Sang mentari mulai mengintip dari kaki langit sebelah timur. Selimut cahayanya membentang cepat bak panah busur, menggugah para makhluk bernyawa yang masih mendengkur.
Gulungan selimut tampak bergelombang saat raga di bawahnya mulai menggeliat. Rasa nyaman menarik hasrat untuk memeluk bantal gulingnya kian erat. Bahkan sepasang kelopak mata masih tertutup rapat, menikmati balutan hangat.
"Nyaman sekali, hmm." Sekilas, Jesslyn terdengar meracau lirih.
Kedua bola matanya tampak bergerak-gerak seiring dengan kerutan di keningnya. Suara dengkuran lembut yang menggelitik pendengaran mengusik tidurnya.
Perlahan, Jesslyn membuka mata. Sesaat ia mengernyit karena efek alkohol masih menyisakan rasa tidak nyaman di kepala. Dengan tatapan menyipit wanita itu memindai bantal guling yang berada di pelukannya yang terlihat berbeda.
Besar, keras, berotot, dan juga beraroma maskulin. Itulah pikiran yang menggerayangi otak Jesslyn. Sesekali ia menggeleng guna mengusir rasa pusing.
Hingga dia dibuat terkejut luar biasa saat nyawanya sudah terkumpul sempurna. "Kyaaak! Dasar lelaki mesum! Siapa kau?" Kakinya reflek mengeluarkan jurus tendangan maut tanpa melihat siapa orang yang baru saja menjadi korban.
Kedebug!
"Arrggh!"
Jesslyn tercekat dan tangan bergerak spontan membungkam mulutnya yang menganga. "Jeaven, Kenapa kamu berada di kamarku?" Lisan tanyanya terdengar tidak enak hati saat melihat pria itu tengah meringis kesakitan di atas lantai yang dingin karena perbuatannya.
"Buka matamu lebar-lebar. Ini kamarku dan bukan kamarmu!" tegas Jeaven. Tidak ingin terlalu lama terlihat memalukan di depan seorang wanita ia gegas beranjak dari lantai.
Setelah mencerna perkataan Jeaven, Jesslyn mengedar pandangan ke seluruh ruangan dengan tampang bodohnya. Tangan dibawa menyapu permukaan ranjang di sebelahnya.
"Kenapa aku bisa berada di apartemenmu?" tanya Jesslyn yang memang belum bisa mengingat kejadian tadi malam.
Namun, wanita itu kembali tercekat saat menyadari Jeaven sedang bertelanjang dada sekarang. Diam-diam ia menutupi rasa malu yang menyerang.
Sontak ia menggerayangi tubuh dan mengecek organ intimnya. Tidak sakit sih, tapi ... agak aneh saja. Kali ini miliknya terasa sedikit berbeda.
Berlendir! Ewh!
Tiba-tiba Jesslyn teringat dengan mimpi eksotisnya bersama Jeaven semalam. Ahh tidak! Pria ini tidak boleh sampai tahu. Aku memang tergila-gila kepadanya, tapi aku tidak ingin dipandang mesum olehnya! jerit wanita itu di dalam hati, meski saat ini sebenarnya ia kembali meremang.
Sebentar, apa semalam kami berdua tidak melakukan apa-apa? Batinnya bertanya-tanya.
Srek!
"Ahk! Jeaven!" Jesslyn tersentak dari lamunan saat pria itu menarik selimut yang menutupinya.
"Aku bukan bajingan yang mau menggagahi wanita mabuk. Kau bahkan masih berpakaian utuh!" Cepat-cepat Jeaven memberi klarifikasi bahwa semalam tidak ada adegan panas di antara mereka saat menyadari gelagat aneh Jesslyn.
Pria itu seolah tahu bahwa otak wanita yang masih bermuka bantal itu sudah dipenuhi oleh pikiran kotor.
"Syukurlah kalau begitu. Aku merasa lega." Nada suara Jesslyn terdengar sok lega, tapi berbanding terbalik dengan raut mukannya yang tampak kecewa. Dan lagi-lagi Jeaven menyadari gelagatnya.
Menghempas kasar bokongnya di atas ranjang. Jeaven mencondongkan tubuh gagahnya mendekati Jesslyn, diikuti tatapan yang sulit diterawang.
Terpangkas, ruang kosong di antara wajah mereka hampir tak bersisa. Jesslyn reflek memejamkan mata, membayangkan hal indah yang akan diterima. Bibir di ajak manyun di saat itu juga, menanti cumbuan dari sang raja hatinya.
Namun sayang, semua itu ternyata hanyalah angan-angan belaka.
Cetak!
"Aw! Sakit ...!" Wanita itu mengaduh setelah menerima sentilan di keningnya.
"Lagi-lagi otak cabulmu kumat."
"Kau tinggal menciumku, apa susahnya sih? Kau malah membuatku terlihat memalukan." Jesslyn bersungut, diikuti bibir yang mengerucut.
"Bibirmu berkata lega, tapi matamu seolah mengharapkan hal lebih lainnya."
"Tentu saja! Aku ingin kau menjadi milikku. Kau tentu sudah tahu itu. Tapi kau terus saja sok jual mahal," cebik si wanita di ujung kalimat pengakuannya. Ia melipat kedua tangan di dada, memasang ekspresi cemberut karena tidak terima.
"Semalam kau mabuk dan menggila. Dan aku pun hampir ikut-ikutan gila. Apa kau tidak mengingatnya?"
Jesslyn menggeleng lemah, bertanda bahwa dia memang tidak mengingat apa-apa. Sedetik kemudian, dilempar tatapan sangsi ke pria di depannya. "Semalam ... apa aku bertindak fatal?" Tanyanya dengan sangat berhati-hati.
Jeaven mencengkeram kedua pipi Jesslyn dengan satu tangannya yang besar. Kemudian menarik ke samping muka cantiknya hingga pandangan menangkap handle pintu balkon yang rusak.
"Semalam kau menangis histeris dengan banyak ingus di mukamu." Jeaven menjeda lisannya dan menatap datar muka Jesslyn yang tampak kian penasaran bercampur malu.
"Terus?"
"Kau bergulung-gulung di lantai."
"Cuma itu saja?"
"Ck! Kau berniat bunuh diri dengan cara melompat dari balkon apartemen jika aku meninggalkanmu. Kau seperti banteng kesurupan, menyeruduk pintu yang tidak bersalah itu sampai rusak. Jadi, mau tidak mau aku terpaksa tidur denganmu semalam agar tidak berbuat nekat."
Mulut Jesslyn seketika menganga lebar, seakan rahangnya ingin jatuh. Ia tidak percaya bahwa ia bisa benar-benar kehilangan seratus persen kewarasannya saat mabuk.
Gegas wanita itu menguasai rasa malunya. Ditatap serius wajah tampan Jeaven dengan menjatuhkan kedua tangan di pundak kokoh pria itu. "Percayalah! Orang aneh semalam itu bukan aku." Ia mencoba berkilah dengan perkataan yang sangat tidak masuk akal.
Krik! Krik! Krik!
Suasana mendadak hening. Jeaven dengan raut datarnya tampak bergeming. Sungguh, candaan Jesslyn terkesan garing.
Beberapa saat keduanya saling beradu pandang. Jeaven yang masih setia dengan ekspresi datarnya, sedangkan Jesslyn yang masih keukuh dengan raut meyakinkannya.
"Kalau semalam itu bukan kau, terus siapa?" Jeaven tampak jengah. Dipikir dia sebodoh itu apa? Mempercayai perkataan konyol Jesslyn.
Dasar Jesslyn!
"Anggap saja kuntilanak jadi-jadian," ucap Jesslyn sekenanya.
"Dan kuntilanaknya masih ada di depanku," celetuk Jeaven.
"Huaaaaa! Semalam aku pasti sangat memalukan." Tangisan Jesslyn seketika pecah saat usaha bodohnya meyakinkan Jeaven tidak berhasil. "Tolong katakan kalau semalam aku tidak terlihat jelek, Jeaven. Aku masih cantik, kan?"
"Kau sangat jelek sekali."
Jesslyn kian menangis histeris.
Bersambung~~
Jangan lupa tinggalkan jejak like dan komen ya ... Vote dan Gift juga boleh dong disumbangin untuk Jeaven dan Jesslyn🥰
Terima kasieeeehh... lop you🙏😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Nofi Kahza
hayooo..keinget apa'an??🤣🤣
2022-07-18
1
Ria Diana Santi
Dasar, Jesslyn kelakuanmu itu loh sungguh terlalu luar biasa. 🤦🏻♀️
2022-07-18
1
Ria Diana Santi
Kalo baca ini aku jadi keinget sama sesuatu. 😣
2022-07-18
1