Provokasi Serena

Babak baru sesungguhnya telah dimulai, kegiatan belajar mengajar di setiap kelas sudah aktif. Aku memiliki beberapa teman kelas yang mau berinteraksi denganku, selebihnya pada belagu dan merasa superior satu sama lain karena kemampuan orangtua masing-masing.

Di akhir pekan, selain pekan kedua tiap bulan aku menghabiskan waktu di perpustakaan dan Dojang. Taekwondo menjadi ekstrakurikuler olahraga pilihanku dibanding tenis meja, renang, basket, dan volly. Sangat sedikit yang tertarik dengan olahraga beladiri ini, alasannya mereka takut terluka karena berkelahi. Kuku-kuku cantik mereka akan rusak dan itu sangat berpengaruh pada penampilan sedangkan olahraga beladiri dianggap hanya cocok untuk kaum pria. Sepicik itukah pemikiran mereka? Namanya saja beladiri buka kelahi diri, dipelajari untuk membela diri di saat terdesak atau darurat, bukan untuk berkelahi jago-jagoan, ckckck ...

Hanya aku, Yura, Winda dan Jessi diantara 60 siswi seangkatanku yang berminat dengan bela diri. Kami diajari oleh Sabeum Dre -guru olahraga kami- namun diluar area Dojang ia lebih akrab di sapa Pak Andre. Dia sangat antusias saat mengajariku taekwondo, menurut pengamatannya aku tidak sekedar belajar tapi berlatih untuk meningkatkan kemampuan dan kekuatan.

"Apa alasan kalian memilih Taekwondo sebagai ekskul olahraga?" tanya Sabeum Dre saat perkenalan di pertemuan pertama.

"Untuk membela diri!" jawab semuanya, serempak.

"Juga kakakku!" sambungku lagi.

"Kakakmu?" tanya Sabeum Dre heran.

"Ya, Sabeum. Kami tidak memiliki saudara laki-laki. Ayah kami sudah meninggal, Paman kami yang sekarang menjadi laki-laki satu-satunya di keluarga kami tidak begitu meyakinkan sebagai pelindung– menghadapi Bibi kami saja dia tidak berani."

Semua tertawa, terdengar lucu memang tapi itu kenyataannya dan aku tidak suka berpura-pura.

"Berarti diantara temanmu ini, kau harus menjadi yang paling tangguh. Jika dibanting atau terbanting, tidak boleh cengeng, kuatkan tekad dan raih mimpimu."

Ah, kenapa nasihat Sabeum Dre menggetarkan jiwa dan membakar semangatku. Ya ... aku harus tangguh, jika dibanting atau terbanting, segera bangkit dan kuatkan tekad.

Aku berlatih lebih ekstra dari yang lainnya, melihat api semangatku, Sabeum Dre juga semakin semangat melatihku, katanya selama ia menjadi Sabeum di Dojang SMA Nusa Bangsa 2, hanya aku siswi yang bersungguh-sungguh berlatih.

Perpustakaan adalah tempat keduaku setelah Dojang. Hobi membaca kudapat dari Kak Litha, terutama bacaan fiksi yang membuatku terbawa di khayalan si penulis. Tidak banyak juga siswi disini, hanya beberapa kutu buku yang betah. Suasana hening dan monoton adalah hal yang sangat membosankan bagi siswi seperti Serena Cs. dan hampir semua siswi sekolah ini berpola pikir sepertinya.

...***...

"Nia, aku minta maaf, kalau aku tidak bisa berteman denganmu bahkan untuk sekedar menyapamu selain di dalam kamar." kata Keysha lirih, setelah aku menanyakan mengapa selama ini dia seperti orang lain jika berada di luar kamar kami, bahkan terkesan menjauhiku.

"Tapi kenapa, Key?"

"Serena mengincarmu. Aku tidak bisa menunjukkan keakraban kita karena dia akan mencari informasi dirimu padaku. Saat ini jawaban tidak tahu menjadi andalan setiap dia bertanya tentangmu."

Aku tidak bisa berkata apapun, bingung antara mau melawan tapi juga tidak berdaya. Apa kekuatanku dibanding dia? Ayahnya donatur terbesar di sekolah ini jadi kepala sekolah dan para guru akan memaklumi perbuatan buruknya, selain itu banyak siswi yang juga enggan berkonflik dengannya.

"Apa dia menindasmu?" tanyaku.

Keysha menggeleng pelan tapi kulihat sorot matanya berkata lain.

"Jangan sampai dia menindasmu! Berikan yang dia inginkan, sekalian katakan padanya kulitku ini bukan hasil rekayasa klinik atau suplemen, tapi asli dari genetik yang diturunkan oleh gen unggul ibuku."

Lihat, hahahaha ... Mata Keysha terbelalak kaget mendengarku menebak-nebak apa yang dipikirkannya,

Kau salah jika ingin menyembunyikan perasaanmu yang sebenarnya. Aku sudah terlatih untuk hal-hal seperti itu, hehehe ...

Dan akhirnya, apa yang kutebak benar. Selang beberapa hari kemudian Keysha memanggilku di saat jam istirahat.

"Nia, apa kau bisa ikut aku?" pintanya dengan raut wajah yang menyedihkan.

"Ada apa?"

"Tidak tahu, Serena yang menyuruhku."

"Cih. Apa dia lumpuh hingga harus menyuruh orang lain memanggilku?"

"Nia ...." lirihnya.

"Astaga! Dia menindasmu lagi?"

Keysha diam dan menunduk. Aaarrrgghh! Aku kesal sekali, dengan cepat kukatakan, "Ini masih jam pelajaran, seusai jam belajar saja baru aku akan menemuinya."

"Baik Nia, kuharap kau jangan gegabah. Dia berkuasa di sekolah ini."

"What! Apa dia kepala sekolah? Jadi bisa berkuasa disini! Ckckck ... akan kutajamkan itu otak tumpulnya."

"Nia ...." suara Keysha terdengar mengkhawatirkan diriku.

"Iya, aku akan hati-hati dalam menghadapinya. Tenang saja," ujarku menepuk pundaknya.

.

.

.

Di belakang gedung asrama sekarang aku berada, berhadapan langsung sendirian dengan dengan gadis yang bernama Serena. Uhukk! Namanya seperti sering kudengar di TV, ya ... iklan makanan bayi hahahaha ...

"Ada yang lucu?" hardiknya sinis memandangku dari atas ke bawah, begitu juga teman-teman yang membersamainya sebanyak lima orang.

"Tidak. Tidak ada yang lucu. Hanya heran saja kenapa kau ingin menemuiku bersama pasukanmu itu."

"Jadi begini, kau itu sangat menyita perhatian seisi sekolah. Aku tidak suka!" serunya tanpa basa-basi di depan wajahku.

"Lantas?" kucoba untuk menantangnya.

"Ya, kau tidak boleh melebihi aku. Ayahku saja kuminta untuk menjadi pendonor terbesar di sekolah ini agar aku menjadi siswi nomor satu."

"Apa aku melebihimu?"

"Aku tidak suka kulitmu."

"Lalu, bagaimana?"

"Jangan menarik perhatian!"

"Caranya?"

"Ikuti perintahku! Kau tidak boleh memperlihatkan kulitmu. Tutupi dengan pakaian sekujur badanmu kalau kau keluar kamar. Satu lagi potong juga rambutmu sependek mungkin!"

Hah! Dia ini seenaknya saja memerintahku. Dia pikir dia siapa? Bukan berarti ayahmu pendonor sekolah nomor satu aku harus mau mengikuti kemauan sirikmu itu.

"Tidak mau. Aku tidak berniat untuk mengikuti maumu. Sudah ya, aku mau kembali ke kamar. Key, kau tidak mau ke kamar sekalian?" tanyaku pada Keysha yang sudah memucat menempel di tembok.

"KAU!" suara Serena memekakkan telinga siapapun yang ada di sana.

"Sok sekali kau Vania! Padahal jelas-jelas kau tidak bisa dibandingkan denganku!"

Hei! Dia sengaja memprovokasiku. Cih. aku tidak akan terpancing. Terserah kau mau bicara apa.

"Ren, dia merasa lebih cantik darimu, makanya dia sok seperti itu. Padahal dia tidak memiliki pegangan disini. Dia bergoyang-goyang seperti ini, hahahaha ...." kata salah satu temannya tidak mau kalah sambil menggoyang-goyangkan badannya ke kanan dan ke kiri.

"Siapa bilang tidak punya? Hehehe ... Dia punya. Kakaknya yang mahasiswa itu," sahut temannya yang berambut ikal tertawa menyindir.

Apa sih maksud mereka? Pegangan? Kakakku yang masih kuliah? Aku bingung maksud perumpamaan mereka, tapi aku merasa sedikit tersinggung karena kakakku disebut dengan tawa yang terkesan melecehkannya.

"Apa kakaknya sekuat ayahmu, Ren?" sambungnya lagi.

Emosiku mukai tersulut. Rasanya ingin kujambak rambutnya, apalagi tawa mereka bersahut-sahutan, jelas mereka sedang menghina.

"Tentu tidak lah, mana bisa! Ayahku pebisnis ulung, sedangkan kakaknya hanya memakan remahan dari Om-om genit Ibukota, apa istilahnya ya?" timpal Serena yang membuat jantungku berdegup keras.

"Ayam Kampus!" seru mereka semua berbarengan dan tertawa.

Demi Tuhan, aku bisa menahan jika mereka menyinggung diriku sendiri tapi tidak dengan Kak Litha. Tanganku sudah mengepal kuat, mencoba lebih menahan diri. Kulirik Keysha, dia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, mau menangis.

"Kau jangan memfitnah kakakku, Ren!" tukasku.

"Hmm ... Kita tahu sekolah kita ini termasuk sekolah dengan biaya termahal di Kota A. Bukan maksud merendahkan, tapi dengan kondisi keluargamu ... patut dipertanyakan apa pekerjaan kakakmu yang masih mahasiswa itu sampai sanggup menjadi penanggungjawab biaya sekolahmu?"

Sial! Serena tidak berhenti memprovokasiku. Dia tahu aku sedang menahan amarah– nampak dari warna kulit wajahku yang memerah, sangat kentara dari warna aslinya.

"Jadi–" Serena mengintimidasi dengan mendekatkan wajahnya di depan mataku.

"Kau lakukan saja perintahku. Jangan kau tambah menyusahkan kakakmu bersusah payah me-laku-kan dirinya hanya untukmu. Aku bisa membantumu mendapatkan dana sosial dari perusahaan ayahku untuk biaya sekolahmu."

BUFF.

Bukan lagi menampar wajah layaknya perempuan yang tengah beradu mulut tapi aku meninju rahang kiri Serena dengan kepalan tangan kananku yang dari tadi terkepal hingga dia terhuyung-huyung dan jatuh ke tanah.

"AAA!!! Ren!" pekik kawan-kawan se-ganknya, lalu mereka spontan menghampiri gadis sombong itu.

"Ren– Ren– Bibirmu berdarah!" seru salah satu temannya.

Renata menyeka bibirnya, ia juga terlihat kaget menyadari sudut bibirnya pecah karena kuhantam. Hufftt ... Aku tidak menyangka tenagaku bisa merobek bibirnya yang busuk.

"Kau– berani-beraninya memukulku! Lihat saja apa yang akan kulakukan untuk membalasmu!"

"Silahkan! Aku tunggu namaku dipanggil Kepala Sekolah besok," sahutku tak gentar meski terus terang hatiku tidak karuan karena masalah yang kubuat akan melibatkan wali murid jika Serena melapor.

Ah ... Bodoh sekali aku sampai terpancing olehnya!

Aku merutuki diri sendiri dengan menatap tajam Serena dan lima orang temannya yang beranjak pergi dengan tergesa-gesa dari tempat ini.

"Nia, Kamu tidak apa-apa?" tanya Keysha menghampiriku.

"Aku tidak apa-apa. Kenapa kau menangis? Kau sedih Serena terluka?"

"Aku malah senang kau memukulnya seperti itu– tapi sudah kubilang kau jangan gegabah. Dia pasti akan menyulitkanmu setelah ini. Bagaimanapun Kepala Sekolah akan memandang ayahnya daripada fakta."

Aku termenung sesaat, apa yang dikatakan teman sekamarku itu ada benarnya. Dunia ini memang berlaku bagi siapa yang berduit, dialah yang menang. Aku lupa akan hal ini.

Aarrrggghhh! Betapa kesalnya aku, entah kesal pada Serena yang merendahkan aku dan Kak Litha atau diriku sendiri yang tidak bisa menahan amarah hingga membuatku dalam masalah.

- Bersambung -

Terpopuler

Comments

apri yanti

apri yanti

thorr menanti nii

2022-03-27

0

Me

Me

menunggu...

2022-03-27

0

DiTA

DiTA

vania hebat

2022-03-21

0

lihat semua
Episodes
1 Vania Kirana Larasati (Prolog)
2 Seorang Penindas
3 Provokasi Serena
4 Sanksi
5 Ke Ibukota
6 Terpesona
7 Bias Mata
8 Terantai Rasa Pilu
9 Dia
10 Ku Kira Kenapa
11 Sudut Pandang
12 Patah Hati Kedua Kalinya
13 Pemakaman Ibu (1)
14 Pemakaman Ibu (2)
15 Aku Si Tawon
16 Aku Menantangmu!
17 Empati Luar Biasa
18 Semakin Mengaguminya
19 Hari Baru
20 Di Luar Kendali
21 Trending
22 I Feel It.
23 Ada Apa Ini?
24 Sejarah Asal-Usul Tiga Bersaudara
25 Wisuda Kakak Tersayangku
26 Brithday Party My Sister
27 Definisi Rasa Kecewa
28 Putri Salju
29 Aku Berhenti
30 Mengendalikan Diri
31 Aku Memohon PadaMu, Tuhan-ku
32 Tidak Sendiri Lagi
33 Cantik Sekali
34 Curhat
35 Mengusik Rasa Sakit
36 Andai Saja Dia Lebih Peka
37 Impian yang Terwujud
38 Lelaki Dua Sisi Mata Uang
39 Mencintai dalam Kesendirian
40 Apa Ini Takdir?
41 Something Missing in My Heart
42 Mengakar Kuat
43 Karena Aku Bukan Pecundang
44 Tuan Muda Kecil
45 Ulangtahun
46 Mengungkapkan Perasaan
47 Xena-nya Pradipta
48 Si Ketua BEM
49 Ingin Ikut
50 Pertemuan Tidak Terduga
51 Superhero
52 Sepupu
53 Seperti Wanita Murahan
54 Life Must Go On
55 Pengumuman
56 Status Belaka
57 Jangan Berpikir Terlalu Jauh
58 Inilah Kesopananku
59 Kau Cemburu?
60 Diikuti
61 Senang atau Sedih?
62 Mood-ku Jadi Jelek
63 Kencan Pertama (Part 1)
64 Kencan Pertama (Part 2)
65 Kencan Pertama (Part 3)
66 Akhir dari Kencan Pertama (Part 1)
67 Akhir dari Kencan Pertama (Part 2)
68 Wanita Manipulatif
69 Nia-ku
70 Jangan Pergi Lagi!
71 Tetaplah Hidup
72 Memulainya dari Awal
Episodes

Updated 72 Episodes

1
Vania Kirana Larasati (Prolog)
2
Seorang Penindas
3
Provokasi Serena
4
Sanksi
5
Ke Ibukota
6
Terpesona
7
Bias Mata
8
Terantai Rasa Pilu
9
Dia
10
Ku Kira Kenapa
11
Sudut Pandang
12
Patah Hati Kedua Kalinya
13
Pemakaman Ibu (1)
14
Pemakaman Ibu (2)
15
Aku Si Tawon
16
Aku Menantangmu!
17
Empati Luar Biasa
18
Semakin Mengaguminya
19
Hari Baru
20
Di Luar Kendali
21
Trending
22
I Feel It.
23
Ada Apa Ini?
24
Sejarah Asal-Usul Tiga Bersaudara
25
Wisuda Kakak Tersayangku
26
Brithday Party My Sister
27
Definisi Rasa Kecewa
28
Putri Salju
29
Aku Berhenti
30
Mengendalikan Diri
31
Aku Memohon PadaMu, Tuhan-ku
32
Tidak Sendiri Lagi
33
Cantik Sekali
34
Curhat
35
Mengusik Rasa Sakit
36
Andai Saja Dia Lebih Peka
37
Impian yang Terwujud
38
Lelaki Dua Sisi Mata Uang
39
Mencintai dalam Kesendirian
40
Apa Ini Takdir?
41
Something Missing in My Heart
42
Mengakar Kuat
43
Karena Aku Bukan Pecundang
44
Tuan Muda Kecil
45
Ulangtahun
46
Mengungkapkan Perasaan
47
Xena-nya Pradipta
48
Si Ketua BEM
49
Ingin Ikut
50
Pertemuan Tidak Terduga
51
Superhero
52
Sepupu
53
Seperti Wanita Murahan
54
Life Must Go On
55
Pengumuman
56
Status Belaka
57
Jangan Berpikir Terlalu Jauh
58
Inilah Kesopananku
59
Kau Cemburu?
60
Diikuti
61
Senang atau Sedih?
62
Mood-ku Jadi Jelek
63
Kencan Pertama (Part 1)
64
Kencan Pertama (Part 2)
65
Kencan Pertama (Part 3)
66
Akhir dari Kencan Pertama (Part 1)
67
Akhir dari Kencan Pertama (Part 2)
68
Wanita Manipulatif
69
Nia-ku
70
Jangan Pergi Lagi!
71
Tetaplah Hidup
72
Memulainya dari Awal

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!