ABOVE THE CLOUD(ABC)
Hujan mengguyur kota tua malam itu. Suara petir yang memekakkan telinga menghapus teriakan dan suara isak tangis di belakang halaman gedung.
Orang-orang menghilang seperti di telan bumi. Reksa terus merasa dirinya seperti ada di ujung jurang, jantungnya berdetak cepat dan ketakutan menjalari tubuhnya. Tapi dia merasakan tubuhnya berlari melesat menabrak seorang pria yang menjadi sumber ketakutannya. Pria itu menatap Reksa seperti dia memandang serangga, sebelum menembak kedua kaki dan tangannya. Namun melihat sosok gadis yang bersandar tak berdaya di dinding gedung, kotor dan basah dengan tanah serta air hujan, rasa sakit melebihi luka tembakan menggerogoti dadanya. Rasa takut itu menghilang dan dia seakan menjadi satu dengan badan. Mati-matian menahan pria itu untuk mendekati sosok si gadis.
Siapakah gadis itu?
Mungkinkah kekasihnya?
Melihat gadis itu yang entah masih bernyawa atau tidak, Reksa ingin menukar nyawanya saat itu juga demi meringankan kesakitan yang dirasakan si gadis. Namun yang bisa mencapai gadis itu hanyalah tatapan keras Reksa yang berharap gadis itu masih bernapas.
Dengan nekad dia bangun dan menggigit leher si pria bersenjata hingga dagingnya terkelupas.
"Huff...Huf..Huff.."
Tangannya melakukan segala cara, memukul, mencakar. Dia menggunakan kepalanya, membenturkannya ke kepala si pria dengan keras, bertubi-tubi dan mengabaikan rasa kebas di badannya.
Dia ingin pria itu mati saat ini juga.
Mungkin pria bersenjata itu tidak menyangka bahwa Reksa masih bisa melukainya. Penuh amarah, pria itu menendang perut Reksa hingga dia terlempar. Tak sampai disitu, luka bekas tembaknya di tendang berulang kali hingga Reksa tak bisa lagi mengeluarkan suara kesakitan.
Entah untuk berapa lama. Warna hitam dan putih bergantian mengisi kepalanya. Sampai yang tersisa hanyalah keheningan.
Reksa mengangkat kepalanya dan melihat bahwa si gadis masih berada di posisi yang sama. Bahkan sekalipun tangan dan kaki Reksa patah, dia berusaha merangkak secepat mungkin ke arah si gadis.
Badan dingin dan kaku si gadis seperti tidak terasa olehnya. Reksa memeluk badan si gadis dengan putus asa. Di matanya hanya ada kegelapan, tapi dia tetap melantunkan nada dari lagu kesukaan si gadis. Meski yang keluar hanya geruman, Reksa menyenandungkan nada tanpa lirik sampai suaranya habis dan hilang kesadarannya.
***
Dididi-dididi-dididi
Reksa membuka mata disambut atap berwarna krem. Untuk beberapa saat sukmanya seperti masih tersasar di alam lain. Dia memeriksa setiap sudut langit-langit, dan memastikan bahwa ini adalah kamarnya.
Dia bertanya dalam hati dan mengingatkan. Ini adalah kamarnya saat dia masih dua puluh enam tahun. Dia baru pindah keluar apartemen ini saat dia sudah mengambil alih perusahaan.
Setelah waktu yang lama barulah dia sadar, dia baru pindah ke rumah ini kemarin.
Reksa bangun perlahan dan merenung lagi, memperhatikan kotak barang yang belum di tata dan masih berserakan di kamarnya. Selain ranjang dan kursi, barang lain masih di dalam kardus.
Dia menyeret kakinya ke dispenser dan minum segelas air dalam sekali napas.
Setelah dia berkeliling, akal sehat langsung memborbardir Reksa. Dia masih dua puluh enam saat ini, belum menikah, tidak punya anak. Dia tidak punya musuh, apartemennya baru, dia pria menarik dengan sejuta pesona. Banyak wanita yang tertarik padanya, dan Reksa bukan seorang yang meletakkan perhatiannya pada hal sejenis cinta.
Dengan kata lain, yang dia saksikan sebelumnya adalah mimpi.
Tapi siapa pria bersenjata, si gadis remaja, di mimpi itu?
Kenapa dia nampak menyedihkan dan merana di mimpi itu?
Menurut Reksa, dengan keadaannya yang superior dalam segala aspek, mustahil untuknya jatuh dalam keadaan serendah itu.
Tapi kalau bukan dia, lalu siapa lagi?
Perasaan menyedihkan itu amat membekas di dadanya, dia bahkan bisa menangis saat ini juga tanpa alasan hanya dengan mengingat kejadian di mimpi itu.
Ya Tuhan, semoga dia tidak memiliki penyakit aneh.
Di tengah lamunannya, dering nada ponsel membuyarkannya kembali ke dunia nyata.
Reksa mengangkat telpon dan menjawab dengan suara tanpa nada berarti.
"Ada apa?"
Orang di seberang membalas dengan mendesak, seperti di kejar kuda balap.
"MDC grup? Bukannya mereka sudah sepakat sebelumnya?"
Setelah bertukar kata, Reksa menghela napas. "Baiklah, kamu siapkan pertemuan untuk siang ini."
Setelah menutup sambungan, Reksa menghapus pikiran dari mimpi itu dan mulai bersiap untuk berangkat kerja. Di tengah-tengah persiapan, dia menghubungi sekretarisnya dan memintanya untuk menyewa orang suruhan.
"Pak, anda pindah rumah?"
"Hm."
"...Saya mengerti. Saya akan menyewa orang untuk membersihkan rumah bapak yang baru."
"Bagus."
Sejak awal Reksa memang tidak memberitahu siapapun soal kepindahannya. Barang-barang dan lainnya semua dia kemasi sendiri. Tapi setelah mimpi itu, dia tidak ada mood untuk merapikan kekacauan di rumahnya.
Jam enam lewat tiga puluh, Reksa berangkat.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments