"Mah, Pah, emang kita mau ke mana sih? Kok nggak sampai-sampai?"
Di dalam mobil yang tengah melaju dengan kecepatan sedang itu, Shabira menatap kedua orang tuanya dengan bingung serta penasaran. Sudah sekitar tiga puluh menit mereka lalui, akan tetapi mobil yang dikendarai oleh papa Antonio belum juga berhenti di tempat tujuan.
"Kita mau ketemu seseorang, Shabira. Teman lama Papa, nanti juga kamu bakalan tau," jawab Antonio yang masih fokus mengendarai mobilnya.
Shabira menganggukkan kepalanya, meskipun masih tidak mengerti teman yang mana yang dimaksud Papa Antonio. Karena lelah, lama kelamaan gadis itu mulai memejamkan mata di kursi belakang. Antonio dan Shinta yang melihatnya hanya diam membiarkan. Mereka tahu putrinya masih kelelahan setelah pulang sekolah tadi.
"Pah, kamu yakin dengan keputusan ini? Shabira masih sangat muda loh Pah," tanya Shinta setelah melihat Shabira terlelap di belakang.
"Yakin Mah, Papa tau yang terbaik buat Shabira. Lagi pula Papa dan Ray udah merencanakan ini semua sejak dulu," jawab Antonio.
"Tapi sekarang bukan zamannya siti nurbaya Pah, anak sekarang mana mau dijodohin kayak gitu?" ujar Shinta. "Mama nggak mau kalo sampai Shabira mengalami hal yang sama seperti Papa!"
Seketika Antonio terdiam, apa yang dikatakan oleh istrinya itu memang ada benarnya. Akan tetapi, ia juga tidak bisa membatalkan rencana perjodohan ini. Saat sebelum menikah dulu, Antonio memang sudah berencana akan menjodohkan salah satu putrinya dengan teman seperjuangannya. Dan menurut Antonio, hanya Shabira yang pantas menerima perjodohan ini. Walaupun awalnya, ia berencana menjodohkan Renita ketika gadis itu masih kecil dulu.
"Sudahlah Ma, Papa yakin Shabira bisa. Bukannya kemarin Mama bilang kalau Shabira menyukai anak muda itu?"
"Iya sih Pa, beberapa kali Mama sering liat Shabira lagi memperhatikan anak itu di sekolah. Pas Mama mau jemput anak-anak. Tapi tetap aja Mama nggak yakin, Shabira nggak pernah mau cerita sama Mama soal itu!" jelas Shinta panjang lebar.
"Kalau memang benar Shabira suka sama anak itu berarti bagus sayang, Shabira pasti nggak akan menolaknya nanti.”
“Kalau ternyata anak Tuan Ray yang menolaknya bagaimana?” tanya Shinta.
“Ya itu akan Papa serahkan ke Ray, karena dari awal dia yang pengen perjodohan ini segera di laksanakan.”
Dari awal, Antonio memang tidak berencana menjodohkan anak-anaknya dalam waktu dekat. Apalagi Shabira masih harus menyelesaikan sekolahnya. Akan tetapi, Ray terus memaksa dirinya untuk segera melaksanakan perjodohan ini. Hingga mau tidak mau Antonio pun menyetujuinya, mencoba membalas semua kebaikan sahabatnya selama ini. Karena sejak dulu hanya Ray lah yang selalu membantu dan mensupport Antonio ketika merintis perusahaan dulu.
“Semoga aja mereka saling suka ya, Pa.” Antonio menganggukkan kepalanya, karena hanya itulah yang ia harapkan.
Tiga puluh menit berlalu, mobil yang dikendarai Antonio sudah sampai di depan sebuah restoran mewah. Tidak ingin membuat rekannya menunggu terlalu lama, Antonio dan Shinta langsung membangunkan Shabira, mengajak gadis itu untuk masuk ke salah satu ruang VIP di restoran tersebut.
“Pah kita mau ngapain sih?” Di depan pintu ruangan VIP itu, Shabira menghentikan langkahnya. Rasa kantuk di matanya membuat gadis itu belum bisa fokus dengan keadaan.
“Kita mau ketemu seseorang sayang, ayok masuk dulu!” Bukan Papa Antonio yang menjawabnya, melainkan Mama Shinta yang kini tengah merapikan tatanan rambut Shabira yang lumayan berantakan.
Dengan malas Shabira melangkahkan kakinya memasuki ruangan, masih dengan mata setengah menutup. Seketika mata gadis itu membulat sempurna, sesaat setelah menangkap siluet seseorang yang tengah duduk di dalam ruangan tersebut. Austin Lloyd, cowok dingin itu sedang duduk dengan gagahnya bersama seorang pria paruh baya yang tidak lain adalah Ayahnya.
“Shabira?” Shinta menepuk bahu Shabira, mencoba menyadarkannya dari keterpakuan. Namun yang terjadi, gadis itu justru semakin diam di tempatnya.
“Shabira? Kamu nggak papa?” tanya Papa Antonio.
“Ah eum nggak papa kok Pah.” Shabira mengalihkan pandangannya, ketika menyadari tatapan Austin kini mengarah padanya.
“Oh, ya sudah ayok masuk!”
Dengan patuh Shabira hanya diam dan menurut. Mendudukkan diri di kursi sebelah Austin yang memang masih kosong di sana. Sesekali Shabira melirik ke arah Austin yang masih diam saja tanpa berniat untuk menatap kembali ke arahnya. Membiarkan kedua orang tuanya berbicara saling menyapa dengan Papa Austin, Raiden Lloyd.
"Maaf sekali Ray, sepertinya kami telat datang!" ucap Antonio sembari menyalami sahabatnya.
"Tidak masalah, aku juga baru sampai belum lama ini!" kata Raiden sesekali menatap ke arah Shabira.
"Ah ya, perkenalkan Ray. Ini putriku, namanya Shabira." Menyadari tatapan sahabatnya yang sudah sangat penasaran, Antonio langsung mengenalkan putrinya. "Shabira, ini Tuan Ray. Teman Papa!" lanjutnya.
"Selamat sore Om!" sapa Shabira dengan senyum manis di bibirnya. Meskipun, sampai detik ini ia masih belum mengerti, untuk apa pertemuan ini di adakan.
"Sore!" jawab Tuan Ray dengan datarnya.
Shabira kini hanya mampu tersenyum kaku, setelah mendengar jawaban kaku dari Papanya Austin. Beberapa kali Shabira memperhatikan Austin dan Papanya secara diam-diam. Sifat kedua orang itu benar-benar sangat mirip, terkesan sangat cuek dan dingin.
Anak sama Ayah sama aja, datar! But it's ok, gue suka kok yang dingin-dingin!
Shabira menundukkan kepalanya, sembari mengulum senyum. Menyadari tatapan Austin kini mengarah padanya, Shabira berdehem kecil. Mencoba untuk bersikap normal dan santai, meski degup jantungnya kini mulai tidak terkendali. Ketulusan cintanya membuat Shabira tidak mampu menolak rasa itu, ia benar-benar tidak bisa mengelak untuk tidak mencintai Austin. Meskipun jiwa Livia yang kini berada dalam tubuh mungil itu sekalipun.
"Apa ini calon menantuku?" tanya Ray sembari memperhatikan Shabira.
"Iya, dia calon menantu yang kamu inginkan."
Mendengar jawaban Papa Antonio, Shabira mendongakkan kepalanya memasang wajah bingung. "Maksud Papa apa?" tanya Shabira.
"Begini sayang, sudah lama Papa dan Tuan Ray berencana untuk menjodohkan kamu dengan Austin. Papa tau mungkin menurut kalian ini terlalu cepat, tapi kami sudah memperhitungkan semua untuk kedepannya. Setelah lulus SMA nanti, kalian akan kami nikahkan!" ucap Antonio.
"Apa? Menikah?"
Kini bukan hanya Shabira yang terkejut mendengar ucapan Papa Antonio, Austin pun ikut terkejut setelah mengetahui bahwa dirinya akan dijodohkan dengan gadis di sampingnya itu.
"Iya sayang, kalian setuju kan? Bukankah kalian sudah saling mengenal sejak lama?" tanya Antonio.
"Untuk sekarang mungkin kalian belum bisa saling mencintai, tapi Papa yakin cinta itu akan hadir ketika kalian sudah saling dekat satu sama lain," tambah Ray, menyadari putranya mulai menunjukkan tanda-tanda ketidaksukaan.
"Tapi Pah, kita kan masih sekolah," ucap Shabira. Meskipun dirinya memang menyukai Austin, tapi tetap saja ia tidak mau menikah terlalu dini.
"Itu sebabnya Papa memutuskan untuk menikahkan kalian setelah lulus sekolah nanti, kalian akan setuju kan?" Ray menatap putra dan calon menantunya dengan intens, raut wajahnya seolah memperingatkan kedua anak itu untuk tidak menolak perjodohan ini.
Sekilas kedua anak itu menoleh secara bersamaan. Raut wajah Austin sangat menunjukkan ketidaksukaan. Hal itu terkonfirmasi ketika secara tiba-tiba Austin beranjak dari duduknya.
"Aku tidak setuju Pah, sudah aku bilang sebelumnya. Aku tidak mau dijodohkan dengan siapapun!" tekan Austin.
"Austin, bukankah Papa sudah bilang sebelumnya. Ini semua demi kebaikan kamu! Kamu tidak bisa seperti ini terus!"
"Dengan menikahkan aku dengan perempuan ini? Kebaikan apa yang Papa maksud?" tanya Austin dingin dan tajam.
Sudah Ray duga sebelumnya, Austin pasti akan menolak perjodohan ini. Akan tetapi Ray tidak akan menyerah begitu saja, karena semua itu demi kebaikan putranya. "Papa tidak mau tau, mau kalian setuju atau tidak, Papa akan tetap menjodohkan kalian!"
"Terserah Papa!"
Tanpa banyak basa-basi lagi, Austin melangkahkan kakinya pergi meninggalkan ruangan. Shabira yang melihatnya hanya mampu tercengang, dirinya baru saja ditolak mentah-mentah oleh cowok itu.
Memang apa salahnya dengan ku?
Shabira membatin sembari menatap tubuhnya, ukuran tubuhnya memang tidak terlalu tinggi jika dibandingkan dengan tinggi badan Austin. Tapi Shabira merasa itu tidak terlalu buruk, ia bahkan sudah merasa sangat cantik sekarang.
"Biar aku aja Om yang bicara sama Austin!"
Shabira mencegah, ketika melihat Om Ray hendak mengejar putranya yang sudah pergi. Entah mengapa kini Shabira mulai tertantang untuk tetap melanjutkan perjodohan ini, ia ingin Austin juga membalas cintanya. Tidak ada alasan untuk Shabira menolak perjodohan ini, karena pada kenyataannya, hal inilah yang sesungguhnya ia inginkan sejak dulu.
🎀🎀🎀
...Sampai bertemu di cerita HTKS selanjutnya 👋🏻...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Mpok Nana
🌹
2022-05-08
0
Lee
Semangat kak thor...
penasaran dgn kisah Shabira dlm novelnya sndiri..
2022-05-07
0
Lee
yey...sma Sabira q jg suka yg dingin2..hehe
2022-05-07
0