Mendengar derap langkah di luar dan terdengar suara seseorang yang memanggilnya mamah. Ya itu Rania Fathya Aldian. Fatmala segera mengambil salep kecil dari laci lalu mengoleskan ke pipi dan leher yang tampak merah-merah itu. Meraih syal untuk menutupi lehernya.
"Mamah, sudah bobo belum? Rania mau ketemu mamah." Gadis kecil itu terus mengetuk pintu.
"Iya sayang ... sebentar." Fatmala segera membawa langkahnya menuju pintu.
Blak!
Pintu terbuka dan berdirilah gadis kecil yang mengenakan piyama. Wajahnya cantik berkulit putih, pipi sedikit chabi.
Rania menyeruak memeluk mamanya. "Mama belum bobo? Rania kangen Mama."
"Sayang Mama. Belum sayang." Fatmala memeluk hangat sang putri.
Rania melepas pelukan sang bunda. Netra matanya yang bening mengarah ke pada pria yang tergeletak di bawah. "Mama, kenapa Papa bobo di bawah Ma?"
"Em ... papa mungkin ngigau terus menggelinding jatuh deh. Jadi bobo di bawah deh." Fatma mengulas senyumnya sambil menyingkirkan rambut yang menutupi pipi gadis kecil itu.
"Papa mabuk ya Ma?" kepala Rania menoleh sang bunda yang berlutut dan mengsejajar kan dirinya.
"Kata siapa seperti itu sayang?" menatap intens putri cantiknya tersebut.
"Mama, pipi Mama merah. Apa papa pukul Mama lagi?" selidik Rania tangan kecilnya menyentuh pipi sang bunda yang tampak samar merah.
Hati Fatma mencelos dan tak bisa berkata-kata mendengar kalimat gadis kecil tersebut. Ia memeluk erat dan menyembunyikan air matanya.
Anak itu terdiam, anak sebesar ini seharusnya tidak tahu apa-apa tentang masalah rumah tangga, namun ia sedikit tahu masalah yang sering dihadapi sang bunda.
"Mama, boleh ya Rania bobo sama Mama? di sini," tanya anak itu memberi jarak dengan tubuh sang bunda.
Fatmala menunjukan senyumnya. "Tentu boleh dong sayang. Mau di sini atau di kamar Rania juga boleh. Yuk bobo sudah malam."
"Ayo." Rania sangat antusias.
Tubuh anak itu melayang di gendong sang bunda. "Aduh. Tubuh putri Mama sudah semakin besar dan berat nih. Sebentar lagi Mama pasti kesusahan nih."
Tubuh anak kecil itu dibaringkan di sebelah tubuh Fatmala. Dengan selimut yang sama.
"Sekolah nya gimana sayang happy?" selidik Fatmala sambil mengelus pucuk kepala Rania.
"Happy Mam. Rania disuruh hapalin doa-doa seperti doa mau bobo." Anak itu sangat antusias.
"Oya. Coba Mama pengen dengar." Fatmala merubah posisi tidurnya. Miring dengan siku menjadi penyangga kepalanya.
Anak itu segera melantunkan doa mau tidur dengan Paseh yang sebelumnya diawali dengan basmalah.
Fatmala tersenyum bangga. "Alhamdulillah ... putri Mama pinter Masya Allah." Cuph! mencium pipi kanan dan kiri Rania yang bertepuk tangan.
"Rania pinter kan Ma?"
"Iya pinter sayang. Mama bangga dan sayang Rania, jadilah anak yang Sholehah ya sayang." cuph! lagi-lagi mencium pipi dan kening Rania yang sudah mulai menguap.
"Sudah. Bobo ya sayang takut kesiangan." Fatmala lagi-lagi mengecup kening anak itu dan memeluk erat.
Tak ada celotehannya lagi. Tidak butuh waktu lama tuk Rania tertidur nyenyak dalam pelukan sang bunda.
Pagi-pagi buta Fatma sudah terbangun dan mandi, penampilannya sudah rapi tuk ngantor. Sebagai CEO dia dituntut tuk selalu smart. Untung merah di pipi nya sudah memudar begitupun di lehernya.
Kemudian membangunkan Rania. "Rania sayang. Bangun dah pagi nih."
"Em ... masih ngantuk Mama ..." bukannya bangun malah mengeratkan pelukannya pada guling.
"Hi ... sayang bangun lho. Mau Mama mandiin gak? yuk bangun dulu." Lirih Fatmala seakan berbisik.
"Mau." Bangun dan duduk menggosok matanya.
Fatmala langsung membawanya ke kamar milik Rania. Membiarkan Aldian masih tergelatak di lantai. Dia itu hidupnya sesuka hati mau masuk kerja jam berapa pun atau tidak masuk sama sekali. Fatmala tidak perduli.
Setiap pagi sebelum berangkat kerja berusaha membiasakan mengurus Rania dari mulai mandi mendandani hingga sarapan. Sebelum berangkat ke sekolah.
"Aunty. Bereskan tempat tidurnya Rania lebih dulu, setelah itu Antarkan ke sekolah ya?" ucap Fatma pada pengasuh Rania sambil menyiapkan alas tulisnya.
"Baik Nyonya." Pengasuh Rania mengangguk hormat.
"Yu sayang, sarapan dulu!" tangan Fatmala menuntun anak itu dan menjinjing tas nya.
"Mah. Papa nggak di bangunin ya?" Rania mendongak.
"Papa kan dah gede harus bangun sendiri sayang, masa mau Mama bangunin terus malu dong ... kamu juga harus belajar bertanggung jawab ya. Kalau Mama atau aunty gak bangunin Rania tapi sudah waktunya bangun. Harus bangun sendiri sayang ya?" keduanya menuruni anak tangga yang sedikit memutar tersebut.
Rania, Fatmala angkat didudukan di kursi sebelah sang bunda menghadap meja makan yang sudah sedia bermacam makanan tuk sarapan.
"Mau sarapan apa sayang?" sambil menuangkan air minum untuk Rania dan dirinya.
"Rania mau Nasi goreng aja, tapi Mama suapin ya?" pinta Rania sambil menggoyangkan kakinya di bawah meja.
"Boleh, putri Mama yang cantik dan pintar. Dan Mama mau menyiapkan dulu buat bekal ya." Tangan Fatmala sibuk dengan ini itu keperluan Rania.
"Bi. Tolong ambilkan air putih hangat buat saya." Pinta Fatma pada asisten rumah tangganya.
Bibi pun segera menyiapkan apa yang Fatma pinta dan segera menyuguhkannya.
"Aunty kamu, sarapan dulu jangan lupa." Titah Fatma pada pengasuh Rania yang bernama Mia.
"Baik, Nyonya. Nona Rania ... sini aunty yang suapi ya? Mamanya mau sarapan dulu." Mia mengarahkan pandangan pada Rania yang di suapi sang bunda.
"Nggak mau. Maunya di suapi Mama." Pekik gadis kecil itu.
"Suutt ... jangan teriak gitu ah. Mama gak suka. Tak apa Aunty. Kamu sarapan saja. Saya bisa belakangan," ucap Fatmala sambil melihat keduanya bergantian.
Selesai menyuapi Rania, barulah Fatmala sarapan. Rania bersiap berangkat bersama Mia dan supir.
"Aunty. Titip Rania ya?" menatap tajam pada Mia yang mengambil tas Rania.
"Iya, Nyonya siap Mia laksanakan. Jangan khawatir Nyah Nona Rania akan selalu aman sama Mia dan Mang Sudin alias Dudin." Terang Mia meyakinkan dan menyebut nama Mang Sudin seorang supir yang setiap harinya mengantar mereka berdua.
"Makasih ya?" Fatma tersenyum di sela mengunyah makanannya.
"Mama Rania pergi dulu ya?" Rania turun dari kursinya.
"Oke, jangan nakal ya? yang rajin juga belajarnya. Oke?" cuph! mencium pipi chabi Rania kanan dan kiri.
"Oke, Mama." Rania berjalan bersama Mia melewati pintu utama.
Usai sarapan. Fatmala naik kembali ke atas menuju kamar yang masih ada Aldian di sana.
Fatmala menggeleng. "Masih juga ngorok, jam berapa nih?" meraih tas kerja dan membuka mengecek isinya. Bergegas mengayunkan langkahnya menuruni anak tangga.
"Pak Harlan. Kita ke kantor cabang dulu ya?" ucap Fatmala.
Pak Harlan menanggapi dengan anggukan. Kemudian melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Pandangan Fatma jauh ke depan dengan tatapan kosong. Memikirkan nasib rumah tangganya yang rumit.
****
Arya sedang berleha-leha di tempat tidur. Kebetulan hari ini tak ada jadwal penerbangan sehingga bisa bersantai-santai ria.
Namun tiba-tiba ada niatan untuk menemui wanita yang dari semalam menghantui pikirannya. Ia turun membawa langkahnya ke kamar mandi dengan niat mau bersih-bersih terlebih dulu. Tapi niatnya ia urung setelah mendengar suara bell pertanda ada yang bertamu ....
****
Selamat membaca dan jangan lupa tinggalkan jejaknya ya🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 290 Episodes
Comments
Masiah Cia
tadi di awal cerita Fatma janda kaya raya,.koq msh ada suaminya
2023-08-25
1
Nila Sari Hutagalung
Suami Fatmala yg pemalas, miskin dan jahat buat apa dipertahankan. lebih baik bubaran saja. Tapi entah apa alasannya kenapa Fatmala masih mempertahankan dia belum ketahuan.
2023-02-10
2
Berdo'a saja
kirain janda ternyata punya suami
2023-01-09
2