Siang itu Bintara sampai lebih dulu di gedung kantor Panca Utama, perusahaannya Reksa. Joe dengan lihai mendampingi langsung Bintara di ruang tunggu.
Bintara yang mulai bosan mulai buka suara, dijawab secukupnya oleh Joe yang pada akhirnya menyampaikan soal rencana Reksa malam itu untuk mampir ke bar.
Sesuai dugaan, Bintara tertarik untuk ikut. Dan Joe dengan ‘tidak sengaja’ mengucapkan bahwa bos-nya akan pergi untuk bertemu teman kuliahnya di universitas UG; yang mana universitasnya Deanita.
Tak disangka, Bintara mengetahui bahwa itu adalah universitas Deanita. Sepertinya benar bahwa Bintara menyukai Deanita.
Joe secara sepihak mengatakan bahwa dia akan menyampaikan pada bosnya namun tidak menjanjikan. Bintara sendiri ikut hanya karena dia memerlukan alasan untuk mendekati Deanita. Kebetulan Reksa mau bertemu teman sealmamater Deanita(yang tentunya bohong), dia bisa sekalian.
Pertemuan itu berjalan lebih baik daripada yang Reksa kira. Dia sampai bertanya-tanya apa yang dilakukan perempuan bernama Deanita itu sampai bisa menyihir Bintara mabuk seperti ini.
Meski begitu MDC cukup bersikeras dalam satu hal, yang mana Reksa masih bisa toleri. Pertemuan selesai sore itu, sementara wakil dari Kementerian Purbakala pulang, Reksa dan Bintara bergerak menuju bar di sisi kota.
Bar satu ini tempatnya lebih seperti tempat karaoke. Minuman yang ditawarkan, selain beberapa jenis anggur dan beer, banyak juga minuman soda. Bagaimana pun, praktek di Negara I sangat ketat terutama dalam konsumsi alkohol. Selain anggota yang sudah terdaftar informasi biodatanya, tamu yang baru datang untuk memesan anggur dan sejenisnya harus menunjukkan Kartu Identitasnya.
Reksa memesan soda, sementara Bintara langsung memesan absinthe. Dia menyaksikan bagaimana pria itu meneguk absinthe dengan mudahnya, seperti minum air. Dalam hati dia berdecak, gila.
Reksa tidak mengambil ruang terpisah, dan memilih duduk di ruang publik. Dari sini dia bisa melihat orang yang datang dan keluar bar.
Bintara mulai gelisah di kursinya dan kembali minum. Sampai suara-suara perempuan terdengar. Sekelompok grup perempuan muda yang kelihatannya merupakan mahasiswa, memasuki bar dengan antusias. Dipimpin seorang pelayan, grup itu masuk ke salah satu ruangan terpisah. Reksa memperhatikan kelompok perempuan itu menghilang dari balik pintu yang tertutup. Dari tiga belas perempuan yang dia perhatikan, dia belum menemukan satu dengan kriteria seperti yang Joe berikan.
“Tadi kubilang apa!”
Mendengar nada perempuan yang cukup mencolok itu, Reksa melirik ke dekat pintu masuk. Tiga orang perempuan yang baru masuk nampak sedang berdebat. Reksa memperhatikan salah satu diantara tiga gadis itu.
Rambut sebahu lurus, mata cokelat, bibir merah, dan kulit putih merona. Bentuk matanya tajam di ekor, ciri khas keturunan Ti di Negara I. Dan sangat cocok dengan gambaran Deanita yang dia ketahui.
Perempuan A berkerudung di samping Deanita menghela napas panjang. “Sudahlah kalian masuk saja, minta maaf bilangin, aku ada urusan mendadak.”
“Kok gitu sih, kamu kan sudah disini. Kapan lagi coba bisa kumpul begini.” perempuan B lain menimpali.
Deanita yang mengerti persoalan kedua temannya menengahi, “Aku tahu kok bar ini. Mereka ngga bebas kasih minuman beralkohol. Dirga juga sudah bilang, dia ambil tempat ini karena dia kenal dengan chef-nya jadi untuk makanannya kamu bisa tenang, dan untuk reuni ini ngga ada minuman beralkohol.” yang menganut paham serupa dengan kedua temannya dan datang ke reuni ini bukan hanya dua orang.
“Serius?” perempuan A bertanya.
“Hari ini kan tujuannya untuk reuni. Jadi yang mau pesan minuman mereka pesan setelah acara selesai.” Deanita mengangguk menenangkan keduannya.
“Oke kalo gitu.”
“Tenang saja kan ada aku.” kata Deanita lagi.
Deanita bukan satu-satunya orang yang memiliki kepedulian tinggi, tapi dia salah satu orang yang jarang Reksa temukan untuk berteman dengan orang yang berbeda keyakinan.
Dia bisa mengerti kenapa Bintara bisa naksir Deanita.
Tapi dengan akhlak Bintara, ini namanya Beauty and The Beast. Bintara dengan spesies Beast dari jatidiri. Dalam hati Reksa menyalakan lilin duka untuk Deanita.
Meskipun perempuan itu tidak bersalah, dia sudah menarik perhatian serigala. Reksa yang berniat untuk menjebak keduanya, hanya bisa menyalahkan takdir.
Saat itu mata Reksa tak sengaja menangkap sesosok pria yang duduk di meja ujung. Pria itu nampak suram dengan alis tajam. Rambutnya di potong pendek dengan gaya tentara. Dari jauh Reksa sudah sadar bahwa pria itu tidak biasa. Namun yang membuatnya membeku adalah, dia seperti kenal sosoknya.
Siapa?
Reksa menyipitkan matanya dan meneguk soda, berusaha mengalihkan perhatian.
Tidak, tidak mungkin.
Dia melirik lagi ke meja itu, dan segera berpaling. Takut mengejutkan dan membuat pria itu waspada karena sadar di perhatikan.
Tidak, tidak, tidak.
Dia membuka ponselnya dan membuka kamera. Dengan mata yang meningkat ketajamannya karena adrenalin, dia sadar bahwa pria itu memperhatikan tiga gadis yang kini masuk ke lorong menuju ruangan reservasi mereka.
Otak Reksa mulai berpikir cepat.
Brakk!
Reksa membanting pintu toilet dan masuk ke kubikel, memuntahkan camilan petang tadi dan minuman yang baru dia nikmati ke kloset. Napasnya mulai tersengal-sengal dan kulitnya pucat pasi.
“Bro, kau baik-baik saja?”
Reksa mengabaikan orang yang baru masuk toilet dan menanyainya. Kali kedua orang itu bertanya lagi, Reksa langsung membentak.
“Sialan, tidak perlu mengurusi orang lain!”
“Bang***\, sakit jiwa ya? Orang niat baik-baik.” pintu kamar kecil di banting tertutup dan suasana kembali hening. Reksa tidak memedulikannya.
Dia membersihkan bekas muntahannya dan bergerak ke westafel, melihat bayangan dirinya di cermin yang terlihat kacau hanya setelah waktu yang singkat tadi.
“...” dia memejamkan mata. Tidak salah lagi. Pria itu adalah pria dalam mimpinya. Pria yang menembakinya.
“Anj****.”
Sekarang, masih bisakah dia bersikeras bahwa itu hanyalah mimpi?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments