Kini, Risya sudah berada di depan pintu rumahnya. Rumah dengan dua lantai yang mewah nan megah bak istana dengan pagar berwarna silver tua.
"Gede juga, ya? emang deh orang kaya bukan maen, bikin rumah gak nanggung-nanggung," gumamnya pelan sambil terkekeh kemudian melangkah masuk dan di sambut oleh bibi asuh Risya, Bi Iyem.
"Kok tumben cepet pulang non?" Tanya bi Iyem. Tangannya hendak menggapai tas yang di bawa anak majikannya itu tapi langsung di cegah oleh sang empu.
"Gak usah, Bi," cegah Risya. "Biar Caca aja yang bawa. Caca cuma kecapean pengen istirahat, makanya cepet pulang. Bibi bikinin Caca minum aja ya, haus soal nya." Ia berucap seraya tersenyum manis.
(Note: Caca itu nama panggilan kesayangan orang rumah untuk Risya)
"Owalah, ya sudah bibi bikinin minum dulu. Non Caca tunggu di atas aja biar bibi yang ke sana," sahut Bibi.
"Siap, Bi!" Seru Risya sambil mengangkat tangan ke pelipis membentuk hormat dan di selingi dengan tawa kecil.
Bi Iyem hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah nona mudanya itu. Risya memang akan lebih banyak bicara jika dengan orang orang terdekatnya.
Setelah bersih bersih dan mandi. Kini Risya merebahkan diri di kasur king size-nya. Kamar dengan corak silver putih beraroma vanilla ini sangat sesuai dengan seleranya.
Tok!
Tok!
Tok!
"Non! Ini Bibi." Suara Bi Iyem terdengar dari luar, membuat Risya mau tak mau harus bangkit dari rebahannya dan membukakan pintu untuk wanita paruh baya tersebut
Ceklek!
"Ini, Non, udah Bibi bikinin sekalian sama makanannya," ucap Bi Iyem.
"Makasih, Bi!" Sahut Risya.
"Sama-sama atuh, Non. Kalau ada apa-apa panggil Bibi aja. Bibi pamit kebawah dulu," ucapnya sebelum berlalu dari hadapan Risya.
Risya hanya mengangguk sebagai jawaban. Sebenarnya meminta di buatkan minum itu hanya lah alibi agar bibi tidak curiga dan bertanya lebih jauh mengapa ia pulang lebih cepat.
Tapi dari pada tidak di minum dan makanannya tidak dimakan 'kan sayang juga kalau terbuang.
Selesai makan, kini Risya merebahkan diri di kasur. Matanya menatap ke arah langit-langit kamar, ia juga mulai memikirkan di mana letak kesalahannya hingga ia bisa terlempar ke dalam novel yang tak berujung manis ini.
"Ini aneh." Risya mulai bergumam. "Gue gak punya masalah apa-apa deh, misal kecelakaan gitu atau apa, gue kan cuma tidur terus tiba-tiba gue bangun udah ada di sini."
Risya masih berfikir keras akan kasus yang baru kali ini ia alami, kepalanya terasa nyut-nyutan dan serasa ingin pecah saja.
"Jiwa yang punya tubuh ini kemana coba? Lu gak ada niatan buat ngasih ingatan elu ke gue gitu? Tega banget emang," keluhnya dengan dramatis.
"Apa dosa gue banyak banget ya sampai-sampai di uji begini sama Tuhan? Atau jangan-jangan ini ada hubungannya lagi sama kakek kakek yang waktu itu?"
Kakek-kakek yang terakhir ia temui sebelum berakhir di dunia ini.
Risya merenung, ingatannya kembali berputar pada kejadian sebelumnya.
Sore itu, Azriella duduk di halte sembari menunggu angkot yang lewat, hiruk pikuk pengemudi masih memenuhi jalanan tapi aneh nya sedari tadi belum ada satu pun angkot yang terlihat.
Tadi pagi ia diantar oleh kakaknya, Agastia. Sebenar nya ia berniat ingin naik gojek dan pulang nya naik angkot tapi kakaknya melarang dan mengatakan bahwa kakak saja yang mengantar, katanya biar sekalian karena kampus dan kantornya itu searah.
Ia mengiyakan saja apa yang kakaknya bicarakan, sungguh ia malas untuk berdebat.
Kenapa tidak pakai motor atau mobil sendiri saja? Bukan karena apa, hanya saja ia malas untuk mengemudi.
Azriella pun masih sabar menunggu dan berfikir positif, mungkin saja karena sudah sore jadi jarang ada angkot yang lewat sini.
Hari ini ia pulang terlambat dikarenakan jadwal kuliah yang padat ditambah ada kegiatan yang wajib dia ikuti hari ini.
Tadi ia sempat mengabari kak Agas untuk tidak usah menjemput, kakaknya itu sempat panik dan ia pun buru-buru menenangkan dengan mengatakan bahwa ia bakal baik-baik saja. Jadi tidak perlu khawatir.
Ia merasa tak nyaman jika harus meminta kak Agas untuk menjemput, walau itu adalah kakak kandungnya sendiri tetap saja Azriella takut mengganggu kerjaan kakaknya.
Karena kak Agas biasanya akan pulang kantor saat malam hari. Akhir-akhir ini, jadwal mereka sama - sama padat, jadi jarang ada waktu untuk family time kecuali weekend itu pun jika tugas kakaknya bisa dikerjakan di rumah.
Walaupun begitu, Azriella sangat menyayanginya karena dia adalah keluarganya satu-satunya.
Azriella terdiam seraya melirik jam di pergelangan tangan, lima belas menit lagi jam akan menunjukkan pukul tujuh belas kosong kosong. Ia menghela nafas panjang, cukup membosankan ternyata jika hanya berdiam diri saja sedari tadi.
"Baca novel aja kali ya?" Ia berbicara pada dirinya sendiri.
Ia pun mengeluarkan sebuah buku dari dalam tas. Itu adalah buku novel yang dipinjamkan sahabatnya tadi pagi.
"Give me love," gumamnya saat membaca tulisan di cover tersebut. Ia terlihat meringis walau tak merasakan sakit.
"Ini buku yang dibaca Sintia tadi ya?" Azriella nampak mengernyit. "Males banget baca," lanjutnya lagi.
Kenapa harus merekomendasikan cerita seperti ini padanya? Apa tidak ada cerita lain saja??
Walaupun begitu, tangannya tetap membuka novel tersebut. Cukup lama ia membaca, hingga ikut terbawa suasana. Berbagai macam ekspresi wajah ia tunjukkan. Beruntung ia tidak menangis, bisa gawat kalo ada yang lihat.
Ia paling tidak suka di anggap lemah apalagi di kasihani, karena itu menjaga image saat di luar rumah sangat penting.
"Gila ni cewek! Apa-apaan, dih!"
"Nangis mulu lo kerjaannya!!"
"Pasti nih matanya di pasangin pipa rucika, air matanya mengalir sampai jauh."
"B**gs*t juga nih cowok!"
"Ah elah!"
"Anak set*n!"
Mulutnya tak henti-hentinya mengoceh sedari tadi. Berbagai macam sumpah serapah terus ia keluarkan, macam tak perduli kalau ada yang mendengar.
"Tuh kan! Cerita apaan yang kek gitu? Isinya orang t*lol semua, kalo cinta mah boleh aja, tapi gobloknya gak usah di bawa-bawa juga kali!" Gerutunya.
"Emang bener dah, harusnya gue tetep nolak tadi pagi."
Dengan kasar ia menutup novel tersebut. Azriella mendongak seraya mengedarkan pandangan matanya, sampai netranya tak sengaja melihat seorang kakek-kakek hendak menyeberang jalan.
Kendaraan masih ramai berlalu lalang, Azriella reflek berdiri dan melangkahkan kaki ke arah kakek tersebut.
Sesampainya di sana, ia lekas memegang lengan kakek itu bermaksud agar mudah menuntunnya menyeberang, namun si kakek nampak tersentak dan ia merasakan keterkejutan itu.
"Maaf, Kek, biar saya bantu Kakek nyebrang," terangnya.
Si kakek nampak terdiam dan kemudian menganggukkan kepala lalu Azriella langsung bawa si kakek menyeberangi jalan.
"Makasih ya, udah bantuin kakek."
"Iya, Kek, sama-sama," balas Azriella.
"Nak."
Kakek itu kembali berucap. Tangannya terangkat mengusap kepala Azriella. Gadis itu menikmati usapan di kepalanya tanpa mengelak. Dan hanya diam, sambil menunggu kalimat apa yang ingin kakek itu utarakan.
Si kakek memandang Azriella lekat sebelum melanjutkan ucapannya. "Jika satu keinginan terbesarmu terwujud, mungkin kau boleh sesekali untuk bersikap egois. Ambillah jika itu hakmu, sekalipun itu di dalam mimpimu."
Gadis itu lantas terdiam dengan dahi yang berkerut, ia mengernyit dan kelihatan bingung. Azriella benar-benar tak paham dengan maksud ucapan yang dilontarkan si kakek yang masih terlihat memandang ke arahnya.
.......
.......
.......
.......
.......
.......
.......
.......
...tbc...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 144 Episodes
Comments
Fira Ummu Arfi
👍👍👍
2022-09-02
2
Fira Ummu Arfi
lanjutttttt
2022-09-02
2
Rini Antika
biarin daripada ketawa terus nanti disangka stres..🤣🤣🤣🤣
2022-08-10
2