Semakin Mengaguminya

"Kakaaaaaakkk!"

Aku berlari dengan berteriak kegirangan menjumpai kakak kesayanganku, benar kata Asisten Yan, Kak Litha sudah menunggu kedatanganku.

"Nia Sayang, aku sudah rindu padamu," kata Kak Litha memeluk erat dan menggoyangkan badannya ke kanan dan ke kiri hingga badanku juga mengikuti iramanya, ciri khas pelukan seorang Litha dalam suasana hati yang senang.

"Perhatikan sikapmu, Sayang. Kau bisa menyakiti anakku," sahut Kakak Ipar dan menarik badan istrinya mengurai pelukan kami.

"Aku masih ingin memeluknya, Mas," rajuk Kak Litha.

"Sudah, daripada kau memeluknya lagi, peluk saja diriku, selama apapun aku bersedia."

"Ishh ...." Kak Litha memukul manja dada suaminya.

"Oh Tuhan, apa kami semua yang ada di dunia ini mengontrak bumi? Mereka seperti baru saja jatuh cinta, aihh ...."

"Ehemm ... masih ada orang di bumi ini, Ray," celetuk Asisten Yan, pemikirannya sama denganku.

"Kenapa dia memanggil Kakak Ipar akrab dengan namanya? Padahal saat bicara denganku dia menyebut Kakak Ipar dengan formal."

"Kakak terlihat jauh lebih baik sekarang. Pasti ponakanku disini juga akan tumbuh dengan baik," kataku mengusap perut Kak Litha yang sedikit menyembul.

"Kau menyindirku, Tawon Kecil?" nada suara Kakak Ipar meninggi.

"Jangan marah Kakak Ipar, aku hanya bicara fakta. Terakhir kan, kondisi Kak Litha memang memprihatinkan. Badan kurus, pipi tirus, lingkar mata hitam, tubuh pun sangat ringkih karena tidak ada Kakak Ipar di sampingnya. Begitu Kakak Ipar ada, kondisinya sangat jauh lebih baik. Ini menandakan bahwa Kakak Ipar berarti dan sangat berpengaruh pada hidup Kak Litha. Apalagi kalau bukan cinta namanya."

"Hueekk ... Aku seperti seorang penjilat sekarang. Bagaimanapun juga aku harus berterimakasih padanya sudah mengangkat derajatku di mata Kepala Sekolah."

"Nia, kau ini bicara apa?" sahut Kak Litha canggung, ekspresi mukanya menyiratkan rasa malu.

"Lah, benar kan? Atau Kakak tidak mencintai Kakak Ipar? Apa Kak Litha hanya terpaksa menerimanya kembali demi keponakanku?"

"NIA! Jaga mulutmu! Jangan bicara sembarangan! Kau tahu kan, lisan lebih tajam dari sebilah pedang."

Hahahaha ... pancinganku berhasil, terlebih pandangan Kakak Ipar ke arah Kak Litha menusuk-nusuk hati hingga siapapun yang melihatnya ikut tegang.

"Kalau begitu, akui saja apa yang kukatakan di awal itu benar. Kakak tidak bisa hidup tanpa Kakak Ipar. Kakak mencintai Kakak Ipar."

Nampak senyuman samar di wajah Kakak Ipar ketika wajah malu kemerahan istrinya sudah tidak tertahankan.

"Kakak Ipar, apa aku boleh ke kamar berganti baju?"

Lelaki bermata tegas itu mengangguk, "Abyan akan mengantarmu dan semua keperluanmu sudah ada disana. Setelah berganti baju, turunlah, ada beberapa hal yang aku minta bantuanmu menyangkut acara syukuran ini."

"Baik." Aku beranjak meninggalkan pasutri itu, begitu bersisian dengan mereka, aku berkata, "Tubuh bisa meresonansikan hati pemiliknya dengan sangat jujur. Baik Kakak Ipar maupun kakakku tidak akan bisa berbohong."

"NIA!"

Kompak bersamaan mereka meneriakiku dan mengundang perhatian para pelayan. Setelahnya, kudengar ada suara tawa yang tertahan di belakangku.

.

.

.

"Terimakasih. Oh iya boleh aku menanyakan sesuatu, Asisten Yan?" tanyaku tanpa bisa melihat maniknya ketika sampai di depan pintu kamarku.

"Ya."

"Apa hubungan Asisten Yan dengan Kakak Ipar lebih dari sekedar hubungan bos dan anak buah?"

"Apa begitu nampak?"

"Di mataku, ya."

"Nona pengamat yang jeli. Aku dan Tuan Muda adalah sahabat semasa kuliah di Amerika. Karena sekarang Nona adalah salah satu anggota Keluarga Pradipta, maka Nona akan sering melihat interaksi kami yang lebih dari hubungan profesional."

"Oh, begitu rupanya. Sekuat apapun kita bertahan di dunia ini, tetap butuh seseorang untuk sesekali mengelap kacamata di saat kabur karena tangan terlalu sibuk memegang setir kendali kehidupan. Tuan Muda Pradipta adalah satu-satunya orang yang tersisa dari Keluarga Pradipta setelah Nyonya Besar wafat. Segala kesuksesannya memimpin grup perusahaan tentu tidak mudah untuk dilalui. Kacamatanya sering berkabut hingga perlu tangan orang lain untuk mengembalikan kejernihannya."

"Metafora Nona sangat bagus. Tidak menyangka Nona mencari tahu profil Tuan Muda."

"Hehehe ... Tentu saja aku harus tahu siapa laki-laki yang dinikahi kakakku. Bukankah hal yang wajar?"

"Ya, sangat wajar. Sekarang bukan tugasku lagi mengelap kacamata itu. Ada Nyonya yang akan melakukannya bahkan jika perlu mengubah sudut pandang atau sekedar melepas untuk mengistirahatkan pandangannya."

Aku tersenyum, dia bisa mengimbangi metafora buatanku dengan apik. Untuk kesekian kalinya kekagumanku bertambah, "Aku akan segera menemui Kakak Ipar setelah berganti baju."

Asisten Yan mengangguk lalu kembali menuruni tangga menuju lantai bawah. Di balik pintu kamar yang tertutup, nafasku tersengal-sengal menahan adrenalin yang meletup-letup sejak aku menghindari maniknya.

"Ini terlalu berbahaya. Reaksi tubuhku terlalu jujur kalau berdekatan dengannya," gumamku bermonolog dengan memegangi dada sendiri, "Tidak mungkin aku menyukainya, perbedaan usia kami sangat jauh. Aku yakin ini hanya kerinduan akan sosok Ayah yang kutemukan pada dirinya."

Aku berusaha menyangkal sesuatu yang bergejolak dalam hati, entah apa itu. Ini sesuatu yang pertama kali aku alami dan tidak bisa kukendalikan, shi*t!

...***...

Acara syukuran kehamilan Kak Litha diselenggarakan dengan sederhana versi Kakak Ipar dengan mengundang semua keluarga dari pihak Ayah tanpa kecuali berikut juga teman-teman Kak Litha semasa sekolah, tidak lupa semua penghuni kompleks perumahan mereka dan anak-anak yatim piatu. Bahkan disiapkan pula ribuan paket sembako yang akan dibagikan di depan kompleks perumahan bagi para pejuang nafkah yang lewat.

Suasana hari itu sangat ramai, semua penasaran dengan sosok si empunya hajatan, mereka menyebutnya Tuan Muda dari Ibukota, ditambah kedatangan Kepala Daerah Kota A beserta istri memenuhi undangan syukuran sangat menarik perhatian warga, tidak heran kalau ada beberapa wartawan lokal yang juga datang untuk meliput. Tenda-tenda besar berwarna putih dipasang sepanjang jalan kompleks depan rumah. Berbagai makanan menggugah selera pun tersedia, berikut souvenir mewah yang dibawa pulang para undangan. Khusus keluarga besar Ayah yang sempat menggunjing di pemakaman kemarin diberikan souvenir spesial yang akan membungkam mulut mereka.

Banyak pujian beruntai doa dipanjatkan kepada Tuan Muda dari Ibukota dan istrinya. Doa untuk ibu hamil dan bayinya agar diberikan kelancaran dan keselamatan. Terutama bagi mereka yang menerima paket sembako, karena di dalam paketnya disertai dengan lima lembar uang dengan nominal pecahan terbesar, nilai yang sangat berarti bagi mereka.

Penyelenggaraan acara ini tidak lepas dari campur tangan Asisten Yan secara langsung hingga ke detail terkecil. Mengontrolnya dengan teliti dan menimimalisir kekurangan yang timbul di hari H. Lagi-lagi aku dibuat kagum padanya.

"Apa Nona yakin mau ikut membagikan paket sembako ini?" tanya Asisten Yan saat pembagian sembako di depan jalan raya kompleks perumahan.

"Tentu saja. Aku jengah berada di tengah keluarga besar Ayah. Aku tidak bisa seperti Kak Litha yang bisa menahan perasaan dan bermuka manis serta menjaga sikap di depan mereka. Lebih baik aku disini, melihat orang lain yang lebih tulus diberi daripada mereka," jawabku panjang lebar tapi memang benar kenyataannya seperti itu.

"Baiklah, sesuai rencana yang dibuat bahwa prioritas penerima paket ini adalah tukang becak, pencari rosok, ojek online, kurir ekspedisi dan pencari nafkah yang lahannya di jalanan, jika ada lebih, baru diberikan pada orang yang dilihat layak mendapatkannya."

"Siap, Tuan Asisten!" sahutku bersemangat.

Aku, Asisten Yan dan dua orang pelayan rumah Kak Litha turut membagi-bagikan. Hormon endorfinku melonjak tatkala ucapan terimakasih terlontar dari mulut mereka. Doa panjang umur, sehat dan murah rejeki bagai rekaman kaset yang berulang-ulang kudengar hari ini.

"Siapa yang punya ide membagi-bagi paket sembako?" tanyaku pada Asisten Yan yang juga kebetulan mengambil paket di mobil box.

"Nyonya. Beliau sebenarnya hanya ingin berbagi sebagai ungkapan syukur tetapi tentu saja itu melukai harga diri Tuan Muda sebagai pemilik grup perusahaan terbesar di negeri ini."

"Cih. Kakak Ipar memang memiliki kesombongan yang hakiki, tapi bagus juga sih kali ini. Asisten Yan bisa lihat bagaimana bahagianya mereka mendapat paket sembako, apalagi setelah membukanya akan menjumpai amplop, bisa-bisa mereka menangis lho."

"Oh ya? Sebahagia itu?"

"Ya. Karena kami juga pernah merasakan posisi penerima bantuan sembako dari dermawan seperti ini, hanya saja tidak ada amplopnya, hehehehe ... Meski sedikit kami sangat senang dan mendoakan Sang Dermawan dengan doa-doa baik."

"Nyonya dan Nona adalah kakak adik yang luar biasa," pungkasnya.

Aku tersenyum dan berlalu melanjutkan kembali pembagian sembako ini. Sejurus pandanganku melihat seorang bapak membonceng dua anaknya pulang sekolah. Seketika memori rutinitas Ayah yang selalu mengantar jemput kami sekolah dengan motor bebek andalan terlintas dalam benakku. Saat itu aku duduk di depan, dan dua kakakku dibonceng di belakang.

"Pak! Pak! Tunggu!" teriakku mengejar motor yang melaju tidak terlalu kencang karena area jalan sedikit padat.

Ciiitt.

Bunyi suara rem ditekan maksimal sampai kedua anaknya yang masih mengenakan seragam terdorong ke arah depan.

"Maaf, Pak. Saya mengagetkan Bapak dengan berteriak. Mohon diterima, Pak. Mudah-mudahan bermanfaat," kataku menyodorkan sebuah paket sembako.

Si Bapak saling berpandangan dengan kedua anaknya, menimbang untuk menerimanya atau tidak,

"Saya terima Mbak. Terimakasih, ini sangat bermanfaat buat kami. Semoga Mbak sekeluarga diberikan kesehatan dan rezeki yang berlimpah."

"Sama-sama, Pak. Mohon doanya untuk kakak saya yang sedang hamil. Sebagai ungkapan syukur, dia berbagi paket sembako ini. Ada amplopnya juga di dalam ya, Pak."

"Terima kasih, semoga kehamilan dan kelahirannya kelak diberikan kelancaran. Ibu dan bayi sehat dan selamat, tidak kekurangan suatu apapun," ucap Si Bapak mendoakan Kak Litha.

"Dan semoga bayinya laki-laki," celetuk anak perempuan yang duduk di tengah antara bapak dan saudaranya.

"Hehehe ... kenapa harus laki-laki?" tanyaku terkekeh.

"Tidak tahu."

"Maaf, maafkan putri saya, Mbak. Mulutnya asal bicara."

"Tidak apa-apa, Pak. Saya tidak tahu kedua orangtuanya mengharap jenis kelamin apa, tapi saya berdoa semoga mendapatkan keponakan laki-laki, hahahaha ...."

Semua tertawa senang. Mereka senang mendapat paket sembako dadakan, aku juga senang mendapat dukungan doa dari mereka, doa kalau bayi Kak Litha yang pertama berjenis kelamin laki-laki.

"Ah, kenapa tidak terpikirkan olehku? Setiap orang yang menerima sembako, aku minta doa yang lebih spesifik. Bayi laki-laki yang sehat dan tampan, hihihihi ...."

Aku senang sekali membayangkan, mana tahu salah satu doa dari mereka adalah doa yang tulus dan diijabah Tuhan. Sangking senangnya aku tidak memperhatikan langkah kakiku dengan laju kendaraan yang berada dijalan raya.

BRUKK.

Badanku oleng dan jatuh di atas badan seseorang. Aroma wangi lembut menguar di indra penciumanku dan aku bisa merasakan kerasnya dada bidang yang menjadi alasku rebah.

"Nona baik-baik saja? Maaf, tadi ada motor yang lewat hampir menabrak Nona."

Suara orang itu sangat aku hafal. Dalam hitungan sepersekian detik jantungku serasa mau copot. Cepat-cepat aku berdiri, "Tidak-- tidak apa-apa. Aku-- aku baik-baik saja. Terimakasih. Aku akan lanjut membagikan paket ini."

Ku-urai rambut panjang menutupi wajahku yang sudah berubah warna. Dibantu dengan pelayan membereskan sembako yang berhamburan di aspal, aku menghindari wajahku terlihat oleh siapapun terutama Asisten Yan. Sesegera mungkin aku menyibukkan diri kembali membagi-bagikan paket sembako dengan meminta doa spesifik yang aku rancang barusan pada siapapun yang menerimanya.

Entahlah, aku tidak tahu bagaimana penilaiannya terhadap gadis yang canggung setelah ditolong olehnya. Tidak ada rasa lain selain rasa malu setinggi Puncak Everest karena jatuh di atas dada yang bentuknya seperti roti kasur isi coklat kesukaanku.

.

.

.

"Kakak Ipar, andai saja Kakak Ipar lihat muka mereka saat mengintip souvenir yang mereka dapat. Mereka kaget dan tingkahnya norak hahahahaha .... " gelakku masih membayangkan tingkah norak mereka.

Kakak Ipar hanya tersenyum mendengarnya, berbeda dengan Kak Litha, dia menyipitkan mata menunjukkan ekspresi bingung. Dia memang tidak tahu menahu tentang acara yang ditujukan untuknya.

"Kak Litha tidak tahu isi souvenir yang diberikan Kakak Ipar khusus untuk keluarga besar Ayah?" tanyaku, Kak Litha menggeleng.

"Isinya sih biasa seperti yang lainnya tapi khusus untuk mereka ditambah logam mulia 10 gram tiap orang, bahkan anak-anak dan bayi juga dapat. Kesenengan dong Bik Sum ... Anaknya delapan ditambah dia dan suaminya, dapat 100 gram emas dari Kakak Ipar, bisa tuh dijual buat perbaikan atap rumahnya Bik Sum yang bocor hahahahaha ...." tawaku kembali membahana.

"Kakak Ipar, dirimu memang Kakak Ipar terbaik di dunia." Aku langsung memberi dua jempol buat kakak iparku.

"Mas ... benar apa yang dikatakan Nia?" tanya Kak Litha tidak percaya. Suaminya hanya diam saja, matanya diarahkan ke lain.

"Ini terlalu berlebihan, Mas. Keluarga besar Ayah sangat banyak."

"Tidak berlebihan. Ini tidak sampai membuatku bangkrut, seujung kuku-ku pun tidak. Sudah biarkan saja ... Lagipula ini bukan ideku, tapi idenya dia." Mata Kakak Ipar menunjuk sesosok lelaki yang tertidur di sofa karena kelelahan.

"Tapi atas perintahmu, kan?"

Kak Litha menatap lelaki itu dengan iba, begitu juga denganku. Dia seorang eksekutor dan penyokong suksesnya acara ini terlaksana.

"Siapapun jangan ada yang membangunkan Asisten Yan. Biarkan dia terbangun dengan sendirinya selama apapun itu," sahut Kak Litha lantang yang diangguki para pelayan rumah.

"Wah, tabiat asli istriku sudah kembali rupanya," goda Kakak Ipar mencubit hidung istrinya.

Duh, mode ngontrak di bumi akan segera dimulai lagi, lebih baik aku menyingkir dari mereka. Melewati sosok Asisten Yan yang tengah tertidur di sofa, penciumanku seakan menangkap wangi lembutnya lagi

"Niaaa ... Apa kau sudah gila sampai menyimpan aromanya dalam memorimu? Ingatlah, jangan sampai kau tenggelam dalam kebimbangan rasa yang juga kau tidak tahu artinya." Hati kecilku merutuki dan memperingati diri sendiri.

- Bersambung -

Keterangan :

rosok \= barang bekas yang sudah dibuang tetapi masih mempunyai nilai untuk dijual kembali.

Terpopuler

Comments

apri yanti

apri yanti

thor kok blakangan ini up nya lama,
lg sangat sibuk kah thor, atau lg kurang sehat, klo lg kurang sehat smoga lekas sehat ya thor,
karya othor jandu bgt, stiap hari sllalu ngintip ud up blm ya, smpe kbawa mimpi,hehe bneran

2022-05-15

0

Sidieq Kamarga

Sidieq Kamarga

Author apa kabar ? Semoga cepat up lagi Thor, rindu Vania sama Abyan hi hi hi

2022-05-14

0

💖🍁K@$m! Mυɳҽҽყ☪️🍁💖

💖🍁K@$m! Mυɳҽҽყ☪️🍁💖

semangat lesta lanjut

2022-05-11

1

lihat semua
Episodes
1 Vania Kirana Larasati (Prolog)
2 Seorang Penindas
3 Provokasi Serena
4 Sanksi
5 Ke Ibukota
6 Terpesona
7 Bias Mata
8 Terantai Rasa Pilu
9 Dia
10 Ku Kira Kenapa
11 Sudut Pandang
12 Patah Hati Kedua Kalinya
13 Pemakaman Ibu (1)
14 Pemakaman Ibu (2)
15 Aku Si Tawon
16 Aku Menantangmu!
17 Empati Luar Biasa
18 Semakin Mengaguminya
19 Hari Baru
20 Di Luar Kendali
21 Trending
22 I Feel It.
23 Ada Apa Ini?
24 Sejarah Asal-Usul Tiga Bersaudara
25 Wisuda Kakak Tersayangku
26 Brithday Party My Sister
27 Definisi Rasa Kecewa
28 Putri Salju
29 Aku Berhenti
30 Mengendalikan Diri
31 Aku Memohon PadaMu, Tuhan-ku
32 Tidak Sendiri Lagi
33 Cantik Sekali
34 Curhat
35 Mengusik Rasa Sakit
36 Andai Saja Dia Lebih Peka
37 Impian yang Terwujud
38 Lelaki Dua Sisi Mata Uang
39 Mencintai dalam Kesendirian
40 Apa Ini Takdir?
41 Something Missing in My Heart
42 Mengakar Kuat
43 Karena Aku Bukan Pecundang
44 Tuan Muda Kecil
45 Ulangtahun
46 Mengungkapkan Perasaan
47 Xena-nya Pradipta
48 Si Ketua BEM
49 Ingin Ikut
50 Pertemuan Tidak Terduga
51 Superhero
52 Sepupu
53 Seperti Wanita Murahan
54 Life Must Go On
55 Pengumuman
56 Status Belaka
57 Jangan Berpikir Terlalu Jauh
58 Inilah Kesopananku
59 Kau Cemburu?
60 Diikuti
61 Senang atau Sedih?
62 Mood-ku Jadi Jelek
63 Kencan Pertama (Part 1)
64 Kencan Pertama (Part 2)
65 Kencan Pertama (Part 3)
66 Akhir dari Kencan Pertama (Part 1)
67 Akhir dari Kencan Pertama (Part 2)
68 Wanita Manipulatif
69 Nia-ku
70 Jangan Pergi Lagi!
71 Tetaplah Hidup
72 Memulainya dari Awal
Episodes

Updated 72 Episodes

1
Vania Kirana Larasati (Prolog)
2
Seorang Penindas
3
Provokasi Serena
4
Sanksi
5
Ke Ibukota
6
Terpesona
7
Bias Mata
8
Terantai Rasa Pilu
9
Dia
10
Ku Kira Kenapa
11
Sudut Pandang
12
Patah Hati Kedua Kalinya
13
Pemakaman Ibu (1)
14
Pemakaman Ibu (2)
15
Aku Si Tawon
16
Aku Menantangmu!
17
Empati Luar Biasa
18
Semakin Mengaguminya
19
Hari Baru
20
Di Luar Kendali
21
Trending
22
I Feel It.
23
Ada Apa Ini?
24
Sejarah Asal-Usul Tiga Bersaudara
25
Wisuda Kakak Tersayangku
26
Brithday Party My Sister
27
Definisi Rasa Kecewa
28
Putri Salju
29
Aku Berhenti
30
Mengendalikan Diri
31
Aku Memohon PadaMu, Tuhan-ku
32
Tidak Sendiri Lagi
33
Cantik Sekali
34
Curhat
35
Mengusik Rasa Sakit
36
Andai Saja Dia Lebih Peka
37
Impian yang Terwujud
38
Lelaki Dua Sisi Mata Uang
39
Mencintai dalam Kesendirian
40
Apa Ini Takdir?
41
Something Missing in My Heart
42
Mengakar Kuat
43
Karena Aku Bukan Pecundang
44
Tuan Muda Kecil
45
Ulangtahun
46
Mengungkapkan Perasaan
47
Xena-nya Pradipta
48
Si Ketua BEM
49
Ingin Ikut
50
Pertemuan Tidak Terduga
51
Superhero
52
Sepupu
53
Seperti Wanita Murahan
54
Life Must Go On
55
Pengumuman
56
Status Belaka
57
Jangan Berpikir Terlalu Jauh
58
Inilah Kesopananku
59
Kau Cemburu?
60
Diikuti
61
Senang atau Sedih?
62
Mood-ku Jadi Jelek
63
Kencan Pertama (Part 1)
64
Kencan Pertama (Part 2)
65
Kencan Pertama (Part 3)
66
Akhir dari Kencan Pertama (Part 1)
67
Akhir dari Kencan Pertama (Part 2)
68
Wanita Manipulatif
69
Nia-ku
70
Jangan Pergi Lagi!
71
Tetaplah Hidup
72
Memulainya dari Awal

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!