03. Pulang Ke Rumah

Di dalam mobil, Dion yang sudah puas memarahi Shabira tadi kini hanya diam dan fokus dengan setirnya. Saat ini ia sedang dalam perjalanan menuju rumah Shabira. Bagaimanapun juga ia harus mengantarkan gadis itu sampai di rumahnya karena waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam.

“Lo nggak papa kan?” Dion menoleh ke arah Shabira yang masih terdiam.

“Nggak papa, makasih ya lo udah nolongin gue tadi!” jawab Shabira.

Dion tidak menjawab dan kembali fokus pada setirnya. Sebenarnya ia merasa aneh dengan perubahan Shabira, gadis itu tampak berbeda dari biasanya. Biasanya gadis itu selalu menggunakan bahasa aku dan kamu, bukan lo ataupun gue. Tapi Dion tidak ingin terlalu memusingkannya. Setelah sepuluh menit berlalu, ia menghentikan mobilnya di depan rumah Shabira. Ini adalah kali pertama bagi Dion melihat rumah itu, meski dirinya adalah teman sekolah Shabira.

“Udah sampe, buruan sana masuk. Udah malem!” ucap Dion.

“Sekali lagi makasih ya lo udah mau nganterin gue!” ucap Shabira kemudian keluar dari mobil.

Gadis itu masih berdiri di tempatnya, memandang kepergian mobil Dion yang perlahan menghilang dari pandangan. Setelah puas, ia membalikkan badannya sambil menghela nafas. Sejenak Shabira terdiam menatap rumah besar itu, mencoba meyakinkan diri untuk menjalani hidup sebagai Shabira kedepannya. Setelah mantap, ia mulai melangkahkan kaki memasuki rumah itu.

“Bagus! Habis dari mana saja kamu, Shabira?”

Suara bariton seorang laki-laki menghentikan pergerakan Shabira yang baru saja menutup pintu. Perlahan gadis itu membalikkan badannya, mencari ke sumber suara. Terlihat Papa Antonio Lawrence tengah melipat kedua tangannya, dengan tatapan tajam penuh kemarahan. Di belakangnya ada Mama Shinta, Kak Justin dan Renita. Mereka adalah Mama tiri serta saudara tiri Shabira.

“Pa-Papa ....” Shabira mencoba untuk tetap tenang, meski sebenarnya merasa takut dengan tatapan tajam itu.

“DARI MANA SAJA KAMU HAH? SUDAH JAM BERAPA INI, KENAPA KAMU BARU PULANG?” bentak Antonio masih menatap tajam putrinya.

“BUKANNYA PAPA SUDAH BILANG, JANGAN KELUYURAN KALO HABIS PULANG SEKOLAH?!” tegas Papa mengingatkan.

“Pah, aku ....” Ucapan Shabira menggantung, ia tidak tahu harus memberikan alasan apa. Ia tidak bisa membela diri, karena memang itu adalah kesalahannya. Mana mungkin juga ia harus mengatakan kalau dirinya hampir bunuh diri tadi. Ah tidak, itu akan terasa sangat aneh.

“Aku apa? Dasar anak bandel kamu ya, mau sampai kapan kamu seperti ini hah?” Merasa geram dengan putranya, Antonio tidak segan menjewer telinganya dengan keras.

“Awh Pah, sakit Pah!”

Shabira meringis sambil memegangi telinganya yang masih ditarik oleh Papa-nya, sambil mengikuti langkah pria itu. Bukannya membantu, Mama Shina, Justin dan Renita justru hanya diam saja. Seperti biasa, Shabira tidak akan mendapatkan pembelaan dari siapapun jika sedang mendapat amukan dari Papa Antonio.

“Biar, biar kamu tahu rasa. Papa sudah bilang sama kamu, jangan pernah keluyuran malam-malam, tapi kenapa kamu tidak mendengarkan Papa!” bentak Antonio tanpa ampun. Pria itu bahkan tidak segan mendorong Shabira hingga tersungkur ke lantai, karena saking geramnya.

“Aw ssshhh ....” Shabira meringis sambil memegangi lututnya yang terasa nyeri, setelah mencium kerasnya lantai.

“Pah, berhenti Pah. Kamu sudah sangat keterlaluan!” Melihat putrinya masih terduduk di lantai, Shinta segera mendekat dan membantunya untuk berdiri. “Kamu nggak papa sayang?”

“Untuk apa kamu bela anak nakal ini, biar dia kapok. Papa sudah cukup lelah menghadapinya. Bukannya belajar, dia malah keluyuran tanpa tau waktu. Nilai sekolahnya selalu rendah, tidak seperti Renita!” ucap Antonio dengan geramnya.

Shinta hanya menatap suaminya dengan tidak percaya. Selalu saja Antonio itu membahas tentang nilai sekolah Shabira. Bukan karena Shabira selalu mendapatkan nilai rendah. Tidak, nilai sekolah Shabira bahkan selalu di atas delapan puluh. Hanya saja Antonio tidak pernah merasa puas dan selalu ingin melihat Shabira mendapatkan nilai sempurna, seperti Renita.

Shabira beranjak berdiri tanpa menerima bantuan dari Mama Shinta. Mendengar kalimat yang diucapkan Papa Antonio, berhasil membuat dirinya kesal. Gadis itu hendak membela diri, namun tiba-tiba ucapan Mama Shinta menghentikan dirinya.

“Sudahlah Pah, ini sudah malam. Tidak perlu marah-marah seperti ini, Shabira baru pulang. Papa nggak lihat bagaimana penampilannya?” Shinta menunjuk Shabira yang penampilannya begitu lusuh, ada beberapa noda darah di baju Shabira yang membuat dirinya bertanya-tanya.

“Habis ngapain kamu sampai kotor seperti ini hah?” tanya Antonio yang masih kesal.

“Papa baru tanya setelah melakukan semua ini?” Mata Shabira berkaca-kaca, akan tetapi ia masih bisa menahannya.

“Apa maksudmu?”

“Papa selalu saja seperti ini, menghukum ku tanpa bertanya apa saja yang udah aku alami seharian ini!” ucap Shabira dengan nada setengah meninggi.

“Berani sekali kamu meninggikan suaramu pada Papamu, dasar anak nakal!” bentak Antonio.

Pria itu hendak kembali menghukum Shabira, tapi terurung ketika melihat tatapan mata yang berhasil mengingatkannya pada cinta pertamanya. Shabira begitu mirip dengan Ibu kandungnya, istri pertama yang telah ia sia-siakan dulu. Bisa dikatakan itu adalah satu penyesalan paling besar dalam hidup Antonio. Ia sudah menyia-nyiakan Ibu kandung Shabira yang sudah lama meninggal, bahkan ia baru menemukan Shabira ketika usianya sudah menginjak tujuh tahun.

“Masuk kamu ke kamar!” titah Antonio sambil menunjuk ke kamar Shabira.

Shabira masih menatap Papanya dengan tatapan tidak biasa, ia kesal dengan perbuatannya yang selalu seenaknya sendiri. Tidak ingin berlama-lama di pandang oleh semua anggota keluarganya, Shabira langsung berlari meninggalkan keempat orang yang masih berdiri di tempatnya itu.

Sampai di dalam kamar, Shabira terdiam sejenak. Mengedarkan pandangannya menatap kamar bernuansa pink putih yang tampak begitu rapi. Perlahan Shabira berjalan menuju meja rias. Terdapat berbagai merek makeup dan skincare di sana, tapi sejak dulu Shabira tidak pernah memakainya. Bukan karena tidak mau, hanya saja ia tidak pernah sempat memakai itu semua.

Sejak dulu kegiatan Shabira hanya disibukkan dengan belajar, semua itu demi menuruti perintah Papanya yang selalu menuntut dirinya agar mendapatkan nilai sempurna seperti Renita. Kedua gadis itu memang lahir di tahun yang sama, hanya saja Renita lebih tua dua bulan dari Shabira. Shabira memang tidak terlalu pandai, karena itu ia harus berusaha semaksimal mungkin agar bisa mendapatkan nilai sempurna seperti yang diinginkan Papa Antonio.

“Oh ya ampun wajahku!” Sambil menatap pantulan dirinya dalam kaca, Shabira memegangi pipinya yang terlihat mengembang seperti bakpao. Wajah dan ukuran tubuhnya sangat berbeda dengan Livia saat di dunia. “Pantes aja Shabira gampang ditindas, dari wajahnya aja udah keliatan banget!”

“Argh kenapa juga aku harus bikin tokoh Shabira selembut ini, wajahnya bukan tipeku banget!” Shabira menarik rambut kusamnya, semua yang ada di tubuhnya sangat tidak terurus. Mungkin karena itu banyak orang yang bisa dengan mudah dan tega membully gadis ini.

“Tidak bisa dibiarkan! Sebagai langkah pertama, aku harus sedikit merubah penampilan ku. Setidaknya dengan itu mereka semua akan bisa sedikit menghargai ku kedepannya!” monolog Shabira sambil menjewer kedua pipinya.

Sayup-sayup terdengar suara ketukan pintu dari luar, Shabira sudah tahu siapa orangnya. Tanpa menunggu izin dari sang pemilik kamar, pintu kamar perlahan terbuka menampilkan seorang wanita yang masih terlihat muda di usianya yang sudah memasuki empat puluh lima tahun.

Seperti biasa, Mama Shinta pasti akan datang menghampiri jika salah satu anaknya baru saja mendapatkan amukan dari suaminya. Dan yang paling sering adalah Shabira, karena sejak dulu Papa sangat jarang memarahi kedua anaknya yang lain. Shabira juga tidak mengerti kenapa, Papa selalu menuntutnya untuk sempurna, sementara Justin dan Renita justru diabaikan saja.

“Sayang, kamu belum tidur?” Shinta berjalan menghampiri Shabira dengan senyum lembut di bibirnya, kemudian mendudukkan diri di dekat gadis itu. “Maafin sikap Papa kamu tadi ya sayang, Papa tadi cuma khawatir sama kamu.”

“Kamu nggak papa kan?” tanya Mama Shinta sambil memeriksa keadaan putrinya.

“Rara nggak papa kok Ma,” jawab Shabira.

“Bukannya Papa jahat sama kamu, sebenarnya dia itu terlalu sayang sama kamu. Kamu tahu? Dari sore Papa nyariin kamu ke mana-mana, tapi nggak ketemu. Dia khawatir banget sama kamu, sampai tanyain ke semua temen-temen kamu. Makanya Papa marah banget waktu lihat kamu pulang malem tadi!” ucap Mama menjelaskan. Mencoba memberi pengertian pada Shabira agar tidak salah paham dengan sikap Papanya.

“Kamu jangan marah ya sama Papa, Mama tahu apa yang Papa lakuin tadi keterlaluan. Tapi Papa begitu karena kamu juga salah sayang, seharusnya kalo kamu mau pergi atau mau ke mana bilang dulu ke Papa. Minta izin dulu biar kita nggak khawatir nantinya!” lanjutnya.

“Iya Ma, maafin Shabira ya. Lain kali Shabira nggak akan kayak gitu lagi!” ucap Shabira membuang rasa kesal dihatinya.

“Mama percaya kok, kamu anak yang baik seperti Bunda mu!” ucap Shinta sambil mengelus puncak kepala Shabira. Meskipun status Shabira hanyalah anak tiri, tapi Shinta sudah sangat menyayanginya dan menganggapnya seperti anak kandung sendiri. Tapi tetap saja ia tidak bisa banyak membela jika suaminya sedang sangat marah, karena itu semua akan percuma.

“Ya udah, kamu mandi dulu sana. Udah malem, abis itu langsung tidur aja ya!” titah Mama Shinta. "Oh iya, besok setelah pulang sekolah jangan ke mana-mana ya. Langsung pulang aja, Papa sama Mama mau ajak kamu ketemu seseorang," lanjutnya.

"Seseorang? Siapa Ma?"

"Besok kamu bakal tau siapa, Mama hanya berharap kamu setuju dengan keputusan Papa nanti!" ucap Mama Shinta.

"Keputusan apa maksud Mama?" Shabira mengerutkan keningnya, akan ada masalah apa lagi ini. Shabira hanya mampu berharap tidak akan ada masalah yang begitu berat menimpanya kali ini.

"Besok kamu bakal tau sayang, sekarang mandi dulu gih. Habis itu langsung tidur, ok?"

Mau tidak mau, Shabira menganggukkan kepalanya. Mencoba untuk tidak terlalu memikirkan ucapan Mama Shinta, untuk sesaat ia ingin beristirahat sejenak dari kerasnya kehidupan yang Shabira jalani selama ini. Dan untuk masalah berikutnya, akan Shabira pikirkan selanjutnya.

🎀🎀🎀

...Sampai bertemu di cerita HTKS selanjutnya 👋🏻...

Terpopuler

Comments

Zaed Nanu

Zaed Nanu

☕buar semangat kak

2022-09-23

0

Buaya buntung

Buaya buntung

iyaiuaiyaiya

2022-06-06

0

Mpok Nana

Mpok Nana

Bait di atas aku sedih,,🌹

2022-05-08

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!