Lelet Macam Siput

Nena sempat menghela nafas saat pintu rumah itu dibuka, meja tamu yang terlihat sudah tidak layak, puntung rokok beserta bungkusnya yang berserakan, juga botol air dan kaleng entah minuman apa. “Ini kamar loe,” ujar Malik menunjuk sebuah pintu, “kamar gue yang itu. Kamar mandi di belakang, loe boleh istirahat, gue beli makan dulu.”

Nena mendorong pintu yang disebut kamar untuknya oleh Malik, pemandangan yang sungguh menyayat hati dan menyedihkan. Menyedihkan karena kamar yang akan ia tempati terlihat sempit, hanya ada tempat tidur kecil dengan lemari kayu dan meja rias yang modelnya sudah ketinggalan jaman.

Nena merangsek masuk menggeret kopernya, paling tidak walaupun sempit tapi kamar itu terlihat bersih. Nena membuka kopernya mencari pakaian ganti dan handuk.

“Tuh makanan loe, gue mau kerja. Tetangga sekitar udah tau sekarang loe tinggal bareng gue termasuk Pak RT. Jangan kelayapan jauh-jauh kalau enggak mau nyasar, jangan lupa kunci pintu,” ucap Malik sebelum pergi.

Nena mencari kantung plastik dan memindahkan semua sampah yang ada di meja ruang tamu untuk dibuang dan menyapu lantai seluruh ruangan kecuali kamar Malik. Kini ia duduk di meja makan membuka bungkusan yang disebut makan malam untuknya. Berisi nasi, sepotong lauk dan pelengkap menu lainnya. Nena tidak langsung memakan tapi dia memandang makanan itu.

“Makan yang banyak, biar kamu cepat tumbuh tinggi. Heran Abah, sama tubuh kamu yang enggak tinggi-tinggi,” ucap Abah sambil menuangkan nasi, beserta lauk pauknya memenuhi piring dan diserahkan di depan Nena. “Tapi ini kebanyakan Bah, yang ada aku bukan tinggi tapi gendut.”

“Yang penting sehat, gendut juga enggak apa-apa.”

Air mata Nena tidak terbendung, mengingat penggalan kisah dengan Abahnya. Kehadiran Abah memang sangat terasa saat pria itu sudah tidak ada lagi di dunia ini. Nena menengadahkan wajahnya agar tangisnya berhenti lalu menghela nafas lelah. Meraih sendok dan mulai menyuapkan makanan itu ke dalam mulutnya. Rasa makanan itu jauh dari kata nikmat, entah karena kondisi hidupnya saat ini atau memang rasa makanan standar dengan harga murah memang begitu.

Setengah porsi telah habis, tidak ingin kembali menghabiskan namun mengingat hidupnya saat ini, mau tidak mau ia kembali menghabiskan sisa makanan di hadapannya.

Sebelum tidur Nena sudah memastikan pintu dalam keadaan terkunci, melihat jam dinding saat ini sudah pukul sebelas malam. Tapi masih terdengar ramai, anak-anak berteriak atau ngobrol saat lewat depan rumah, suara deru kendaraan roda dua juga suara TV entah rumah mana yang menyalakannya. Dengan kondisi rumah yang rapat, aktivitas tetangga terkadang bisa didengar dengan jelas.

Seminggu tinggal dengan Malik, Nena belum begitu akrab dengan lingkungan sekitar. Sesekali ia keluar untuk menghafal jalan sekitar tidak jauh dari gang menuju rumah Malik. Dia sendiri jarang bertemu dengan Malik, dengan alasan kerja dan kesibukan mungkin itu yang membuat pria itu jarang pulang.

.

.

.

Nena baru saja selesai menyetrika pakaian saat Malik pulang, “Bang, kerjanya apa sih? Kenapa jarang pulang?” tanya Nena. “Kamu enggak usah kepo dan banyak tanya. Biasanya orang yang penasaran itu mudah celaka, jadi biasakan tidak ikut campur urusan orang lain.”

“Cuma nanya, tinggal jawab aja, malah pake ceramah,” jawab Nena lirih namun sudah pasti bisa di dengar Malik.

“Gimana, loe udah datang alamat resto yang gue kirim?”

Nena mengangguk, “Mereka butuh yang pengalaman dan bersertifikat. Jadi aku enggak diterima.”

“Loe kan lulusan SMK, masa enggak bisa lolos,” ujar Malik. “Aku lulusan SMK Farmasi Bang, yang dibutuhkan restoran itu lulusan tata boga, beda jurusan. Naik angkot aja kalau salah jurusan, nyasar.”

Sudah tiga bulan tinggal bersama Malik, Nena pun sudah sering ke berbagai tempat untuk melamar kerja. Mulai dari office girl, penjaga toko, sampai lowongan bagian dapur rumah sakit pun ia sudah coba namun keberuntungan belum berpihak padanya.

Tanda tanya mengenai pekerjaaan Malik masih belum ada jawaban, namun Nena yakin apa yang dilakukan kakaknya bukan dalam jalan yang lurus meskipun bukan seorang perampok, pencuri apalagi pencopet. Malik pernah pulang dalam keadaan babak belur, entah siapa yang memukuli. Juga dalam kondisi luka berdarah-darah entah siapa yang melukainya. Namun ada masa pulang dalam keadaan rapih menggunakan jas, bahkan Nena sendiri tidak menyangka bahwa Kakaknya dengan pakaian itu terlihat tampan. 

Seperti saat ini, Nena membuka pintu untuk Malik yang pulang bersama seorang perempuan. “Siapa dia?” tanya perempuan itu pada Malik. “Ade gue,” jawabanya.

“Hmm, cantik. Jangan sampe Bos Leo lihat, bisa digaet.”

Malik berdecak, lalu membuka dasi yang masih terikat di kerah bajunya. “Nena,” panggil Malik.

“Iya,” sahut Nena menghampiri Malik. “Gue mau istirahat, enggak usah ganggu gue. Apapun yang loe dengar dari kamar, hiraukan aja. Ayo,” ajak Malik pada perempuan itu. Kemudian merangkulnya dan perempuan itu terbahak karena mendengar Malik berbisik.

“Bang Malik, ngomong apa sih? Itu perempuan kenapa ikut masuk ke kamar Bang Malik. Kalau mau nginep harusnya tidur bareng aku dong.” Nena menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia pun masuk ke kamarnya, belum sempat terpejam. Telinganya menangkap suara-suara aneh, seperti kesakitan tapi bukan. Seperti kesenangan tapi juga bukan, cukup lama sampai terdengar suara Bang Malik mengerang.

“Tau ah, mungkin lagi pada kerokan karena masuk angin,” ujar Nena.

Dua hari setelah itu, Nena yang menuju pasar untuk membeli kebutuhan bulanan yang dibutuhkannya juga Malik melewati deretan ruko. Yang menarik perhatiannya adalah salah satu ruko yang merupakan apotik yang lumayan terkenal memasang plang. “Membutuhkan Staf Farmasi”

Tanpa membuang waktu, ia segera masuk ke dalam apotek mengkonfirmasi kebenaran pengumuman tersebut. Nena pulang untuk mengambil berkas lamaran kerjanya lalu kembali ke apotek tersebut, tanpa diduga ia diterima bekerja di apotek tersebut.  

Karena apotek tersebut buka 24 jam, maka ia kebagian jadwal kerja shift. Nena tidak disulitkan dengan pakaian kerja, karena ada hari-hari tertentu ia menggunakan seragam yang sudah ditetapkan.

Masa kini, Jakarta 2022

“NENAAAA!!!” panggil Ajat dengan berteriak di depan rumahnya tanpa turun dari motor.

“Bentar, gue ketiduran,” ujar Nena dengan kepala yang menyembul di pintu. Ia akan membonceng motor Ajat anak Pak H. Soleh tetangga Malik. “Buruan, gue tunggu depan gang,” teriak Ajat lagi.

Terdengar deru motor yang menjauh, Nena semakin panik sambil memakai sepatunya ia bergegas mengunci pintu dan menutup pagar besi yang sudah karatan. Bahkan serpihan karatannya akan menempel kala ia menyentuhnya.

Berlari, mengerjar Ajat karena motor miliknya sedang dibengkel, naik kendaraan umum sudah pasti terlambat. “Nenaaa, gue titip obat,” ujar tetangga Nena.

“Sms aja ya, aku buru-buru, sudah telat.”

“Bae-bae melendung, kalau udah telat mah,” ujar salah satu pemuda yang sedang nongkrong.

Nena terengah sambil membungkukan badannya sebelum naik ke motor Ajat. “Lelet macem siput,” ujar Ajat. 

_______

Hai, ketemu lagi di karya aku yang baru, murni boleh ngehalu. Jangan lupa jejaks yesss. Like, vote, komen dan favorit

Terpopuler

Comments

N Wage

N Wage

sama kaya aku. dulu namanya Sekolah Asisten Apoteker(SAA)/ Sekolah Menengah Farmasi(SMF).
Sekarang sdh gak ada lagi yg setingkat SLTA,sdh dinaikan jd D3.kami harus kuliah D3 lg utk persamaan.

2024-01-29

0

Hearty 💕💕💕

Hearty 💕💕💕

Mampir disini

2023-07-31

0

khalisa

khalisa

lanjutttt

2022-04-24

2

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!