Aira menatap keponakannya yang bernama Tanvir itu dengan sendu, karena bocah berusia 8 tahun itu enggan berkenalan dengan Via, bahkan ia menampilkan wajah tak sukanya pada Via.
Sementara Via masih mengulurkan tangannya pada Tanvir karena ia sangat ingin berkenalan dengan kakak sepupu angkatnya itu.
"Kenapa nggak mau kenalan? Semua orang mau kenalan sama Via," ucap Via cemberut.
"Aku nggak suka sama kamu, nanti Tante Aira nggak sayang lagi sama aku, huh!" Tanvir bersandekap dan memalingkan wajahnya dengan kasar.
"Tanvir...." Tanvir langsung menoleh saat mendengar suara ibunya. "Nggak boleh seperti itu, Sayang. Via sekarang adik Tanvir."
"Iya neh, Mbak Zenwa. Tanvir nggak mau kenalan sama adiknya, Tante Aira jadi sedih," ujar Aira sambil menatap Tanvir dengan sedih yang membuat hati Tanvir langsung luluh karena ia memang sangat menyayangi Tantenya itu.
"Ya sudah, Tanvir mau kenalan, asal Tante Aira jangan sedih, ya." Tanvir berbicara dengan lembut dan itu membuat Via dan Aira merasa senang.
"Iya, Sayang. Tante nggak jadi sedih, sekarang Tanvir mau ya kenalan sama adik Via?"
Tanvir langsung mengulurkan tangannya pada Via yang membuat Via langsung tersenyum sumringah, namun saat ia hendak menyambut tangan Tanvir, Tanvir justru menarik kembali tangannya.
"Kenapa?" Tanya Via kembali sedih.
"Kita bukan mahram, nggak boleh bersentuhan," tukas Tanvir.
"Apa itu mahram?" Tanya Via, mata bulatnya itu menatap Tanvir dengan penasaran yang membuat Tanvir langsung berkacak pinggang dan melotot padanya.
"Masak arti mahram saja nggak tahu? Katanya usianya sudah 6 tahun, huh, gimana sih," sinisnya yang membuat Via semakin sedih.
"Tanvir, nggak boleh seperti itu," tegur Zenwa pada putranya itu dengan tajam.
"Iya, nggak boleh begitu sama adiknya," sambung Aira. "Kalau adiknya nggak tahu, maka sebagai kakak, Tanvir harus kasih tahu, ya?" bujuknya.
"Via nggak suka punya kakak, Ummi. Hiksss...." air mata Via langsung mengalir deras di pipinya, bibirnya sudah bergetar dan hidungnya sudah kembang kempis.
Zenwa langsung menatap Tanvir dengan tajam, sementara Tanvir justru cengengesan sambil garuk-garuk kepalanya.
"Sudah, jangan menangis," Aira menghapus air mata Via dan memeluknya, mengusap punggung anak itu untuk menenangkannya. "Kak Tanvir sebenarnya baik kok, tadi itu cuam bercanda."
"Minta maaf, Sayang," kata Zenwa dengan lembut pada Tanvir. "Kan Mama selalu bilang, sebagai laki-laki, Tanvir nggak boleh menyakiti seorang wanita, apalagi wanita itu adiknya Tanvir. Lihat! Sekarang dia sedih dan menangis, padahal tadi dia tersenyum dan terlihat sangat bahagia karena punya kakak."
Mendengar ucapan panjang lebar ibunya itu seketika membuat Tanvir hati merasa bersalah, ia pun mendekati Via yang masih di pelukan Aira. Tanvir menepuk pundak Via dengan lembut.
"Dek, maafkan kakak, ya...." Tanvir berkata dengan lembut namun Via masih menangis sesegukan, ia semakin mengeratkan lingkaran tangannya di leher Aira.
"Kakak sudah minta maaf, Sayang. Sudah, jangan menangis lagi," bujuk Aira.
Via pun melepaskan pelukan ibunya itu, ia menatap Tanvir dengan matanya yang berkaca-kaca dan isakan kecil masih lolos dari bibirnya yang bergetar.
"Maaf, ya...." Tanvir menghapus sisa air mata di pipi Via. "Kalau adek maafin Kakak, nanti Kakak kasih mainan, cokelat, es krim, apapun yang Adek minta, Kakak kasih," bujuknya yang membuat Zenwa dan Aira hanya bisa geleng-geleng kepala.
Sementara Via kini kembali tersenyum setelah mendengar janji manis Tanvir yang di umbarnya itu. "Main, yuk!" ajak Tanvir kemudian dan Via langsung mengangguk antusias.
"Anak-anak selalu bikin pusing," kata Zenwa yang membuat Aira terkekeh.
"Tapi mereka sumber kebahagiaan 'kan, Mbak?"
"Iya sih."
Sementara di luar, Arsyad dan Micheal sedang sibuk membicarakan jalannya bisnis mereka sambil menikmati kopi dan cookies buatan Zenwa.
Banyak yang mereka bicarakan hingga akhirnya entah bagaimana topik itu mengarah pada Aira.
"Hari ini aku melihat kebahagiaan yang luar biasa terpancar di mata Aira, aku yakin itu karena kehadiran Via," tukas Michael sambil tersenyum bahagia karena sang adik bahagia.
"Baru punya anak adopsi saja Aira sudah sangat bahagia, apalagi jika dia melahirkan anaknya sendiri. Aku udah nggak sabar rasanya menunggu saat itu tiba," tutur Micheal.
"Kami sudah ber-ikhtiar semampu kami, tapi mungkin Allah masih ingin melihat ikhtiar kami lebih lama," kata Arsyad.
"Aku harap segera, Arsyad. Dan aku harap, kamu tetap mendukung Aira, apalagi kamu tahu sendiri orang-orang di sekitar kita itu seperti apa. Kalau belum menikah, mereka tanya kapan menikah, apalagi seorang wanita. Kalau sudah menikah, mereka tanya kapan punya momongan, dan terus akan di tanya sampai kita punya anak. Kalau sudah punya anak, pasti di tanya lagi, kapan nambah." Micheal menghela napas berat, apalagi ia juga sering mendengar secara langsung ada yang bertanya seperti itu pada Aira.
"Aku tahu Aira juga mendapatkan pertanyaan seperti itu dan aku nggak bisa terima itu sebenarnya, karena adikku pasti sedih. Tapi aku bisa apa? Menutup mulut mereka? Aku nggak bisa, aku cuma bisa bantu do'a."
Arsyad hanya bisa tersenyum tipis mendengar kata-kata Micheal Emerson kemudian ia menyesap kopinya.
Arsyad tahu, Aira adalah permata keluarga Emerson, kesayangan mereka semua.
Sekali Aira menangis, seluruh keluarganya akan sedih. Dan sekarang, Arsyad sedang dalam perjalanan menghancurkan hati Aira yang sudah pasti akan menghancurkan hati seluruh keluarga Aira.
TBC....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 156 Episodes
Comments
Arkha Juna
skip aja...msh muter"..
2023-12-18
0
Yulia Bunyamin
hati2 Arsyad kalau sampai keluarga Aira tau.. tamatlah riwayatmu Arsyad 😀😀😊
2022-12-04
1
Titi Azreycute
seandainya gabriel masih kaya dulu mafia ak yakin dan percaya kalo gak ditembak loe arsyad ma gbriel karna bikin nangis permata hatinya..
2022-10-18
0