Bab 17

"Sudah Mas, nggak usah." Yuna menolak bantuan Barra yang akan mengantarnya ke kamar mandi. Tadi setelah keluar dari walk in closet, Yuna memang tidak mengatakan apapun, jadi Barra hanya menggendongnya sampai ranjang. Sedangkan saat ini Yuna ingin membuang air kecil dan membersihkan diri.

"Yakin bisa jalan sendiri.?" Barra menatap tak percaya. Kalaupun dipaksakan, pasti harus menahan sakit dan perih yang luar biasa.

"Bisa." Yuna mengangguk yakin. Dia mulai melangkahkan kaki pelan-pelan. Rasa sakit dan perih itu masih sangat terasa. Yuna tidak pernah berfikir akan sesakit ini, atau mungkin karna,,,

Ah sudahlah, Yuna bahkan malu ketika mengingat hal itu. Entah apa jadinya kalau Barra tidak mematikan lampu, pasti penyatuan itu harus membutuhkan waktu lama lantaran akan terjadi penolakan.

Barra hanya menggelengkan kepala melihat langkah Yuna yang tertatih. Mau bagaimana lagi, Yuna sendiri yang menolak untuk di gendong ke kamar mandi. Mungkin malu karna lampu kamar sudah di nyalakan.

Barra merebahkan tubuhnya di ranjang. Berbaring santai dengan kedua mata yang langsung di pejamkan. Besok dia harus bangun pagi-pagi sekali. Ada hal penting yang tidak bisa dia lewatkan.

Yuna keluar kamar mandi. Suara pintu yang terbuka sempat membuat Barra melirik sekilas, tapi kemudian kembali memejamkan mata.

Yuna berdiri di depan pintu kamar mandi dengan wajah bingung. Bingung karna tidak tau harus tidur dimana. Harus satu ranjang dengan Barra atau memilih untuk tidur di kamar sebelah.

Mama Rena tidak akan bangun dan mengecek ke lantai atas karna kondisinya masih belum stabil, jadi tidak akan tau kalau pisah kamar dengan Barra.

Berjalan hati-hati menuju pintu, sesekali Yuna melirik Barra. Meski tidur satu ranjang tidak ditulis dalam surat perjanjian, tapi entah kenapa Yuna merasa sedang berbuat dosa dengan diam-diam memilih untuk pisah ranjang.

Seakan tidak patuh dan baik sebagai seorang istri.

"Mau kemana.?"

"Bukannya masih sakit.?"

"Bilang saja kalau mau ambil sesuatu, biar aku ambilkan." Teguran yang beruntun dari Barra langsung menghentikan langkah Yuna yang hampir membuka pintu.

Yuna menoleh dan tersenyum kaku.

"A,,aku mau di tidur di kamar sebelah." Ucap Yuna. Dia pikir lebih baik jujur dan meminta ijin pada Barra dari pada merasa bersalah karna diam-diam pindah kamar.

"Boleh kan.?" Tanyanya ragu.

Barra tampak mengerutkan kening, diam sejenak hingga Yuna merasa Barra tidak akan mengijinkannya.

"Yasudah kalau nggak boleh,," Yuna mengurungkan niatnya.

"Terserah kamu saja, tapi kalau nanti Mama kamu liat, jangan nyuruh aku buat jelasin." Barra tidak mau terlibat kalau nantinya Mama Rena menginterogasi Yuna gara-gara tidak tidur satu kamar.

"Iya, nggak jadi kok." Ucap Yuna. Setelah dipikir-pikir, dia tidak mau mengambil resiko kalau tiba-tiba Mama Rena tau tentang hal ini.

Setelah berjalan penuh perjuangan, Yuna berhasil sampai di ranjang.

Dia ragu-ragu untuk naik, rasanya canggung akan tidur satu ranjang dengan laki-laki. Terlepas dari apa yang baru saja terjadi di antara mereka.

"Sebaiknya cepat tidur. Bukannya besok kamu ke kantor." Ucap Barra sembari memejamkan mata dan membelakangi Yuna.

"Hu'um,," Ucap Yuna singkat. Dia baru berani naik ke ranjang setelah Barra membelakanginya. Merebahkan tubuh dengan perlahan, lalu ikut membelakangi Barra.

Posisi tidur mereka yang saling berjauhan dan membelakangi satu sama lain, tidak menggambarkan pasangan pengantin baru. Keduanya memang terlihat seperti orang asing yang dipertemukan di atas ranjang.

Status dan ikatan suci pernikahan mereka seolah tidak ada artinya.

Keduanya hanya menjalani tugas masing-masing.

...*****...

"Ya ampun.!!" Mata Yuna membelakak sempurna. Panik bukan main ketika melihat jam sudah menunjukkan pukul 6, sedangkan dia baru membuka mata.

Yuna menyikap selimut begitu saja, turun dari ranjang dengan cepat hingga terlihat seperti melompat.

"Apa yang kamu lakukan.?" Tegur Barra. Dia tidak habis pikir melihat aksi Yuna saat turun dari ranjang. Sampai terdengar hentakan kaki yang cukup kencang.

Yuna melongo, wajahnya merona menahan malu. Bisa-bisanya tidak sadar kalau di kamar itu ada orang lain.

Barra menggelengkan kepala, dia melanjutkan mengancing kemeja lengan panjangnya.

Yuna memperhatikan Barra dari ujung kaki sampai kepala. Dia sudah memakai celana panjang dan kemeja.

"Mas Barra udah rapi. Mau berangkat jam berapa?" Tanya Yuna. Semalam tidak ada obrolan apapun. Dia juga lupa menyakan hal itu.

"Sekarang." Jawab Barra. Dia meraih jas yang diletakkan di sandaran sofa.

"Apa.?!" Yuna langsung kaget mendengarnya.

"Ta,,tapi aku belum bikin sarapan." Yuna gugup sendiri. Padahal Barra terlihat santai saja.

"Nggak usah, aku bisa sarapan di luar."

"Aku berangkat dulu, mungkin nggak pulang hari ini. Banyak pekerjaan." Ucapnya tanpa menatap Yuna, lalu beranjak dari sana.

"Yasudah."

"Hati-hati di jalan."

"Hemm,,"

Yuna menatap Barra hingga menghilang di balik pintu. Sampai detik ini Barra selalu bersikap baik padanya. Setiap kali bicara bahkan tidak pernah menggunakan nada tinggi apa lagi menyinggung perasaannya.

Barra juga terlihat biasa saja menjalani pernikahan kontrak ini, seolah tidak ada beban. Mengalir begitu saja. Tapi kenapa harus dengan menikah kontrak.? Kenapa tidak benar-benar saja menjalani pernikahan ini dengan semestinya.?

Yuna menggelengkan kepala, tidak bisa menemukan jawaban atas pertanyaan yang beberapa kali muncul di benaknya.

Padahal kalau Barra benar-benar memintanya sebagai seorang istri tanpa ada perjanjian di atas kertas, Yuna siap menjadi istri Barra untuk seterusnya.

Mengingat bantuan dan kebaikan Barra padanya.

Jika boleh jujur, Barra bahkan masuk dalam kriterianya. Beberapa tahun yang lalu sebelum Papanya berselingkuh, Yuna tentu saja punya impian untuk menikah. Menikah dengan sosok laki-laki yang lembut, baik dan bertanggungjawab. Dan semua kriteria itu ada dalam diri Barra.

Yuna menghela nafas. Dia baru sadar kalau angan-angannya terlalu tinggi untuk bisa menjalani pernikahannya tanpa kontrak dengan Barra.

Yuna tidak mau jadi orang yang tak tau diri dengan berharap lebih atas pernikahan kontrak mereka.

Masuk ke kamar mandi, Yuna mencuci muka, setelah itu turun kebawah untuk memasak.

Dia harus membuatkan sarapan sebelum pergi ke kantur untuk mengajukan pengunduran diri.

Sampai di ruang tamu, Yuna masih mendengar suara mobil Barra di garasi. Rupanya Barra masih memanaskan mobilnya.

Yuna melangkahkan kaki, tiba-tiba saja merasa penasaran ingin melihat Barra.

Berdiri didepan jendela, Yuna bisa melihat Barra dari celah tirai. Ternyata Barra duduk di teras sembari memanaskan mesin mobilnya.

"Aku akan sampai 30 menit lagi. Bersiaplah,,,"

Yuna mendengar Barra bicara dengan seseorang lewat telfon. Namun hanya itu yang dia dengar karna Barra sudah mematikan sambungan telfonnya dan beranjak dari kursi untuk masuk kedalam mobil.

"Apa dia sesibuk itu.? Sebenarnya apa pekerjaan." Yuna terlihat penasaran.

"Ada apa Yun.?" Suara Mama Rena mengagetkan Yuna. Dia berbalik badan, gugup harus bicara apa.

"Mama sudah bangun." Yuna mwngulas senyum lebar sembari berjalan mendekat.

"Itu, habis nganterin Mas Barra ke depan teras." Ucap Yuna bohong.

"Pagi-pagi begini Barra sudah berangkat.?" Tanyanya heran.

"Iya, Mas Barra harus keluar kota jadi harus berangkat pagi."

"Yuna mau buat sarapan dulu, hari ini mau ke kantor. Yuna udah putusin resign dari kantor atas permintaan Mas Barra."

"Mama selalu dukung keputusan kamu, lagipula memang sudah sepatutnya seorang istri menurut pada suami."

Mama Rena justru terlihat senang dengan keputusan yang di ambil oleh Yuna. Mungkin dengan lebih banyak berada di rumah, Mama Rena berfikir kehidupan rumah tangga mereka akan berjalan dengan baik.

Terpopuler

Comments

awend

awend

tp mmng ada....

2023-06-10

1

Iqbal Zaki

Iqbal Zaki

cerita nya datar ga gereget,,

2023-03-06

1

Koming Selly

Koming Selly

aku yakin ending nya cindy yg akan meninggal kerena penyakit nya

2023-01-28

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1
2 Bab 2
3 Bab 3
4 Bab 4
5 Bab 5
6 Bab 6
7 Bab 7
8 Bab 8
9 Bab 9
10 Bab 10
11 Bab 11
12 Bab 12
13 Bab 13
14 Bab 14
15 Bab 15
16 Bab 16
17 Bab 17
18 Bab 18
19 Bab 19
20 Bab 20
21 Bab 21
22 Bab 22
23 Bab 23
24 Bab 24
25 Bab 25
26 Bab 26
27 Bab 27
28 Bab 28
29 Bab 29
30 Bab 30
31 Bab 31
32 Bab 32
33 Bab 33
34 Bab 34
35 Bab 35
36 Bab 36
37 Bab 37
38 Bab 38
39 Bab 39
40 Bab 40
41 Bab 41
42 Bab 42
43 Bab 43
44 Bab 44
45 Bab 45
46 Bab 46
47 Bab 47
48 Bab 48
49 Bab 49
50 Bab 50
51 Bab 51
52 Bab 52
53 Bab 53
54 Bab 54
55 Bab 55
56 Bab 56
57 Bab 57
58 Bab 58
59 Bab 59
60 Bab 60
61 Bab 61
62 Bab 62
63 Bab 63
64 Bab 64
65 Bab 65
66 Bab 66
67 Bab 67
68 Bab 68
69 Bab 69
70 Bab 70
71 Bab 71
72 Bab 72
73 Bab 73
74 Bab 74
75 Bab 75
76 Bab 76
77 Bab 77
78 Bab 78
79 Bab 79
80 Bab 80
81 Bab 81
82 Bab 82
83 Bab 83
84 Bab 84
85 Bab 85
86 Bab 86
87 Bab 87
88 Bab 88
89 Bab 89
90 Bab 90
91 Bab 91
92 Bab 92
93 Bab 93
94 Bab 94
95 Bab 95
96 Bab 96
97 Bab 97
98 Bab 98
99 Bab 99
100 Bab 100
101 Bab 101
102 Bab 102
103 Bab 103
104 Bab 104
105 Bab 105
106 Bab 106
107 Bab 107
108 Bab 108
109 Bab 109
110 Bab 110
111 Bab 111
112 Bab 112
113 Bab 113
114 Bab 114
115 Bab 115
116 Bab 116
117 Bab 117
118 Bab 118
119 Bab 119
120 Bab 120
121 Bab 121
122 Bab 122
123 Bab 123
124 Bab 124
125 Bab 125
126 Bab 126
127 Bab 127
128 Bab 128
129 Bab 129
130 Bab 130
131 Bab 131
132 Bab 132
133 Bab 133
134 Bab 134
135 Bab 135
136 Bab 136
137 Bab 137
138 Bab 138
139 Bab 139
140 Bab 140
141 Bab 141
142 Bab 142
143 Bab 143
144 Bab 144
145 Info
Episodes

Updated 145 Episodes

1
Bab 1
2
Bab 2
3
Bab 3
4
Bab 4
5
Bab 5
6
Bab 6
7
Bab 7
8
Bab 8
9
Bab 9
10
Bab 10
11
Bab 11
12
Bab 12
13
Bab 13
14
Bab 14
15
Bab 15
16
Bab 16
17
Bab 17
18
Bab 18
19
Bab 19
20
Bab 20
21
Bab 21
22
Bab 22
23
Bab 23
24
Bab 24
25
Bab 25
26
Bab 26
27
Bab 27
28
Bab 28
29
Bab 29
30
Bab 30
31
Bab 31
32
Bab 32
33
Bab 33
34
Bab 34
35
Bab 35
36
Bab 36
37
Bab 37
38
Bab 38
39
Bab 39
40
Bab 40
41
Bab 41
42
Bab 42
43
Bab 43
44
Bab 44
45
Bab 45
46
Bab 46
47
Bab 47
48
Bab 48
49
Bab 49
50
Bab 50
51
Bab 51
52
Bab 52
53
Bab 53
54
Bab 54
55
Bab 55
56
Bab 56
57
Bab 57
58
Bab 58
59
Bab 59
60
Bab 60
61
Bab 61
62
Bab 62
63
Bab 63
64
Bab 64
65
Bab 65
66
Bab 66
67
Bab 67
68
Bab 68
69
Bab 69
70
Bab 70
71
Bab 71
72
Bab 72
73
Bab 73
74
Bab 74
75
Bab 75
76
Bab 76
77
Bab 77
78
Bab 78
79
Bab 79
80
Bab 80
81
Bab 81
82
Bab 82
83
Bab 83
84
Bab 84
85
Bab 85
86
Bab 86
87
Bab 87
88
Bab 88
89
Bab 89
90
Bab 90
91
Bab 91
92
Bab 92
93
Bab 93
94
Bab 94
95
Bab 95
96
Bab 96
97
Bab 97
98
Bab 98
99
Bab 99
100
Bab 100
101
Bab 101
102
Bab 102
103
Bab 103
104
Bab 104
105
Bab 105
106
Bab 106
107
Bab 107
108
Bab 108
109
Bab 109
110
Bab 110
111
Bab 111
112
Bab 112
113
Bab 113
114
Bab 114
115
Bab 115
116
Bab 116
117
Bab 117
118
Bab 118
119
Bab 119
120
Bab 120
121
Bab 121
122
Bab 122
123
Bab 123
124
Bab 124
125
Bab 125
126
Bab 126
127
Bab 127
128
Bab 128
129
Bab 129
130
Bab 130
131
Bab 131
132
Bab 132
133
Bab 133
134
Bab 134
135
Bab 135
136
Bab 136
137
Bab 137
138
Bab 138
139
Bab 139
140
Bab 140
141
Bab 141
142
Bab 142
143
Bab 143
144
Bab 144
145
Info

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!