"TIDAK MAU!" teriakku kencang ketika Kak Litha menyuruhku untuk melanjutkan jenjang SMA di SMA Nusa Bangsa 2, sekolah putri berasrama paling terkenal di kota A.
"Nia, tidak ada yang mengawasimu kalau kau sekolah biasa. Paman dan aku di Ibukota, Bibi sibuk berjualan dan menjaga Ibu. Siapa yang mau diharapkan untuk mengantar jemputmu sekolah?"
"Aku bisa sendiri, Kakak!"
"Meski bisa, tapi aku tidak ijinkan karena hanya akan merepotkan dan membebani pikiran Ibu."
"Aaarrrgghhh!!!" erangku marah.
Aku sangat-sangat kesal dengan kakakku ini, sekarang dia sok mengatur segalanya. Ya, aku tahu, hanya dia yang bisa kami andalkan saat ini. Dia kuliah dengan beasiswa penuh dari kampusnya dan hidup dengan pekerjaan sampingan sebagai pelayan part time di sebuah restoran cepat saji. Dia bahkan bisa menabung sedikit-sedikit untuk biaya sekolahku dan pengobatan Ibu. Tapi bukan berarti dia punya hak mengatur kehidupanku.
"Ibu hanya punya kita berdua sekarang. Bijaklah Nia."
Bukannya memarahiku seperti biasa kalau aku berteriak, Kak Litha malah meminta pengertianku. Ah, bagaimana bisa aku bisa menolak dengan mata permohonannya, aku benci mata itu, seperti mata Ibu yang tidak bisa membuatku berkata tidak.
"Tapi Kak– Aku pasti akan tersiksa. Tiga tahun di dalam sangkar emas. Belum lagi biayanya sangat mahal, saat ini mungkin bisa memakai tabungan Kakak, tapi bagaimana kelanjutannya? Tentu tidak akan cukup dengan hanya berharap pada pekerjaan sampingan Kak Litha," kataku masih berkelit.
"Besok adalah misteri. Misteri itu milik Tuhan, bagian kita hanya menjalani saja apa yang kita tahu hari ini. Kakak akan mengurus sekolahmu. Kau bersikap baiklah karena bagaimanapun juga banyak guru-guru di sana mengenalmu sebagai adikku. Masalah biaya, itu urusanku– ingat itu u-ru-san-ku. Jangan kau campuri, oke! Kalau kau mau membalasnya, balaslah dengan prestasi."
Aku hanya bisa mengerutkan bibirku, kesal tapi tidak berdaya. Bukannya aku tidak bisa membantahnya, tapi aku pikir ada benarnya juga apa yang dikatakan Kak Litha. Aku tidak ingin menambah beban pikiran Ibu yang sudah penuh dengan kedua kakakku yang berada di Ibukota. Kak Tisha yang masih dalam pengobatan kondisi jiwanya dan Kak Litha yang selalu dikhawatirkan Ibu dalam diamnya– sendirian menimba ilmu dan bekerja di Ibukota. Bayang-bayang tragedi Kak Tisha selalu menghantui pikiran Ibu pada diri Kak Litha, juga menghantui pikiranku.
Aku terpaksa mengikuti kemauannya, bersekolah di asrama putri terbaik dan termahal di kotaku. Belum apa-apa aku sudah mendapat cemoohan dari keluarga besar ayahku. Aih ... mulut mereka berbisa! Perkataan mereka benar-benar menyakiti hati kami. Apalagi ketika menggunjing Kak Litha dimana sempat kudengar salah satu dari mereka menuding Kak Litha sebagai simpanan lelaki kaya raya dan Kak Tisha gila karena mengejar seorang lelaki. Sejak saat itu aku memutuskan untuk tidak berinteraksi lagi dengan mereka, tapi juga tidak memutuskan tali silaturahmi.
...***...
Keesokan paginya, Ibu meminta maaf padaku sebelum berangkat.
"Maafkan Ibu, Nia ... Karena Ibu sakit, kalian harus lebih mandiri. Ini pasti tidak mudah, Ibu sangat berterimakasih sekali padamu dan Litha. Kalian kuat, kalian hebat! Ibu sangat bangga memiliki kalian."
"Ih, Ibu, jangan buat Nia menangis ah ... Ibu harus sembuh, rajin berobat ya, dan makan yang baik selama Nia di asrama." Aku memeluk Ibu erat sekali, aku sangat menyayangi satu-satunya orangtuaku yang tersisa.
Setelah pamit, aku diantar Kak Litha ke sekolah dengan membawa dua koper. Mulai hari ini, aku tidur di asrama dan hanya diperbolehkan pulang ke rumah sebulan sekali di pekan kedua.
Hahaha ... Aku merasa geli melihat Kak Litha menangisiku saat dia akan pulang. "Baik-baik di asrama ya, Nia. Kau bisa kan, mengurus dirimu?" katanya.
"Lah, yang mau aku disini siapa? Kalau untuk mengurus diri, tenang saja– aku bukan anak kecil lagi, Kak. Aku bisa mandi sendiri, gosok gigi, berpakaian– Aduuuhh!!"
Aku mengaduh karena Kak Litha mencubit perutku. Oh ya, biar kuberi tahu kalau kakakku ini suka sekali mencubit di bagian perut.
"Bukan itu yang kumaksud. Kau sendirian disini, tidak bisa berkomunikasi dengan kami selain hari saat kau pulang. Maka dari itu, bertahanlah Nia."
Aku mengangguk. Aku tahu Kak Litha sebenarnya tidak tega mengurungku dengan kedok asrama. Tapi bagaimana lagi– yang dia lakukan adalah untuk kebaikan bersama.
"Aku akan bertahan, Kak. Kakak fokuslah sama kuliah Kakak. Kalau lancar kita akan lulus bersama, Kakak lulus kuliah, aku lulus SMA."
Kak Litha memelukku lagi dan terisak, "Maafkan aku, Nia. Yakinlah, Kakak hanya ingin yang terbaik buatmu."
Oh, Tuhan ... Aku bersyukur sekali di anugerahi kakak perempuan sebaik ini. Selalu memikirkan orang lain yang dia sayangi sebelum memikirkan dirinya sendiri. Beruntung pria yang menjadi suaminya kelak. Ah, tidaaakkk! Aku tidak mau Kak Litha menikah dan meninggalkan aku demi keluarga barunya nanti. Aku tidak mau!
.
.
.
Ceklik.
Kubuka pintu kamar.
"Hai!" sapa seorang gadis seusiaku, rambutnya panjang sebahu dan berponi, kutebak dia teman sekamarku.
"Aku Keysha, kamu?"
"Nia, Vania."
"Senang berkenalan denganmu, Nia. Disitu tempat tidurmu dan itu lemari, juga meja belajarmu," tunjuknya ramah.
"Ah, ya, terimakasih, Key– nama panggilanmu Key, kan?"
Gadis itu mengangguk, aku hanya membalasnya dengan tersenyum. Aku mengamati kamar tidur yang akan aku tempati selama satu tahun kedepan, ya hanya setahun karena kalau aku naik tingkat, kamar untuk siswa kelas dua dan tiga berbeda.
Gedung kamar siswa kelas satu, berada paling dekat dengan gedung guru dan pengurus asrama Ini agar memudahkan mereka mengawasi anak baru yang mulai beradaptasi. Konon katanya, setiap awal tahun ajaran baru di SMA Nusa Bangsa 2 akan ramai dengan suara tangisan anak-anak manja yang harus berpisah dengan kenyamanan dan kemewahan yang selama ini mereka nikmati di rumah masing-masing. Mewah– karena hampir semua siswa disini memiliki keadaan finansial dan status sosial yang sangat baik.
Karena itu, kamar yang ditempati siswa memiliki fasilitas premium. Springbed dengan ketebalan kasur 30 cm, kasur terempuk yang pernah aku tiduri, lemari dan meja belajar dari kualitas kayu terbaik, AC, wifi yang larinya kencang dan juga disediakan water heater di dalam kamar mandi. Setara hotel bukan?
Wah ... Aku penasaran bagaimana dengan fasilitas lain yang digunakan bersama ya? Infonya sih, ada kolam renang, jogging track, lapangan indoor untuk olahraga basket, voli, bulu tangkis, ruang studio untuk seni rupa, theater dan ruang khusus paduan suara. Pantas saja biaya sekolahnya mahal. Mulutku tidak berhenti mengucapkan kekaguman mendapati fasilitas kamar yang akan aku gunakan.
"Ayahmu kerja dimana?" tiba-tiba Keysha bertanya.
What the fu*ck! Kau bertanya ayahku kerja dimana? Hey Nona! Aku tahu kemana arah pembicaraanmu. S*hit! Belum mulai saja, aku sudah tidak nyaman dengan sekolah ini.
"Ayahku kerja di kuburan." jawabku cuek.
"Kuburan?" Keysha mengerutkan kening.
"Iya, ayahku kerja di kuburan sampai dibangkitkan kembali saat kiamat datang."
"Maksudmu?" Kali ini Keysa memiringkan kepalanya.
Ya Tuhan, apa dia tidak bisa memahami idiom?
"Ayahku sudah meninggal, Key."
Keysha terkejut, "Maaf. Aku tidak bermaksud–"
"Ya, aku tahu kau tidak bermaksud menyinggung kematian ayahku. Kau hanya ingin tahu seberapa kaya dan tingginya status sosialku di masyarakat kan?"
Keysha terhenyak, tidak menyangka aku akan menohoknya tanpa basa-basi.
"Aku mungkin berbeda dengan siswa kebanyakan disini. Aku hanya anak seorang pedagang kecil di pasar yang sudah meninggal dunia. Aku hidup dengan Ibu dan Kakakku. Hidup kami pas-pasan. Aku bisa masuk disini karena nama baik kakakku dan tabungannya hasil menang berbagai lomba selama ini."
Air muka Keysa makin tidak nyaman, aku terkekeh melihatnya, "Lalu kau? Orangtuamu pasti hebat."
" ... "
"Kenapa diam? Aku saja sangat bangga dengan ayahku yang mungkin di mata kalian tidak ada apa-apanya. Kau seharusnya juga bangga dengan kerja keras ayahmu hingga kau bisa sekolah disini, Key."
Keysha tersenyum hambar, "Ayahku yang punya Derrutive Meubel."
"Wah, hebat! Derrutive Meubel salah satu perusahaan meubel terkenal di kota A."
"Tapi aku tidak bisa seperti kamu yang bangga dengan ayahmu."
"Why?" tanyaku sambil memasukkan bajuku dari koper ke lemari.
"Karena dia selalu memaksakan kehendaknya padaku, seperti sekolah ini– dia yang menginginkannya."
"Sama. Ayahku juga seorang pemaksa bagi aku dan kedua kakakku, tapi aku yakin dia melakukan yang terbaik untuk kami. Lain kali berbanggalah dengan ayahmu. Bagaimanapun juga berkat keringat seorang ayah, kita bisa hidup dengan nyaman di dunia ini. Itu nyata terjadi padaku."
Senyum mengembang di wajah gadis berponi itu, "Lalu bagaimana nanti kau membayar biaya sekolahmu?Ayahmu kan, sudah tiada?"
"Entahlah, aku percaya pada kakakku. Dia yang memaksaku sekolah disini dan dia bilang biaya sekolahku adalah urusannya."
"Apa kakakmu memiliki pekerjaan yang bergaji besar?"
Aku tergelak geli mendengar pertanyaannya, kenapa selalu materi yang menjadi tolok ukur.
"Tidak tahu. Dia mahasiswa di Ibukota yang memiliki pekerjaan sampingan ... Sudahlah, aku tidak mau membahas pekerjaan ayah atau kakakku. Yang jelas aku tidak seberuntung siswa lain yang memiliki kehidupan mewah di luar sekolah."
Aku menatap lekat teman sekamarku, "Apa itu penting bagimu untuk menjadi temanmu?"
"Ah, tidak. Aku berteman dengan siapa saja tanpa melihat latar belakang, tapi tidak semua siswa disini senang dengan penuturan jujurmu seperti barusan. Mereka akan menindasmu setelah tahu keadaanmu."
"Oh ya? Siapa? Hanya karena keadaanku yang tidak sama dengan kalian? Picik sekali orang itu."
"Serena Wijaya. Aku mengenalnya sejak SMP karena kami dari SMP yang sama. Karena dialah aku tidak ingin bersekolah disini. Dia penindas."
"Pelaku perundungan maksudmu?" Aku mengangkat satu bibirku ke atas. "Apa kau pernah dirundungnya?"
"Tidak pernah. Tapi tidak tahu besok-besok."
"Hmm, apa dia cukup hebat untuk melakukannya?"
"Ya. Donatur terbesar sekolah ini adalah ayahnya. Tentu pihak sekolah akan memberikan privilege tak kasat mata untuknya."
"Apa pekerjaan ayahnya?"
Oh, s*hit! Kenapa aku jadi ikut-ikutan bertanya pekerjaan orangtua? Aarrgghh!
"Pemilik perusahaan property terbesar di Kota A. Rumahnya paling besar dan paling mewah di kompleks perumahan terelite di kota ini."
"Wow!"
Aku hanya bisa mengucapkan kekaguman akan kehidupan yang telah diberikan Tuhan sejak lahir padanya. Sekelebat rasa iri mendiami hati kecilku.
...***...
Semua siswa berbaris rapi. Hari ini adalah hari pertama kegiatan belajar dimulai. Diawali dengan upacara sambutan kepala sekolah lalu perkenalan guru-guru bagi siswa baru.
Kelas satu hanya ada dua kelas. Aku masuk di kelas B, sedangkan Keysha kelas A, satu kelas dengan Serena. Aku diam-diam mengamatinya, gadis cantik yang modis juga memiliki banyak teman. Teman? Apa benar teman-temannya tulus?
Wali kelasku bernama Ibu Burne, lucu ya namanya? Burne? Hihihihi ... Tubuhnya mungil, berkacamata dan berambut pendek model Bob, ciri khasnya punya tahi lalat di atas bibirnya. Kabarnya, wali kelas saat di kelas satu akan menjadi wali kelas sampai di kelas tiga.
Ternyata kehadiranku sebagai siswa baru cukup mencuri perhatian. Kulitku yang seputih salju ini selalu menjadi topik pembicaraan siswa dan guru. Apakah aku harus bangga saat mereka menginginkan kulitku yang tidak pernah menggelap meski berjemur di bawah terik matahari sepanjang MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah) berlangsung? Apakah aku harus senang kala mereka berdecak kagum ketika yang lain kusam, aku justru terlihat glowing? Untung saja ini sekolah putri, bayangkan kalau sekolah ini sekolah campuran yang ada siswa laki-lakinya, apa tidak menambah kadar keirian mereka? Hahah ....
Hufftt ... sayangnya justru inilah yang menjadi cikal bakal perundungan yang dilakukan Serena padaku. Sebuah alasan yang sangat aneh– hanya karena kulitku membuatnya tidak menyukaiku. Padahal dengan harta ayahnya yang banyak itu dia bisa membeli krim pencerah kulit terbaik atau perawatan mumpuni ke klinik kecantikan. Benar saja yang dikatakan Keysha– dia seorang penindas.
- Bersambung -
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Sama Lia
Nia dilawan...hati hati klo mau melawan Nia
2022-04-24
0
naviah
semangat thor💪
2022-03-19
0
Chacha Nunuy Chasanah
tawon sprti akn mulai beraksi...siap" pusing dehhh🤪🤪🤪
2022-03-16
0