Nena bergegas keluar area mall, ojeg onlinenya sudah menunggu. Setelah jam kerjanya selesai, ia mendapatkan pesan agar datang ke sebuah club untuk menjemput Malik yang sedang mabuk dan membuat keributan.
Bugh, saat didepan pintu masuk sebuah club Nena menabrak bahu seseorang. “Maaf, saya buru-buru,” ucap Nena langsung masuk ke dalam.
“Dia kan gadis yang tadi siang ... ku pikir gadis baik taunya sama aja,” batin Janu saat Nena bergegas masuk ke dalam club setelah minta maaf.
Nena mencari keberadaan kakaknya, dengan menghubungi kembali teman Malik yang mengirimkannya pesan. Masuk ke dalam sebuah ruang, Nena hanya bisa menghela nafasnya melihat kondisi Malik yang sangat kacau. Terbaring di sofa dengan kaki menjuntai, salah satu temannya menghampiri Nena, “Abang loe lagi ada masalah apa sih? Bikin repot nih, mending cepet bawa pulang.” Nena hanya mengangguk, namun ia memikirkan bagaimana membawa kakaknya pulang.
Teman-teman laknat Malik malah asyik dengan minuman dan para wanita yang sedang menemani mereka. Nena pun sadar ia tidak ingin berada di tempat ini terlalu lama. Mengikuti jejak langkah salah satu teman Malik yang membantu membawa Malik ke luar dari tempat terkutuk itu.
“Hehh,” Nena spontan melepaskan tangan seorang pria yang menyentuh lengannya. “Cantik tapi galak, sok jual mahal.”
“Janu, gue harus bayar berapa cewek macem begini,” ucap pria itu pada temannya. Nena menoleh pada wajah pria yang dimaksud, Pak Janu, batinnya, ini kan Pak Janu yang tadi siang berfoto sama Tata. Tampangnya imut-imut, kelakuannya amit-amit, batinnya lagi.
“Coba aja tanya sama loe berapa harganya,” jawab Janu lalu menenggak isi gelasnya tanpa menatap ke arah Nena. “Heh, hati-hati dengan mulut Anda, Anda pikir saya perempuan seperti apa ?” Para rekan Janu bersorak, karena ada yang berani menghardik seorang Janu. “Wooo, loe pada dengar enggak, Janu diremehin sama bocah.” Terdengar beberapa orang yang mungkin para rekan Janu terbahak.
Janu menghampiri Nena, “Menurutmu, perempuan macam apa yang akan berada di tempat seperti ini? Tidak mungkin perempuan baik-baik akan berada di tempat ini, ini bukan pesantren,” ujar Janu sambil mencengkram lengan Nena. Jarak mereka sangat dekat, bahkan Nena dapat mencium aroma alkohol dari mulut Janu.
“Terserah ya,” sahut Nena sambil berlalu. “Tinggal sebutin aja berapa nominal harga kamu, mereka pasti bisa bayar, sudah biasa begitu. Padahal aku pikir kamu gadis baik-baik, nyatanya sama aja, *****,” teriak Janu lalu terbahak bersama para rekannya.
Nena kembali menoleh, ia menghampiri Janu, mengambil gelas yang ada di meja dekat tempatnya berdiri lalu ... Byur, isi gelas itu membasahi wajah Janu.Entah air apa, yang jelas Nena merasa lega melakukan hal itu, ia pun bergegas keluar.
“Shittt,” teriak Janu, asisten Janu menghampirinya. “Cari tau siapa perempuan itu, belum tau siapa Janu.” Rekan-rekan Janu hanya diam melihat wajah kesal Janu. Semua sudah tau bagaimana Janu ketika marah, termasuk cara pria itu menyelesaikan masalahnya. Janu memiliki beberapa orang bodyguard dan preman yang biasa mengurus pekerjaannya.
Background usaha milik keluarganya yang tidak lain adalah bisnis properti membuatnya memiliki orang-orang yang dipercaya mampu membantu melancarkan usahanya. Meskipun dengan jalan kekerasan.
"Lama amat sih," ucap teman Malik berdiri di samping taksi dimana Malik sudah berada di dalamnya. Selama perjalanan, Nena terngiang kembali ucapan yang keluar dari mulut Janu, sampai supir taksi menghentikan lamunannya dan mengatakan telah sampai pada alamat yang diberikan Nena. Berhenti tepat di ujung gang rumah Malik, “Pak, bisa bantu antar kakak saya sampai rumah. Nanti saya tambahkan ongkosnya. Saya enggak akan bisa bawa sendiri.” Malik di papah oleh supir taksi, Nena segera membuka pagar dan pintu rumah.
.
.
.
Esok pagi, Nena yang memang sengaja niat bangun lebih siang terbangun karena ketukan pintu.”Sebentar,” ucap Nena dari dalam kamar. “Kak Rita,” ucap Nena. Rita adalah mantan istri Malik, “Mana si Malik, heran susah amat ngehubungin die. Kayak udah jadi pejabat aja,” ujar Rita sambil merangsek masuk, bahkan sempat bersenggolan dengan bahu Nena.
“Kak, Bang Maliknya masih tidur, semalam Bang Malik mabuk.”
“Enak-enakan mabok, tapi enggak mau nafkahin anaknya. Malik bangun kamu,” teriak Rita sambil membuka pintu kamar Malik. “Malik, hey dasar laki-laki miskin tidak ada tanggung jawabnya.” Rita mengguncang tubuh Malik.
“Kak, biar aku aja yang bangunkan, nanti Abang malah marah,” pinta Nena. Karena tidurnya terganggu akhirnya Malik pun terbangun. “Apaan sih berisik aja.”
Seperti yang Nena duga, Rita dan Malik akhirnya beradu mulut saling mencaci dan memaki. Sejak Nena tinggal di rumah itu dan tau bahwa Rita adalah mantan kakak iparnya, ia hanya ingat kedua orang itu selalu bertengkar jika bertemu.
Nena menunggu di meja makan sambil menatap pintu kamar Malik, dia enggan terlibat urusan kedua orang itu. “Kalau sekarang kayak anjing dan kucing, dulu waktu bertemu macam mana ya. Terus gimana mereka bisa saling cinta lalu menikah,” gumam Nena.
“Aku akan berikan tanggung jawab aku menafkahi Ardan kalau ia kamu kembalikan ke kampung. Biar dia diurus keluarga kamu, bukan di Jakarta tinggal dengan laki-laki yang tidak jelas statusnya sedangkan ibu kandungnya malah jual diri,” sahut Malik.
“Eh jaga mulut kamu , aku bekerja cari uang bukan jual diri.”
“Apa bedanya, kerja di tenpat karaoke dengan pakaian enggak pantas. Kamu harus jadi contoh yang baik untuk anak kamu.”
Selalu begitu, pertengkaran tanpa solusi dan jalan keluar. Nena memutuskan berangkat kerja lebih awal, melihat kakaknya yang masih tersulut emosi meskipun Rita sudah pergi. Nena pun jadi sasaran kemarahannya.
Masih ada waktu sebelum jam kerjanya, Nena pun berjalan menyusuri store yang ada di mall tempatnya bekerja. Dengan tangan kanan memegang gelas berisi es capucino, saat melewati jewerly store, ternyata lantai yang ia lewati masih basah. Nena tidak membaca tanda peringatan, ia pun terpeleset. Isi gelas yang ia pegang tumpah dan mengenai pakaian seseorang.
“Aduh, maaf banget Pak,” ujar Nena pada pria yang menunduk sedang melap jas dan kemajanya yang terkena minuman Nena dengan sapu tangan. Pria itu menatap Nena, “Kamu lagi? Sepertinya kamu memang senang menyiram tubuh saya ya,” ucap Janu.
Nena yang terkejut dengan pria dihadapannya, ingin menghardik namun posisinya saat ini jelas salah. “Saya kan tidak sengaja, Pak.”
“Ini kedua kalinya,” ujar Janu lalu melepaskan jasnya dan melempar ke wajah Nena. “Bersihkan, Arman catat kontaknya, pastikan dia kembalikan dalam keadaan bersih.”
“Baik Pak,” ucap Arman.
“Ahh, perlu kamu tau harga jas itu sangat mahal, jadi hati-hati saat membersihkannya, jaga seperti kamu menjaga nyawamu sendiri. Aku sedang terburu-buru, jadi kamu bisa menerima pembalasan karena sudah mempermalukan aku, lain waktu.”
_______
Yuhuuuu, biasakan tinggalkan jejaks agar aku lebih mengenalmu, ea ea ea ☺
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Rosita💖
YA ampun Om Januuuu...
Ga takut kualat sama bocil.../Chuckle/
2024-08-29
0
Katherina Ajawaila
janiu jgn galak2 kami jodohnya Nena pasti
2023-10-01
0
Hearty 💕💕💕
Jangan galak-galak Om
2023-07-31
0