Arya berjongkok dan mengambil kantong kecil tersebut dari lantai. "Apa ini Ren?" selidik Arya pada Renata.
Renata terkesiap. "I-itu, pu-punya. Eh tidak tahu." Renata menunduk dan ingin mengambil dari tangan Arya namun dengan cepat Arya menggenggamnya.
"Apa itu, Nak Arya?" ibunda Renata penasaran.
"Ini, pil. Bunda." Jawab Arya. Kembali menduduki sofa yang tadi ia tempati.
"Pil apa?" bunda tampak serius dan duduk di seberang Arya.
Renata terdiam perasaannya tak karuan. Khawatir dan merasa bingung.
"Aku mau tanya sama kamu sayang, ini punya siapa?" tanya Arya dengan tatapan tajam.
"Tidak-tidak tahu sayang." Elak Renata sembari menunduk.
Bundanya Renata masih bingung namun ia mencoba mengamati perbincangan calon mantu dan putrinya terlebih dahulu.
"Jujur, bilang sama aku. Ini milik siapa kenapa ada jatuh dari kantong saku kamu Ren?" ulang Arya sambil menunjuk barang yang dalam genggamannya.
Renata menggeleng dan keringat dingin menghiasi tubuhnya dan tangan pun begitu lembab.
"Jangan bilang ini milik mu, jangan buat ku kecewa Ren, dan yang akan kecewa bukan cuma aku saja tapi juga keluarga mu." Lirih Arya dengan tatapan yang masih intens pada Renata.
"Ayo dong sayang bilang, itu milik siapa? jangan bikin penasaran dong!" desak ibunda.
Renata menoleh sang bunda. "I-itu ... milik Indah dan ...--"
"Dan ... apa? kenapa ada di kamu! seharusnya bawa sendiri dong, buat apa di titipkan sama orang? kalau kamu kena razia akan fatal akibatnya Ren, kamu yang akan kena sasaran tahu gak?" suara Arya sedikit meninggi kesal dengan ulahnya Indah.
"Aku, gak tahu yang. Dia bilang nitip dan dia bilang itu cuma obat tidur biasa." Pada akhirnya Renata berbicara dengan tenang.
"Ini bukan obat tidur sayang, ini obat terlarang. Untung aku mengetahuinya segera." Arya membawa ke wastafel.
"Mau di kemana kan itu?" selidik Renata sambil mengikuti Arya. Begitupun ibunda Renata mengikuti.
Arya mengambil wadah, untuk menghancurkan obat tersebut. Kemudian ia buang ke tanah yang ada di belakang rumah.
Setelah itu Arya kembali ke ruang tamu. Mereka duduk kembali dan saling berhadapan.
"Sayang, apa benar itu milik Indah? bukan ... punya ka--"
"Bukan, Bunda ... itu punya Indah." Renata memotong perkataan bundanya yang tampak curiga. "Aku bersumpah pada kalian kalau itu punya Indah. Dia titip ke aku dan katanya nanti di ambil tapi mungkin dia lupa."
"Terus kenapa, tadi kamu tampak gugup dan ketakutan? bukannya menjawab pertanyaan ku!" Arya mengintrogasi kekasihnya lagi.
"Tadi ... jelas aku takut. Sebab dia bilang jangan bilang siapa-siapa sebab itu obat penting. Tapi aku juga gak tahu sepenting apa itu." Akunya Renata.
"Rasanya aku curiga sama kamu. Apa kamu pernah mengkonsumsi obat tersebut." Arya menatap curiga.
Renata membalas tatapan Arya dengan tatapan tidak suka. "Kamu tidak percaya sama aku? Bunda percaya deh sama Renata. Kalau aku gak kenal dengan obat gituan, tahu sih tahu. Tapi bukan berarti suka bergelut atau membeli apalagi mengkonsumsinya, ih ... amit-amit."
"Bunda percaya, tapi untuk membuktikannya besok kita cek ke dokter." Lanjut bundanya.
"Ayok, siapa takut." tantang Renata yang sama sekali tak khawatir dengan ancaman sang bunda.
Arya tersenyum melihat Renata dan bundanya. "Aku harap buatlah jarak dengan orang-orang yang sekiranya kurang baik bahkan kemungkinan akan menjerumuskan orang lain."
"Bener itu, baiknya kamu jangan berkawan dengan orang seperti mereka lagi." Tambah ibunda Renata.
"Tapi Bun ... mereka baik kok sama aku. Sayang mereka gak pernah jahat kok," menatap Arya dan bundanya bergantian.
"Memang dia ... mereka gak jahat, baik. Tapi perilakunya gimana? buktinya kamu bisa saja terjerat hukum Ren, hanya karena obat yang tadi." Jelas Arya.
"Bener itu, Bunda sudah wanti-wanti agar pandai memilih kawan, mana yang baik mana yang tidak baik. Jangan sampai kita terjebak dalam pergaulan bebas, Bunda tidak mau itu sampai terjadi menimpa mu sayang." Bundanya memeluk dan mengusap punggung Renata penuh kasih sayang.
"Ya sudah. Aku mau pulang dulu." Arya beranjak dari tempat duduknya.
Renata dan bundanya mengantar sampai pintu. "Hati-hati sayang!" sebentar memeluk Arya.
Kemudian Arya meraih tangan bundanya Renata dan menciumnya penuh hormat. Setelah itu Arya menaiki sepeda motor dan mengenakan helm nya. Lalu kemudian melajukan dengan kecepatan tinggi meninggalkan kediaman Renata yang sebelumnya mengangguk pada bunda nya Renata.
****
"Fatma?" teriak Aldian langkahnya yang lebar memasuki ruangan CEO Fatmala.
Sekertaris di sana semat mencegah namun Aldian menepis tangan wanita tersebut dan tidak perduli dengan pertanyaannya. Ia terus berjalan masuk.
"Fatma, apa-apaan kamu berduaan dengan pria lain? haus belaian apa?" suara Aldian dengan nada tinggi.
Fatmala yang tengah sibuk terkesiap dengan kedatangan pria itu ke kantornya, sebab tempatnya bekerja bukanlah di kantor ini melainkan di kantor cabang.
Fatmala menyempatkan diri menutup dahulu pintu dengan rapat. "Ada apa kamu ke mari dan urusan apa? duduklah. Jangan berdiri dan teriak seperti itu gak enak di dengar karyawan."
"Nggak usah mengalihkan pembicaraan, buat apa kamu berduaan sama laki-laki lain ha? buat alasan supaya kita bercerai ha? iya." Teriak Aldian.
"Apa sih maksud kamu Al? aku gak mengerti, lagian aku itu banyak bertemu dengan kolega, rekan kerja. Siapakah itu, kan aku harus bersosialisasi sama orang banyak dan bukan cuma sama wanita. Termasuk karyawan, kan banyak juga laki-laki?" sahut Fatmala dengan tenangnya.
"Alaaah ... alasan kamu saja," mendekat dan tangan Aldian mencengkram bahu Fatmala.
"Apaan sih kamu? masih belum sadar apa dari mabuk semalam!" Fatmala menepis tangan Aldian.
Aldian kembali meraih tangan Fatmala dan di tariknya berdiri. "Saya gak mau kamu itu menjajakan diri pada laki-laki lain dan seolah bilang kamu kurang sentuhan--"
"Al, lepaskan! kamu mau apa sih? ini kantor. Jangan macam-macam." Fatmala menunjuk ke arah Aldian.
Namun pria itu tak perduli, dia terus menyeret Fatmala ke dalam kamar yang ada di sana. Tempat istirahat Fatmala dikala terlalu lelah dengan kerjaan.
Fatmala ingin berontak namun ia sadar ini kantor, apa jadinya bila ada keributan. Apa kata karyawan nanti?
Aldian terus menyeret Fatmala di dorong kasar ke atas tempat tidur. Fatmala tak bisa berontak, berontak ataupun tidak. Sama aja dia akan menerima pukulan di tubuhnya sebelum melakukan keinginannya. Apalagi seperti di kantor ini, kalau berontak hanya akan menimbulkan keributan saja.
Aldian membuka semua yang melekat di tubuhnya sehingga tinggal tubuhnya yang polos lalu naik ke atas tempat tidur yang ada Fatmala menatap tidak suka sama sekali padanya. Dengan tatapan elang dan seperti singa yang lapar Aldian memaksa Fatmala tuk membuka semuanya.
Setelah semua terlepas, tubuh Fatmala sudah tanpa sehelai benangpun dan tanpa rasa kasian Aldian pukuli di bagian-bagian tertentu tubuh Fatmala, membuat Fatmala memekik kesakitan namun tertahan, Fatmala hanya bisa menggigit bibir bawahnya.
Aldian bak seperti binatang lapar yang melahap korbannya dalam memperlakukan Fatmala yang notabene nya istri. Sebelum di lahap di siksa terlebih dahulu, setelah puas barulah dinikmatinya dengan lahapnya.
Setelah selesai tersalurkan hasratnya. Aldian tertidur, Sementara Fatmala meringsut menjauh dan mengambil pakaiannya yang berceceran di lantai.
Matanya berkaca-kaca luapan rasa sakit dari daerah intinya yang seolah dipaksa tanpa foreplay terlebih dahulu. Ditambah lagi rasa sakit di tubuhnya akibat pukulan dan gigitan yang diantaranya di bagian punggung, paha dan dada.
Fatmala berdiri di bawah air shower dengan suhu yang hangat bercampur dengan air matanya yang menghangat di pipi ....
****
Hi ... yang sudah baca jangan lupa like dan Komentar nya, Selamat menunaikan ibadah puasa🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 290 Episodes
Comments
Masiah Cia
Fatma seorang CEO tapi koq kyk bodoh ya mau bertahan dg laki-laki sprt itu
2023-08-25
0
Nila Sari Hutagalung
hanya org bodoh yg mau mmperthnkan RT sprti itu
2023-02-10
1
Safa Azzahra
Fatmala jangan mempertahnkan hubungan atas nama anak klo mmg gak sanggup lepaskan kamu wanita mandiri bisa hidup tanpa suami sedangkan anak seiring pertumbuhannya dia akan atau alasan ortunya berpisah
2023-01-15
2