Adel berhasil membujuk Nao untuk kembali ke restoran meskipun ia harus sedikit berdrama dengan memeluk dan menangis di depannya.
Keduanya sedang berada di dalam lift. Karena sepatu hak tinggi itu Adel bisa berdiri hampir sejajar dengan Nao.
"Sorry" ucap Adel memecah keheningan di dalam lift.
"Gue kabur pun keputusan mereka bakal tetap sama" sahut Nao dengan pandangan lurus.
"Terus ngapain lo tadi kabur?"
"Gue butuh menenangkan diri gue"
Adel hanya manggut-manggut karena nada bicara Nao dari tadi terdengar kesal.
Sampainya di lantai di mana restoran itu berada, Nao keluar lebih dulu baru disusul oleh Adel.
Baru melangkah sebentar, Adel meringis merasakan perih di kakinya. Ia menghentikan langkahnya dan memeriksa kakinya. Ternyata kakinya sudah lecet dan ada sedikit darah di sana.
"Lo kenapa?" Nao yang tadinya sudah berada di ambang pintu masuk kembali menghampiri Adel yang masih berada di depan lift.
Adel mendongakkan kepalanya tanpa menjawab pertanyaan Nao. Ia lalu kembali memeriksa lukanya diikuti dengan tatapan Nao yang juga melihat luka itu.
"Lo tunggu sini" Nao beranjak menemui seorang pegawai hotel yang berada di ambang pintu.
"Permisi mbak, ada plester enggak ya? Dua"
"Sebentar ya tuan saya tanyakan ke rekan saya" pegawai itu menyahuti dengan ramah. Ia lalu pergi menemui rekan kerjanya. Rekan kerjanya menganggukkan kepalanya dan segera pergi mengambil plester dari ruang karyawan dan menyerahkan pada pegawai wanita yang ditemui Nao tadi.
"Silakan tuan" pegawai itu menyerahkan 2 buah plester pada Nao.
Nao menerima plester itu "Makasih" Ia lalu kembali mendekati Adel. Dengan segera Nao menundukkan badannya, berlutut di hadapan Adel, dan hendak melepas sepatu Adel.
"Enggak usah, gue bisa sendiri" Adel membulatkan matanya. Ia refleks menjauhkan salah satu kakinya dari tangan Nao. Namun justru ditariknya pelan kaki Adel oleh Nao.
Dengan hati-hati Nao melepas salah satu sepatu Adel "Pegangan" Adel perlahan memegang pundak Nao dengan perasaan sedikit ragu. Nao lalu menempelkan plester di atas lukanya. Ia juga membatu Adel mengenakan sepatunya kembali. Begitu juga dengan kaki yang satunya.
Nao berdiri menatap Adel "Lo ngapain pake sepatu tinggi-tinggi kalau ujung-ujungnya cuma nyakitin diri lo sendiri"
"Soalnya cuma sepatu ini yang cocok sama gaun ini"
Nao menghela nafas seraya mengalihkan pandangannya ke samping "Dasar cewek"
"Makasih" ucap Adel lirih dengan wajah tertunduk membuat Nao mengernyitkan keningnya.
"Lo bisa jalannya?"
"Sepertinya" Adel mencoba berjalan namun ia malah meringis karena masih terasa sakit meskipun sudah tidak sesakit sebelumnya.
Nao menyodorkan lengannya pada Adel membuat Adel menatap bingung pada pria itu. Melihat Adel yang kebingungan, Nao menarik tangan Adel dan melingkarkan pada lengannya.
Dengan perlahan mereka masuk ke dalam dengan bergandengan tangan membuat ketiga orang paruh baya yang melihat adegan itu tersenyum-senyum sendiri.
"Katanya tidak mau tapi anak nakal itu datang-datang bergandengan tangan dengan Adel" tutur Bram menggelengkan kepalanya.
Sampainya di meja, Nao perlahan melepas lengan Adel untuk duduk di kursinya.
"Makasih"
"Hm" Nao lalu pergi duduk di kursinya. Papanya menatapnya sambil menaikkan kedua alisnya.
"Apa pa?" Nao merasa risih diperhatikan papanya seperti itu. Papanya melirik Adel seakan bertanya kenapa kamu menggandeng Adel.
"Dia terluka pa, aku hanya membantunya" jelas Nao seakan tahu maksud tatapan tanya dari sang papa.
"Terluka? Kamu kenapa nak?" Hendra buru-buru meraba badan Adel memastikan di mana luka putrinya itu.
"Aku enggak papa pa, cuma lecet sedikit kakinya"
"Beneran kamu tidak apa-apa?" Asri menimpali dengan raut muka cemas.
"Aku tidak apa-apa tante, om, tadi Nao sudah membantuku" jelas Adel membuat ketiga orang itu merasa lega mendengarnya.
"Terima kasih Adel kamu sudah membawa Nao kembali, maaf gara-gara Nao kamu harus terluka seperti itu" ucap Bram melirik sekilas pada Nao.
Nao berdecak. Ia memutar bola matanya jengah sambil melipat kedua tangannya.
"Berarti kamu setuju dengan perjodohan ini kan Nao?"
Nao tak menjawab, ia hanya melontarkan tatapan tajam pada papanya.
"Sekalipun kamu menolak, keputusan kami tetap sama" tegas Bram yang membuat Nao hanya bisa menuruti saja kemaun sang papa.
"Tapi om, aku rasa pendapat kami tetap harus didengarkan" Adel menimpali membuat ketiga orang dewasa itu menatap Adel.
"Baiklah kita dengarkan pendapat kalian" sahut Asri tersenyum.
"Aku sendiri tidak setuju dengan perjodohan ini pa, om, tante. Apalagi kami sama-sama tidak mengenal satu sama lain" jelas Adel membuat senyuman ketiga orang itu luntur.
Asri mengelus lembut punggung tangan Adel sambil tersenyum "Waktu kalian masih banyak, setelah lulus SMA kalian baru akan bertunangan. Kami tidak akan membuat kalian terburu-buru menikah dan kami yakin cinta kalian bisa datang seiring berjalannya waktu"
"Huh. Apa gue bilang, enggak ada gunanya protes ke papa sama mama" ucap Nao dalam hati.
"Tapi tante, aku-"
"Nak papa akui papa memang egois, untuk sekali ini saja papa mohon sama kamu ya nak" Hendra yang duduk di samping putrinya itu ikut memohon membuat Adel benar-benar bingung dengan keadaan ini.
Adel menatap Nao seakan ia bertanya padanya kenapa ia tidak membantunya. Sedangkan Nao hanya menaikkan kedua alisnya sebagai jawaban.
"Terima ya nak Adel, tante mohon, cuma kamu yang om sama tante percaya untuk mendampingi Nao" Asri sekali lagi mengucapkan kata-kata yang memojokkan Adel.
"Baik tante, pa, om" dengan terpaksa Adel menerima perjodohan itu. Sedangkan Nao, ia sudah tahu akhirnya pasti akan seperti ini makanya ia sama sekali tidak membantu Adel untuk protes pada papa dan mamanya.
Hari semakin larut. Keluarga itu keluar dari restoran dengan raut wajah bahagia. Kecuali untuk Adel. Ia terlihat murung dan tadi ia hanya menanggapi obrolan mereka dengan kaku.
Kini kedua keluarga itu kembali ke rumah masing masing. Sampainya di depan rumah, Adel mencopot sepatunya dan menenteng sepatu itu. Ia berjalan menuju kamarnya dengan bertelanjang kaki dan raut wajah yang masih murung dan tertunduk.
Hendra merangkul putrinya "Terima kasih ya nak, papa senang akhirnya kamu mau menerima perjodohan ini"
Adel hanya menanggapi dengan senyum tipis sekilas.
"Adel duluan ya pa, papa juga istirahat" pamit Adel dan diangguki oleh Hendra.
Sampainya di kamar, Adel menaruh sepatunya sembarang dan mendudukkan tubuhnya di atas kursi belajarnya. Ia menyandarkan kepalanya di atas meja sambil menghela nafas panjang.
Akan seperti apa kehidupan sekolahnya besok? Apakah akan berubah atau tetap sama? pertanyaan itu terngiang di kepala Adel.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Ellin So
sabar dulu ya Del, ntar Nao sayang n cinta Ama kamu
dan kamu sendiri ntar juga gitu
2022-09-06
1