12. Mungkin aku mendapat hikmah?

Rapat direktur siang itu dimulai beberapa menit setelah Reksa sampai. Dua direktur yang lain terpaksa menunggu kehadirannya sebelum memulai.

Sebelum Agus protes dengan hampir besarnya pengeluaran proyek kemarin(pembangunan stadion, dan lain-lain), Reksa sudah memborbardirnya dengan pemesanan bahan mentah yang melebihi keperluan. Hal ini sudah terjadi lebih dari tiga kali dan setiap pembelian, penanganan bahan berlebih selalu terlambat. Meski hal tersebut masih dalam biaya yang tertera, tapi bukan berarti Reksa tidak masalah dengan hal itu.

Ketiganya membahas kelangsungan proyek selanjutnya dan menentukan siapa orang yang akan bertugas di lapangan. Salah satu engineer di lapangan yang sempat menjadi kandidat mengundurkan diri karena tidak kuat dengan jam kerja dan banyaknya tanggung-jawab yang mesti diemban.

Direktor satunya, Ruslan, kali ini yang di bungkam.

Reksa mengambil sela di waktu istirahat rapat untuk memanggil Sera. Namun dia mendengar bahwa putrinya sudah tidur dari pengasuh Sri. Akhirnya dia melanjutkan rapat dengan wajah asam.

Pukul empat lebih lima belas, Reksa keluar dari gedung.

Sementara itu di rumah, Sera sudah mandi dan rapi dengan tas ransel kelincinya, memandang jarum pendek yang menunjuk ke angka empat, sama sekali tidak sadar dengan jarum panjang yang sudah lewat angka lima.

Sera mengerutkan keningnya seperti berpikir, sementara pengasuh Sri duduk menunggu di samping Sera.

Sebelum jarum pendek meninggalkan angka garis angka empat sepenuhnya, pintu terbuka.

“Papa!!” Sera melompat dari sofa dan berlari ke arahnya sebelum berhenti satu langkah darinya.

Reksa yang menyangka akan di peluk, menurunkan kembali lengannya tanpa sedikit pun perubahan pada wajahnya.

Reksa setengah berjongkok dan menghadap Sera. “Sera sudah si–,” dia terhenti melihat wajah putrinya yang dipenuhi bubuk bedak. Kenapa putrinya yang manis ini sekarang terlihat seperti mochi yang di taburi terigu? Memakai bedak tidak apa, tapi kenapa harus seperti ini? Faedahnya apa?

Seketika Reksa merasa dia mungkin harus mengurus Sera sendiri.

Sudahlah. Reksa memutuskan untuk membicarakan hal ini nanti. Karena sudah terlambat, dia tidak bisa menunda perjalanan mereka ke makam.

Kali ini Sera mengulurkan tangan minta dituntun dengan inisiatif sendiri. Perjalanan ke pemakaman berlangsung hening. Reksa, karena dia tidak tahu harus berkata apa; juga Sera yang terlalu antusias untuk menyadari atmosfer aneh di dalam mobil.

Turun di pemakaman umum, Sera menatap ke gerbang yang tinggi dengan kagum. Dia mengikuti Reksa masuk kedalam dan melihat hanya ada beberapa orang dan masing-masing berdiri di sebuah gundukan tanah. Dia tidak pernah mengunjungi tempat seperti ini, jadi Sera tidak ada ide apa tempat ini sebenarnya. Tapi pikiran bahwa dia akan segera bertemu dengan mama-nya membuat Sera melupakan kebingungannya.

Barulah saat Reksa membawa Sera ke depan sebuah batu nisan, dia terpaksa bertanya. “Pa, Mama?”

Reksa menarik Sera mendekat dan menunjuk ke tulisan di batu nisan.

“Sera tahu ini apa?”

Sera menggeleng.

“Li-ly,”

“Mama Sela Lily.” balas Sera polos.

“Iya. Ini Lily, mama-nya Sera.” lanjut Reksa.

Sera seperti tidak mengerti kenapa tulisan Mama-nya ada di sebuah batu. Dia melihat sekeliling, setelah yakin tidak melihat sosok mama-nya di sekitaran pemakaman, dia kembali menatap Reksa seperti meminta penjelasan.

Reksa mendadak bisu dan tidak bisa berkata-kata. Kalau dia menjelaskan bahwa mama-nya sudah meninggal, apa dia akan mengerti?

Dia tidak bisa menyembunyikan dan terus mencari alasan karena mustahil untuknya menunjukkan sosok yang sudah tak ada pada Sera.

Berbohong soal ini juga bukan kesenangannya, bahkan pada anak kecil sekali pun.

Reksa membuka mulutnya setelah memutuskan.

***

Sampai Reksa menggendong Sera ke lantai apartemennya, sesenggukannya masih belum berhenti. Meski kali ini volume tangisnya sudah berkurang, tapi ini sudah lebih dari dua jam.

Pengasuh Sri sudah pulang saat mereka sampai di rumah. Di meja tersedia hidangan yang masih mengepul. Reksa membuka sepatu kecil Sera. Melihat sepatu itu, dia jadi ingat kalau dia belum beli aksesoris baru untuk Sera selain baju. Dia baru mau bergerak membuang sepatu itu ke tempat sampah, namun teringat juga dengan tas yang dikenakan Sera. Menyaksikan bagaimana Sera begitu menjaga tas kecil itu, Reksa membatalkan niatnya dan meletakkan sepatu kecil itu di atas sepatu kulit mahalnya.

Dia lalu berjalan masuk, menepuk-nepuk pelan punggung Sera. Ketika dia hendak membawanya ke meja makan, Reksa hanya tinggal mendengar suara sesenggukan yang amat pelan. Dia lalu sadar bahwa Sera sudah tertidur.

Reksa: ….

Haruskah dia bangunkan, atau biarkan? Dia belum makan malam, tapi di bangunkan mungkin dia akan merasa sedih lagi? Mungkin dia akan menangis lagi?

Reksa masuk ke kamar dan menyalakan lampu. Seketika warna-warni yang beragam menusuk matanya.

“...” tiba-tiba dia merasa menyesal memilih warna-warna ini. Dia melirik ke kasur dimana boneka-boneka bunga dan daun beragam warna yang awalnya disusun di dekat jendela kini tidur bersisian di atas ranjang seperti pindang.

Lupakan, Sera menyukainya, jadi untuk apa di ganti.

Reksa membaringkan Sera di ranjang dan bergerak untuk melap wajahnya dan lehernya. Setelah selesai, dia bergerak ke meja makan untuk menepikan hidangan khusus untuk Sera ke lemari dapur. Sambil membaca laporan di tabletnya, Reksa makan malam duluan dan menyetel alarm pukul 12 malam nanti. Dia memperkirakan Sera mungkin akan terbangun.

Awalnya Reksa berniat untuk bekerja satu-sampai dua jam. Namun dia mulai tenggelam dengan pekerjaannya hingga tertidur pukul sebelas di kursinya. Sejam kemudian, dia terbangun dengan suara alarm.

Menahan pening di kepalanya karena terbangun tiba-tiba, Reksa menyentil mouse dan layar komputer yang mulanya mati langsung menyala. Secara refleks, Reksa melirik layar monitor di sebelahnya dan melirik ke kamar Sera.

Dia langsung terlonjak melihat ranjang Sera kosong dan berlari ke kamarnya.

Reksa mulai berpikir untuk membawa Sera ke kamar utama sementara waktu.

Katanya, anak kecil baru tidur sendiri setelah umur 5 atau 6 tahun.

Saat membuka pintu kamar, lampu langsung Reksa nyalakan. Di kamar cerah dan penuh warna itu, dia tidak melihat sosok kecil di mana pun. Reksa memeriksa sekeliling dan kolong kasur namun tidak menemukannya. Dia memeriksa balkon namun sudah jelas jendelanya terkunci. Dengan tinggi Sera, dia tidak bisa menggapainya. Saat melewati lemari, samar-samar dia mendengar suara isak tangis.

Reksa langsung mencelos dan kehilangan ide harus bagaimana. Dia menilai Sera yang menangis keras lebih baik dari pada menangis sendirian tanpa terdengar begini, membuatnya sangat khawatir. Bagaimana kalau dia kehabisan nafas di lemari, dan dia tidak bangun atau tidak memeriksa ke monitor?

Reksa kemudian sadar, bahwa anak berusia tiga tahun terlalu berbahaya di tinggal tidur sendirian.

“....”  Reksa membuka pintu lemari perlahan dan menemukan gumpalan kecil yang tertutupi selimut, meringkuk seperti kura-kura dalam tempurung di atas tumpukan baju yang berantakan. Sesekali cegukan terdengar. Reksa harap dia tidak perlu melihat pemandangan ini.

Hatinya serasa teriris memikirkan gadis kecilnya yang masih tiga tahun menangis sendirian. Ya, dia sudah menganggap penuh Sera sebagai gadis kecil-nya. Dari hati.

Reksa mengangkat Sera dari tempurungnya, gadis kecil itu mungkin tidak menyangka Reksa akan menemukannya dan terperanjat. Namun saat Reksa memeluknya dan memanggil namanya dengan perlahan, Sera langsung memeluk erat lehernya.

Lampu kamar dimatikan dan dia menggendong Sera berkeliling sekitar rumah. Tapi yang keluar dari mulutnya hanyalah pertanyaan karena Reksa tidak ada ide harus melakukan apa.

“Sera jangan menangis.”

“Sera masih punya Papa.”

“Kalau Sera sedih nanti Mama juga sedih.”

“Sera lihat Papa.”

Kesemuanya tidak di respon kecuali yang terakhir. Sera mengangkat kepalanya dan menunjukkan wajahnya yang kemerahan dan matanya yang bengkak.

Reksa membawanya ke wastafel di dapur dan mencuci mukanya, lalu membantunya duduk dan menghangatkan bubur sebelum menyuapinya langsung.

Sera juga mungkin mulai merasa bahwa dirinya kelaparan karena semangkuk bubur dan sayur itu berhasil dia habiskan.

Reksa tidak langsung membawa Sera tidur, melainkan membungkusnya dengan selimut dan membawanya ke balkon, menemukan langit tak berbintang di luar.

“...” Reksa yang tadinya mau puitis batal seketika.

Dia membawa kembali Sera masuk. Yang digendong tidak ada ide sama sekali apa yang ayahnya mau lakukan.

Reksa dan Sera duduk di sofa, menatap ke sembarang arah. Lalu pertanyaan klasik yang memuakkan kembali terlontar.

“Sera kenapa?” sial, Reksa. Mulutmu tidak ada pertanyaan lain kah? Sudah jelas putrinya menangis karena sedih..

Ditanya seperti itu, mata Sera kembali memerah. Dia hampir saja menangis lagi, namun Reksa segera menyela tangisnya. “Sera nanti bisa kirim doa ke Mama supaya Mama senang.”

“Mama senang?”

Reksa hanya bisa meneruskan omong-kosongnya. Dia hanya mendengar soal hal ini selewat, jadi dia hanya mengartikannya menurut pemahamannya.

“Iya, Mama Sera kan sedih sendirian di sana, tidur.” Reksa mengatakan bahwa Lily tidur dan tidak akan bangun lagi untuk bisa menemani Sera. Dan dia juga menunjuk bahwa pemakaman itu adalah tempat dimana Lily tidur.

“Jadi Sera kirim doa, supaya Mama-nya ngga sendirian lagi.”

“Doa itu apa?” tanya Sera polos.

Reksa: ….

Entahlah? Harapan? Mimpi? Apalah itu, Reksa tidak yakin. Dia tidak pernah berdoa.

“Doa itu… Bismillah-hirrohman-nirrohim.”

Sera mendengarkan dengan serius karena hal ini menyangkut soal mama-nya. Namun mendengarkannya, dia tidak mengerti sama sekali. “Bilahim??”

“....” Sial, dia tidak bisa mengajarkan soal ini. Kenapa dia harus mengangkat soal topik ini.

Tapi karena sudah terlanjur, dia hanya bisa melanjutkan. “Bi–”

“Bi.”

“Ulangi, Bis–”

“Bis.”

“Millah.”

“Millah.”

“Bismillah.”

“Bimiwwah.”

“....” setidaknya dia berhenti menangis, Reksa meyakinkan dalam hati. Dia menghabiskan waktu mengajarkan Sera menghafal basmalah. Dia juga mengajarkan untuk mengangkat kedua tangan saat berdoa untuk mama-nya.

Sera mendengarkan dengan keseriusan dua ratus persen. Tidak perlu waktu lama untuknya hafal basmalah, ta’awudz, dan salam.

“...” ini termasuk doa, kan?

“Sera tidur, ya?” kata Reksa lelah.

“...” tatapan mata Sera yang langsung menengadah mendengar kalimat Reksa seperti menunjukkan penolakan.

“Kalau tidur nanti doanya langsung sampai.”

“Iyakah?” mata Sera langsung bersinar.

Tentu saja tidak.

Tidak tahu, tambah Reksa dalam hati. Namun dia tidak mengatakannya dan hanya mengangguk.

Sera yang mendapatkan jawaban itu langsung turun dari pangkuan Reksa dan berlari sendiri ke kamarnya.

Reksa: ...

Lupa, dia kan semestinya tidak membiarkan Sera tidur sendirian.

Di pintu kamar, Reksa melihat bagaimana Sera merangkak naik ke ranjang sendirian dan duduk. lalu dengan sungguh-sungguh menopang kedua tangannya dan mengulang ketiga ucapan yang diajarkan Reksa barusan dengan serius.

“...” Reksa seperti melihat ada cahaya yang menghiasi di sekeliling putrinya.

Reksa tumbuh sendirian, meski orang tuanya ada, tapi mereka sibuk mencari jalan untuk bisa tenar. Reksa bergaul dengan orang-orang dewasa yang buruk, dan hal itu mendarah daging. Hanya setelah dia dipaksa kuliah dan dihajar ayahnya, barulah dia melihat seberapa tertinggalnya dia.

Dia berusaha mengejar dan mencari pekerjaan, karena orangtuanya sudah benar-benar muak dengan tingkah lakunya. Dia tidak bisa berhubungan kembali dengan kenalan-kenalan lamanya.

Saat melihat sepupunya yang sukses dan menghinanya terang-terangan di pesta beberapa tahun silam, barulah Reksa mulai bergerak mencari jalannya.

Meski terlambat tapi dia berhasil.

Dan sejauh ini, dia tidak pernah mengenal sosok Tuhan.

Dia tahu bulan suci itu apa, dia ikut merayakan. Tapi di saat itu, dia hanya melakukan kesenangannya seperti biasa.

Di hari jumat, dia hanya ingat berapa kali pergi untuk shalat selama hidupnya?

“...” sial, mungkinkah dia sedang mendapat hikmah saat ini?

*****

Aku gak tahu kenapa arahnya jadi kesini. Jangan tanya untuk yang sadar. Byebye.

Episodes
1 1. Orang Lain
2 2. Bakpia
3 3. Sepertinya kenal?
4 4. Crap!!
5 5. Berita kilat!
6 6. Putar Balik!
7 7. CEMPEDAK
8 8. Makan yuk.
9 9. Tense
10 10. 112
11 11. Jadi Papa tidak susah juga, ternyata??
12 12. Mungkin aku mendapat hikmah?
13 13. Dia Harus me-Manage Jadwal untuk Anaknya
14 14.
15 15. ....Tapi aku harusnya...
16 16. Video angka yang mudah dicerna, hmm.....
17 17. Menemani Makan Putrinya dari Jauh
18 18. Ingat, Ke-Lin-Ci!
19 19. Bukan Ikan Air Tawar
20 20. Malam Yang Sepi....
21 21. Anak Kecil Jangan Lihat
22 22. Reksa tak menyadarinya....
23 23. Selalunya punya sabar
24 24. Pandangan anak jenius memang tidak biasa..
25 25. Semua baru, seperti Lebaran
26 26. Kamu pindah, atau aku yang pindah?
27 27. Memutus Benang Sejoli..
28 28. Akhiri Hubungan ini....
29 29. Puding untukku
30 30. Anak bawang diantara anak ayam..
31 31. Debut Pertama
32 32. Datang ke Papa tapi hasilnya.....
33 33. Kau Nenek Lampir jatuh dari Surga
34 34. Dance with me, make me sway
35 35. Dikira hanya cemberut, kenyataannya...
36 36. Simpanan itu bukan Tabungan
37 37. Serang, Menghindar, Lemparkan.
38 38. Malam, bulan dan bintang.
39 39. Pendeteksi Alami
40 40. Kadang berpikir dalam namun sebetulnya sederhana..
41 41. Daripada membawa sengsara orang lain...
42 42. Kelewat satu hari jadi seperti ada hal yang kurang...
43 43. Banyak yang harus Diperhatikan
44 44. Jauh di mata dekat di hati<3
45 45. Kebetulan adalah bagian dari takdir?
46 46. Mainstream Day
47 47. Masa depan bukan tempat untuk mengulang kesalahan.
48 48. Ibarat lebah tanpa bunga, kekeringan~
49 49. Keuntungan punya anak.
50 50. Musim Semi kedua
51 51.
52 52. Barang baru untuk di pakai, bukan untuk disimpan
53 53. Memelihara gajah..
54 54. Aku juga lagi cari istri...
55 55. Tidak ada yang lebih peduli pada kita.. selain keluarga.
56 56. Tapi apa dia berhak....?
57 57. Anak kecil gak boleh ikut-ikutan
58 58. Sera suka kok, adik baru.
59 59. Calon bukan, ya?
60 60. Sugar Daddy
61 61. Flashback
62 62. Kapan nikah?
63 63. ERIK
64 64. Butuh sedikit peringatan, nih.
65 65. Chivalry is dead :)
66 66. Ikatan yang tak bisa luntur
67 67. Papanya tidak bisa di harapkan, Sera harus merencanakan program khusus...
68 68. Bunga yang memancing Lebah
69 69. Gadis kecil ini punya nyali juga^^
Episodes

Updated 69 Episodes

1
1. Orang Lain
2
2. Bakpia
3
3. Sepertinya kenal?
4
4. Crap!!
5
5. Berita kilat!
6
6. Putar Balik!
7
7. CEMPEDAK
8
8. Makan yuk.
9
9. Tense
10
10. 112
11
11. Jadi Papa tidak susah juga, ternyata??
12
12. Mungkin aku mendapat hikmah?
13
13. Dia Harus me-Manage Jadwal untuk Anaknya
14
14.
15
15. ....Tapi aku harusnya...
16
16. Video angka yang mudah dicerna, hmm.....
17
17. Menemani Makan Putrinya dari Jauh
18
18. Ingat, Ke-Lin-Ci!
19
19. Bukan Ikan Air Tawar
20
20. Malam Yang Sepi....
21
21. Anak Kecil Jangan Lihat
22
22. Reksa tak menyadarinya....
23
23. Selalunya punya sabar
24
24. Pandangan anak jenius memang tidak biasa..
25
25. Semua baru, seperti Lebaran
26
26. Kamu pindah, atau aku yang pindah?
27
27. Memutus Benang Sejoli..
28
28. Akhiri Hubungan ini....
29
29. Puding untukku
30
30. Anak bawang diantara anak ayam..
31
31. Debut Pertama
32
32. Datang ke Papa tapi hasilnya.....
33
33. Kau Nenek Lampir jatuh dari Surga
34
34. Dance with me, make me sway
35
35. Dikira hanya cemberut, kenyataannya...
36
36. Simpanan itu bukan Tabungan
37
37. Serang, Menghindar, Lemparkan.
38
38. Malam, bulan dan bintang.
39
39. Pendeteksi Alami
40
40. Kadang berpikir dalam namun sebetulnya sederhana..
41
41. Daripada membawa sengsara orang lain...
42
42. Kelewat satu hari jadi seperti ada hal yang kurang...
43
43. Banyak yang harus Diperhatikan
44
44. Jauh di mata dekat di hati<3
45
45. Kebetulan adalah bagian dari takdir?
46
46. Mainstream Day
47
47. Masa depan bukan tempat untuk mengulang kesalahan.
48
48. Ibarat lebah tanpa bunga, kekeringan~
49
49. Keuntungan punya anak.
50
50. Musim Semi kedua
51
51.
52
52. Barang baru untuk di pakai, bukan untuk disimpan
53
53. Memelihara gajah..
54
54. Aku juga lagi cari istri...
55
55. Tidak ada yang lebih peduli pada kita.. selain keluarga.
56
56. Tapi apa dia berhak....?
57
57. Anak kecil gak boleh ikut-ikutan
58
58. Sera suka kok, adik baru.
59
59. Calon bukan, ya?
60
60. Sugar Daddy
61
61. Flashback
62
62. Kapan nikah?
63
63. ERIK
64
64. Butuh sedikit peringatan, nih.
65
65. Chivalry is dead :)
66
66. Ikatan yang tak bisa luntur
67
67. Papanya tidak bisa di harapkan, Sera harus merencanakan program khusus...
68
68. Bunga yang memancing Lebah
69
69. Gadis kecil ini punya nyali juga^^

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!