Reksa berdiri di sebuah mansion. Tunggu, sepertinya dia kenal mansion ini.
Benar juga, ini kan mansionnya setelah dia mengambil alih perusahaan. Sebentar, dia kan sudah punya perusahaan dan jadi presidennya juga. Pengetahuan bahwa dia mengambil alih perusahaan itu dari mana asalnya?
Reksa berdiri di depan pintu mansion, dihadapkan dengan seorang remaja perempuan berpakaian seragam putih-abu lusuh. Rambutnya kusut dan seragamnya kotor. Wajah remaja itu muram dan tidak sekalipun gadis itu mengangkat tatapannya ke Reksa.
Reksa mendengar dirinya bertanya, “Kamu bilang apa tadi?”
Gadis itu menunduk lama, sebelum mengangkat wajahnya. Reksa baru bisa melihat jelas wajah remaja di depannya. Matanya bulat hitam, bibirnya pucat, hidungnya mancung kecil, pipinya masih terisi lemak. Namun wajah manis itu tersisihkan karena aura gelapnya.
“Aku a–”
Ringggg~
Reksa tersentak bangun. Keringat dingin membasahi punggungnya, tapi pikirannya fokus ke isi dari mimpinya.
Gadis itu adalah gadis yang sama, dengan yang dia peluk di malam dia di hajar (di mimpi). Mungkinkah kekasihnya?
Reksa merasa itu tidak benar.
Dia pikir, kenapa dia harus terbangun saat dia hendak mengetahui jawabannya?
Reksa menjatuhkan kembali badannya ke atas ranjang, tak ambil pusing dengan bajunya yang basah karena keringat.
Mungkinkah dia akan terus dihantui mimpi ini seterusnya?
Namun kejadian saat di bar membuat Reksa lima puluh persen yakin bahwa mimpi ini mungkin bukan mimpi biasa. Meskipun dia tidak percaya dengan hal gaib, itu karena dia tidak pernah mengalami dan bertemu kejadian demikian.
Kalau begitu, apa yang hendak mimpi itu sampaikan padanya?
Siapa gadis remaja itu?
Tidak.
Dia tidak bisa menunggu seperti ini. Dengan tekad bulat, Reksa bangun dan membuka buku catatannya dan mengambil bolpoin.
Tangannya bergerak hati-hati membuat garis. Sesekali dia diam untuk mengingat bayangan di mimpinya sebelum melanjutkan menggambar. Satu jam kemudian dia berhasil menyelesaikan gambarnya.
Di kertas, seorang gadis manis tanpa senyum tercetak.
Reksa mengangguk puas. Untung saja bakatnya berguna di saat darurat seperti ini.
Kantor hari itu libur, jadi Reksa tidak repot-repot bersiap untuk berangkat. Dia hanya menyiapkan kertas itu untuk di kirim ke alamat rumah Joe.
“Cari orang itu.”
Joe yang di rumahnya menerima paket sehelai dokumen berisikan gambar, memegang gagang telepon dan tidak bisa berkata apa-apa untuk waktu yang lama.
Bos-nya sudah mulai menyebalkan lagi. Oh, Joe, kau harusnya sudah tahu soal ini.
“Ini siapa, Pak?”
“Entahlah.”
Maaf?
“Namanya?”
“Mana saya tahu.”
Joe mengatupkan mulutnya sambil menatap langit-langit. “Mungkin Bapak punya informasi soal orang ini satu atau dua….”
“Kalau punya sudah saya beritahu. Kalau tahu mana mungkin saya meminta kamu mencarinya!”
“....baik.”
“Tidak perlu buru-buru. Beritahu begitu ada informasi mengenai hal ini.” akhirnya bos-nya memberi keringanan.
“Saya mengerti.”
***
Reksa membaca ulang informasi keluarga Deanita pagi itu di mejanya. Setelah mengecek dua kali, dia mengkonfirmasi bahwa sebelum orang tuanya meninggal, Deanita adalah anak tunggal. Jadi pria garang itu bukan saudara Deanita sama sekali.
Tapi menghilangnya Deanita bersamaan dengan pria itu menambah kemungkinan keduanya saling kenal. Reksa memutuskan untuk membatalkan rencananya menarik Bintara ke dalam jaring.
Dokumen dimasukkan ke mesin penggiling kertas, Reksa menyaksikan kertasnya hancur sebelum dia kembali fokus ke layar komputer. Saat itu ponselnya berdenting.
Pesan masuk dari Ame. Siapakah Ame? Salah satu wanita yang akan menemani malam sepinya hari ini.
Menghentikan pekerjaannya, Reksa langsung menelepon Ame. Kejadian yang dia alami beberapa hari ini benar-benar membuatnya lebih tertekan daripada proyek yang dia lakoni. Sebaiknya dia refreshing lebih dulu.
“Hei cantik.” terdengar kekehan di seberang, Reksa seketika merasa ada di negeri dongeng.
“Iya dong, kenapa? Uang yang Abang kasih ngga cukup apa bagaimana?”
“Hahaha, mulutmu nakal sekali, kalau aku cumbu–”
tok tok tok.
Biasanya kalau ada yang mau masuk, selain asisten dan sekretarisnya, orang lain akan menginfokan dulu kedatangannya melalui interkom. Asistennya sudah mengantarkannya sarapan dan cemilan untuk pagi ini. Jadi pastilah itu Joe.
“Masuk.”
Ketika Joe masuk, dia melihat Bos-nya sedang berbalas mesra dengan seorang perempuan di telepon. Kalimat-kalimatnya memalukan, sungguh membuat dia ingin muntah. Tapi sayang sekali, pekerjaan ini mengharuskan dia menyaksikan sisi paling memalukan bos-nya. Tambahan, wajahnya harus senantiasa tanpa ekspresi.
“Iya manis. Sayang, mmmuahh.”
“...” Joe menunggu sampai bos-nya meletakkan ponselnya sebelum menyerahkan dokumen yang dia gali semalaman.
Reksa menerimanya dan membaca judulnya. Tiba-tiba matanya terbuka lebar dan menatap Joe seperti melihat mahluk ajaib.
Informasi di tangannya tidak salah lagi merupakan info soal gadis di gambar yang dia kirim. Dia tidak menyangka Joe akan berhasil menemukannya dalam waktu sehari semalam!
Melihat kantung mata di wajahnya yang sangat kentara, Reksa tiba-tiba merasa bersalah.
“Habis ini kau bisa libur dua hari.”
Mendengar itu, Joe langsung cerah wajahnya. Nada yang keluar dari mulutnya terdengar lebih ikhlas. “Nama perempuan yang Bapak kirim gambarnya bernama Lily Tiara. Pekerjaannya sebagai seorang pelayan di klub malam. Namun Lily sempat vakum dari pekerjaannya hampir setahun. Dia kembali bekerja di tempat yang sama baru enam bulan ini.”
“....?” Reksa mengerutkan keningnya. Membaca informasi biodata Lily, Reksa membaca bahwa usia perempuan ini setara dengannya.
“Dia berusia 26 tahun?”
“Benar sekali.”
Tapi gadis di mimpi itu masih remaja? Reksa memeriksa gambar Lily yang diambil kamera tersembunyi. Perempuan itu mirip dengan gadis remaja di mimpinya, tapi garis wajahnya terlihat lebih dewasa. Meski serupa, perempuan ini agak… berbeda.
“Apa dia memiliki adik, atau saudara kembar misalnya?”
“Sejauh yang saya temukan, dia punya kakak laki-laki. Namun hubungan keduanya tidak harmonis sama sekali."
Reksa mendengarnya sambil menyapu setiap informasi di dalamnya. Tiba-tiba perasaan janggal mencengkram dadanya. Dia membalikkan ke halaman terakhir.
Disana, dia melihat sepotong gambar dimana Lily tengah memeluk bayi. Dia tidak bisa melihat gambaran wajah bayi itu sepenuhnya, karena wajah bayi itu masih berkerut-kerut kemerahan–bayinya benar-benar baru lahir.
Menatap Joe yang memberikan tatapan seolah berkata ‘tebakan anda tepat sekali.’
Joe membuka mulutnya “Lily melahirkan seorang putri tiga tahun yang lalu.”
“.....” Reksa masih belum bereaksi. “Wanita ini adalah….,”
“Pak.” Joe seperti ingin mengatakan sesuatu yang hina tapi di tahan. “Lily Tiara adalah partner satu malam anda di Hotel Grandi empat tahun yang lalu.” dari awal mencari, Joe menebak bos-nya tertarik pada perempuan di gambar. Tentu saja yang pertama dia periksa adalah daftar mantan pasangan bos-nya sebelum ini. Tidak disangka dia langsung menemukannya. Kalau tidak, mana mungkin informasinya bisa didapatkan secepat ini.
“....”
Reksa seperti mendengar suara bom meledak di atas kepalanya. Kalimat cetak bertuliskan ‘PARTNER SATU MALAM, ‘MELAHIRKAN BAYI’, ‘DAN EMPAT TAHUN YANG LALU’, seperti menari di kepalanya. Dia tidak perlu menebak apakah bayi ini miliknya atau bukan. Gadis remaja yang mendatanginya di mimpi memiliki wajah serupa dengan Lily. Bentuk bibir si gadis remaja saat dia mengatakan kalimat terakhir di mimpinya tiba-tiba jadi jelas.
A.nak.mu.
Saking terkejutnya, Reksa tidak sanggup berkata apa-apa. Tangannya diletakkan ke dahi, sosoknya seperti waktu dia hendak menghadap ke kerabatnya dan dipaksa untuk berlutut di khalayak ramai.
Joe yang pengertian memilih undur diri, meski dia bertanya-tanya, apakah memiliki seorang anak sebegitu mengejutkannya? Dengan gaya hidup seperti bos-nya yang meski tidak sering, tapi masih terhitung rutin, bisa di bilang ini adalah kesalahan yang bisa di tebak.
Memikirkan bos-nya yang masih muda dan masih menikmati hidupnya, mungkin hal yang wajar merasa tidak siap memiliki anak.
Di pintu Joe teringat sesuatu dan berhenti.
“Pak, ada satu hal lagi.”
Reksa mengangkat wajahnya tanpa suara dan hanya menatap Joe. Seakan berkata kalau yang dia katakan tidak penting sama sekali, libur dua harinya akan batal. Hal itu membuat Joe takut seketika. Namun dia berpikir bahwa informasi ini sangat penting.
“Saya mendapat berita bahwa Lily Tiara menjalani operasi caesar waktu melahirkan empat tahun lalu. Minggu kemarin, dia masuk rumah sakit karena komplikasi dari operasinya.. karena overwork sebelum pulih dan jadi penyakit jangka panjang, saya…” tidak tahu keadaannya sekarang bagaimana.
Reksa hanya diam. Matanya menatap ke ruang kosong dan Joe tidak mengerti apa yang ada di pikiran bos-nya saat itu. Setelah Reksa melambaikan tangannya, barulah Joe menarik napas dan keluar dari ruangan.
Liburnya aman.
Diam-diam Joe menggelengkan kepala. Kasihan sekali perempuan bernama Lily itu. Semoga saja operasinya berjalan lancar.
**
MarquisF: revisi sedikit, ahem.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments