya Firdaus penasaran.
"Untuk apa lo tahu?"
"Nggak apa-apa, cuman mau bilang terimakasih, karena selama lima tahun bekerja inilah yang saya tunggu."
Plak!
Aku memberikan satu jitakan pada sekretaris kurang ajar ku ini. Berani-beraninya dia mentertawakan ku yang sedang serius.
"Gaji tutun lima puluh persen," ucapku kesal.
"Tidak masalah. Gaji saya selama lima tahun bekerja sudah cukup untuk menikah dan menghidupi Farah. Bukan masalah yang besar jika gaji saya turun separuh."
"Nggak ada wanita seperti Farah yang akan mau sama lo. Lagipula lo bukan tipe dia. Laki-laki kok cengengesan. Udah buruan mana yang butuh tanda tangan gue."
"Ini." ucap Firdaus yang menggeser beberapa map yang sejak tadi di atas meja agar lebih dekat denganku.
"Lo pernah merasakan jatuh cinta?" tanyaku seraya meneliti isi berkas.
"Pernah. Kenapa? Tuan kan sudah puluhan kali merasakan itu."
"Lo kam tahu gue nggak pakai hati sama mereka. Apa yang lo rasain ketika lonjagih cinta?" tanyaku menyelidik.
"Setiap orang beda sih tuan. Kalau saya pribadi saya jadi nggak bisa lupa sama dia, memikirkan dia terus. Membayangkan jika saya sama dia bersama sepanjang waktu. Jantung berdetak lebih cepat saat kami bersitatap. Ingin dekat dengan dia terus. Memangnya ada apa tuan? Apakah tuan cinta untuk pertama kalinya?"
"Nggak tahu, gue sendiri bingung mau nyebut ini apa? Cinta atau hanya rasa penasaran saja."
"Coba saja pacari. Jika perlahan fuan tauu bagaimana liaat dalamnya dan akhirnya tuan tidak tertarik, ya itu artinya tuan memang hanya penasaran. Tapi jika tuan semakin tertarik dengan sifat atau mungkin kepribadian yang dia punya, bisa saja tuan jatuh cinta.'
"Masalahnya di situ Firda."
"Firdaus tuan. Orang tua saya beri nama pakai acara selamatan loh tuan," protes Firdaus yang nampaknya sudah mulai kesal dengan panggilan yang ku berikan. "Memang ada masalah apa sampai tuan sebegini murungnya?" tanyanya kemudian.
"Dia sangat sulit gue dekati. Mungkin karena kenyataan yang dijadikan tahu sebelum gue mengenalnya. Jadi dia itu sepupu mantan gue. Dan dia tahu kalau gue putus sama sepupunya karena gue ada wanita lain. Bisa jadi karena itu, dia jadi nggak mau buka hati, takut di sakiti kayak sepupunya."
Cari wanita lain lah tuan. Saya yakin tuan hanya penasaran saja sama wanita itu. Memang apa yang membuat tuan mau mendekati dia?"
"Nggak tahu. Gue cuman ngerasain apa yang lo bilang tadi. Gue sudah tidur mikirin dia, kepala gue isinya cuma dia. Padahal gue ini sama sekali nggak tahu bagaimana bentuk wajahnya."
"Tuan punya kenalan lewat online gitu? Ih kayak anak remaja aja."
"Bukan gitu kambing."
Mengalirlah cerita ku saat pertama kali bertemu Arumi hingga detik ini. Nampak Firdaus hanya melongo saja mendengar cerita ku. Mungkin saja dia heran bagaimana bisa aku jatuh cinta dengan wanita seperti Arumi. Jatuh cinta? Ah entahlah, bahkan aku masih saja ragu jika menyebut ini cinta.
Aku berpikir benar juga apa yang Firdaus katakan. Satu-satunya cara agar aku tahu apa yang aku rasakan adalah dengan memiliki Arumi sebagai kekasih ku. Tapi bagaimana caranya? Ah aku jadi pusing sendiri hanya karena perkara Arumi.
"Luar biasa. Dari sekian banyak wanita yang seksi dan bahenol yang jadi mantan dan pacar-pacar tuan, justru tuan merasakan rasa yang berbeda dengan wanita bercadar? Sungguh diluar dugaan. Sumpah saya kaget dan syok tuan. Untung jantung saya sehat, kalau nggak, mungkin tuan sudah kehilangan beberapa lembar uang untuk berobat saya yang jantungan."
"Nggak usah lebai. Menurut lo gue harus apa? Ya setidaknya untuk berteman aja. Dia jadi sedikit menghidar dari gue karena masalah yang gue ajak nikah. Sumpah sih, itu gue keceplosan." terangku dengan polosnya.
"Petrus samyang tuan."
"Apaan?"
"Pepet terus sampai sayang."
"Caranya?"
Firdaus menghembuskan nafas terlebih dahulu sebelum menjabarkan apa yang ada di kepalanya. Dia menjelaskan dengan gamblang dan jelas. Aku hanya manggut-manggut tanda mengerti dan menyetujui pendapatnya.
"Bagus. Gaji naik dua puluh persen. Nih bawa map nya dan kembali bekerja," titahku pada sekretaris tampan ku.
Ya, Firdaus memang tampan sebagai ukuran sekretaris. Meskipun ketampanan yang dia miliki jauh sekali denganku. Dia pun tipe pria yang pekerja keras dan jujur. Cukup dewasa dalam pemikirannya. Itu sebabnya aku lebih memilih cerita dengannya ketimbang dengan kedua teman setan ku yang membuat aku menjadi seperti ini.
bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments