Minggu Depan

Nena membuka ponselnya, ada pesan masuk dari Janu.

Hari ini kamu tidak bekerja, hukuman kamu makin lama.

Nena berdecak, kemudian ia bergegas mandi. Setelah rapih, Nena pamit pada Malik yang masih ada di meja makan.

"Mau ke mana?"

"Mainlah Bang, hari minggu ini," jawab Nena berbohong. "Bukan sama anaknya Pak Haji Soleh kan?" Nena menggelengkan kepalanya.

"Ya udah, hati-hati," ujar Malik, ia kembali fokus pada ponselnya karena ada pesan dari tetangga mereka saat di Sukabumi, menyampaikan bahwa ada yang mencari keluarga Abah.

Karena tidak jelas siapa pihak yang mencarinya, maka Malik mengatakan jangan menginformasikan alamat mereka saat ini.

Sampai di unit apartement Janu, Nena tidak menemukan Janu. Padahal ia ingin sekali menghardiknya. Nena kemudian mulai melakukan tugasnya.

Hampir satu jam Nena mengerjakan semua dan apartement Janu sudah bersih. Sambil duduk disofa Nena membuka ponselnya, ia mengirim pesan pada Janu.

Apartement udah oke, ya. Aku pulang ya Om, jangan dikira aku enggak datang.

Hampir lima menit tidak ada balasan, Nena memutuskan meninggalkan unit Janu. Baru saja berdiri dan berbalik, "Mau kemana?" tanya Janu yang baru turun.

Nena terkejut dan mengelus dadanya, "Om Janu ngagetin aja sih. Untuk jantung aku Made Of God, coba kalau Made In China pasti udah retak-retak." Janu hanya tertawa, "Nena, aku lapar, temani aku makan."

"Sama, gara-gara Om Janu aku enggak jadi sarapan."

"Makan di luar aja Na, mau enggak?"

"Gratisan mah enggak nolak," jawab Nena. Janu meraih kunci mobil yang ada di atas kulkas.

"Ayo!"

"Kemana?" tanya Nena. Janu berdecak, "Kamu lama-lama nyebelin ya," ujarJanu sambil membuka pintu. "Tapi aku ngangenin, Om," sahut Nena lagi.

"Emang, cepat atau aku kunci dari luar."

Saat berada d lift, Nena tertawa sambil menutupi mulutnya, Janu menoleh ke samping di mana Nena berada. "Kalau teman aku tau, aku di lift bareng dengan Om Janu berdua begini, semaput dia. Pasti iri," ungkap Nena. 

Tiba-tiba Janu mendorong Nena ke dinding lift, kedua tangannya menyentuh dinding membatasi gerak Nena, "Kalau begini, teman kamu lebih iri enggak?"

"Om Janu, mau ngapain?" tanya Nena mulai panik karena tubuh dan wajah Janu semakin dekat, ia pun menahan dada Janu dengan kedua tangannya.

"Kamu, maunya ngapain?" tanya Janu. "Om, jangan bercanda deh, enggak lucu," ujar Nena. "Apa aku kelihatan bercanda," ucap Janu dengan wajah yang semakin dekat, Nena pun memalingkan wajahnya dan Janu tersenyum kemudian mengacak rambut Nena. 

"Dasar rese," ujar Nena. Janu hanya tersenyum. Pintu lift terbuka, Janu berjalan dengan salah satu tangan berada di sakunya. Nena mengikuti sambil sedikit berlari karena langkah mereka yang tidak sepadan. 

Tubuh tinggi tegap Janu dengan langkah lebar dan cepat sedangkan Nena yang tingginya hanya sampai bahu Janu sudah pasti tidak bisa mengimbangi saat berjalan bersama. 

Janu menoleh karena Nena ternyata tertinggal jauh, gadis itu sudah memasang wajah jutek. "Jangan cemberut begitu, nantangin aku ya?" 

"Ishh, enggak jelas." Nena berjalan mendahului Janu lalu menoleh, "Mobil Om Janu yang mana?" tanya Nena karena mereka sudah berada di parkiran. 

"Mau makan di mana gitu, naik mobil segala. Enakan naek motor, bebas macet," ujar Nena saat Janu sudah melajukan mobil meninggalkan area apartementnya.

"Tuh, beneran macet kan? Coba tadi naik motor aku aja, Om."

"Ini padat bukan macet, kamu bawa motor?" tanya Janu sambil mempercepat laju mobilnya saat kepadatan mulai terurai.

"Hmm," jawab Nena.

Janu dan Nena memasuki area rumah makan yang lumayan luas dengan gaya tradisional. Untuk jam-jam tertentu sudah pasti disini sangat ramai. Karena sekarang sudah lewat jam sarapan, pengunjung tidak terlalu penuh.

"Oalah, Pak Janu. Silahkan, Pak," ujar seorang pria paruh baya, mungkin pemilik tempat itu. Janu hanya tersenyum. Memilih bilik lesehan menggunakan saung dan sekat, agar tidak menarik perhatian pengunjung lainnya.

Nena melepaskan alas kakinya lalu duduk bersebrangan dengan Janu yang sedang membuka buku menu.

"Pindah sini," ujar Janu sambil menepuk bantal alas duduk disebelahnya. "Aku disini aja," ujar Nena. Janu bersecak, "Pindah!! Aku merokok, asapnya akan lebih banyak ke sana," ujar Janu. Mau tidak mau Nena akhirnya berpindah.

Tidak lama kemudian, pelayan datang membawakan pesanan. Janu dan Nena mulai menikmati makananya. "Enak enggak?" tanya Janu disela ia mengunyah.

Nena mengangguk, "Om Janu sering makan di aini ya?" Janu mengangguk, "Lain kali aku yang traktir Om Janu, tapi enggak di tempat mahal begini. Yang jelas sehat dan bersih," ucap Nena.

"Aku pegang janji kamu," sahut Janu.

Nena masih menghabiskan makannya sedangkan Janu sudah selesai dan saat ini sedang menghisap rokok yang terselip di jarinya.

Ponsel Janu berdering, menatap layar ponselnya lalu menjawab panggilan tersebut.

"Hmm."

"Objek sudah meninggal Pak, bahkan sudah lama. Kalau suaminya meninggal dua atau tiga tahun yang lalu. Anak-anaknya sudah pindah ke Jakarta, sepertinya lost contact dengan tetangga di sini. Saya sedang selidiki teman sekolah dari putri almarhumah."

"Masih ada peluang, selidiki lagi. Sebar tim jika perlu, jangan buang waktu terlalu lama untuk hal ini."

"Siap, Pak. Ini saya sudah dapatkan foto-foto keluarga tersebut saat masih tinggal di sini."

"Ok, kirim ke Jakarta. Aku akan sampaikan ke Mamih."

Janu mengakhiri panggilannya.

Janu menoleh pada Nena yang sedang fokus pada ponselnya, rupanya Nena juga sudah menyelesaikan makannya. "Sudah selesai?" tanya Janu. Nena banya mengangguk, Ayo," ajak Janu. Nena bergegas berdiri dan mengikuti Janu yang sudah berjalan meninggalkannya.

Berada di kasir, pria yang tadi menyambut Janu ada di sana menerima kartu yang disodorkan Janu. "Pak Radja kemarin baru dari sini, seperti biasa selalu mengajak rombongan, ini calonnya Pak Janu ya. Cantik loh," Janu hanya tersenyum. "Kalau bukan spesial tidak akan diajak ke sini toh."

"Tempatnya spesial jadi yang diajak harus spesial juga, Pak," jawab Janu. Nena yang sedang dibicarakan hanya diam.

Mobil yang membawa Janu dan Nena sudah kembali melaju di jalan raya yang semakin siang semakin padat meskipun saat ini hari minggu.

"Mau aku langsung antar ke Mall?"

"Enggak, motor aku masih di parkiran, tas aku juga masih ada di apartemen Om Janu," jawab Nena.

"Kapan kamu mau traktir aku?" tanya Janu saat mereka sudah berada di unit milik Janu. "Kapan-kapan," jawab Nena sambil meraih tasnya yang digantung di dinding dapur.

Janu berdecak, "Minggu depan. Kamu harus traktir aku minggu depan."

"Hmm, oke. Tapi naik motor aku," ujar Nena sambil tertawa.

______

Jejaks ya gaes, jangan nunggu minggu depan kayak Janu 🥰

Terpopuler

Comments

Katherina Ajawaila

Katherina Ajawaila

Nena tomboi juga, gaya ya suka aku, coba visual thour, kan bisa halu tinggi🤣🤣🤣🤣

2023-10-02

0

Hearty 💕💕💕

Hearty 💕💕💕

Ngaku dia :)

2023-08-01

0

Sulaiman Efendy

Sulaiman Efendy

BERARTI DLU IBUNYA NENA ART DIRUMAH JANU, DN MNDONORKN HATINYA BUAH MAMI NYA JANU.

2022-11-22

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!