Bab 9

30 menit setelah kembali ke rumah sakit dan menunggu di depan ruang operasi, Yuna menangis bahagia lantaran dokter mengatakan bahwa operasi Mama Rena berjalan lancar dan dalam keadaan yang cukup baik.

Tidak ada kata yang terucap di bibir Yuna selain ucapan syukur.

Setelah dinyatakan pulih paska operasi, dia bisa menjalani hidup dengan bahagia bersama Mama Rena tanpa harus merasa cemas dengan kondisi kesehatannya.

Yuna menatap Mama Rena yang akan di pindahkan ke ruang rawat inap. Kondisinya masih tidak sadarkan diri karna pengaruh obat bius.

Yuna berjalan cepat mengikuti perawat yang sedang mendorong bangsal Mama Rena.

Dia melupakan Barra yang sejak tadi duduk di sampingnya karna terlalu fokus melihat Mama Rena yang di bawa keluar dari ruang operasi.

Barra menghela sebelum akhirnya beranjak dan mengikuti Yuna.

"Maaf Kak, sebaiknya tunggu diluar dulu."

Salah satu perawat mencegah Yuna yang akan ikut masuk.

"Tapi saya mau menemani Mama saya Mba,," Yuna bersikeras untuk masuk kedalam agar bisa memantau perkembangan Mama Rena.

"Nanti kalau pasien sudah sadar, Kakak bisa menemuinya." Jelasnya. Dia masuk kedalam dan menutup pintu. Sama sekali tidak memberikan kesempatan pada Yuna untuk ikut masuk ke dalam.

Wajah Yuna seketika sendu. Dia hanya bisa menatap pintu yang tertutup rapat tanpa bisa melihat apapun dari luar.

"Rumah sakit punya aturan, kamu nggak bisa semaunya." Ucap Barra datar.

Yuna menoleh, dilihatnya Barra yang langsung duduk di kursi panjang.

"Duduk disini," Katanya sembari menepuk sisi kosong di sampingnya. Barra menyuruh Yuna untuk duduk.

"Ada yang mau aku bicarakan." Barra menatap Yuna yang terlihat enggan untuk duduk. Wajahnya masih saja sendu, masih berharap bisa masuk kedalam.

"Percuma saja berdiri disitu, perawat nggak akan ngijinin kamu masuk." Tegas Barra menyadarkan Yuna.

Perlahan Yuna berjalan ke arahnya, meski terlihat berat dan sesekali menatap ke arah pintu.

Yuna duduk disamping Barra. Dia sedikit membuat jarak hingga 1 orang bisa duduk di tengah-tengah mereka.

"Makasih Mas,," Entah sudah berapa kali Yuna mengucapkan terimakasih pada Barra. Seakan kebaikan Barra begitu berarti untuk hidupnya. Meski memang pada kenyataannya seperti itu.

Barra bak lentera dalam kegelapan. Memberikan cahaya disaat Yuna tidak tau lagi harus kemana dan berbuat apa disaat kegelapan dan keputus-asaan menyelimuti.

Segala permasalahan yang dihadapi, berakhir dengan penyelesaian berkat campur tangan Barra.

"Kamu nggak bosen bilang makasih terus.?" Barra menatap heran.

"Enggak. Semoga Mas Barra juga nggak bosen dengarnya, karna aku bakal sering bilang makasih kedepannya." Yuna menjawab lantang. Karna memang sudah sepantasnya Barra mendapatkan ucapan terimakasih berulang kali atas semua yang telah dia berikan.

"Terserah kamu saja." Balas Barra acuh.

Tiba-tiba dia menyodorkan ponsel pada Yuna.

"Ketik nomor ponsel kamu." Pintanya.

Yuna langsung melakukan apa yang diperintahkan oleh Barra tanpa mengatakan apapun.

"Sudah." Ucap Yuna sera menyodorkan kembali ponsel itu pada Barra.

Setelah berpindah tangan, Barra langsung menyimpan nomor Yuna dan mengirimkan pesan padanya.

"Pin atmnya sudah aku kirim."

"Simpan nomor ponselku, kalau ada apa-apa langsung hubungi aku."

"Aku harus pergi sekarang. Ada pekerjaan yang harus aku selesaikan."

"Kabari aku kalau Mama kamu sudah di perbolehkan pulang,," Barra beranjak dari duduknya. Dia tidak menunggu Yuna mengatakan sesuatu meski telah bicara panjang lebar pada Yuna.

"Aku mengerti." Ucap Yuna singkat.

"Terimakasih."

Barra hanya diam saja, kemudian berlalu dari hadapan Yuna.

Kedua manik mata Yuna tak lepas dari sosok Barra yang semakin jauh dari pandangan.

Selalu saja mucul rasa penasaran dalam benak Yuna tentang Barra dibalik sikap baiknya.

...****...

Butuh waktu 2 jam lebih untuk menunggu Mama Rena sadar dan bisa di ajak komunikasi. Akhirnya Yuna diperbolehkan untuk masuk ke dalam.

Tangisnya pecah, Yuna langsung memeluk Mama Rena yang masih berbaring lemah.

"Syukurlah, Mama sudah sehat sekarang."

Ucap Yuna disela isak tangisnya. Mama Rena terlihat menahan tangis.

"Jangan menangis." Pinta Mama Rena. Suaranya masih terdengar lemah.

Yuna bangun, dia menggenggam erat tangan Mama Rena.

"Mama harus janji nggak akan sakit lagi. Yuna nggak punya siap-siap lagi selain Mama. Rasanya dunia gelap kalau Mama sakit."

"Setelah ini kita akan memulai lembaran baru. Mulai sekarang Mama nggak akan sakit hati lagi dan nggak disakiti lagi."

"Yuna janji nggak akan biarin Papa datang ke hidup kita lagi dan menghancurkan hidup kita." Ujar Yuna tegas.

Sudah cukup sang Papa memberikan luka yang membekas pada dirinya dan Mama Rena. Bahkan sampai membuat Mama Rena akhirnya jatuh sakit.

Yuna tidak akan membiarkan hal buruk itu terjadi lagi dalam hidupnya. Sekalipun harus menentang dan melawan Papa sendiri, Yuna akan melakukan demi kebahagiaan dia dan sang Mama.

Jika dulu Yuna berfikir lebih baik disakiti dari pada menyakiti, kini setelah tau bagaimana rasanya disakiti hingga dihancurkan hidupnya, Yuna merasa lebih baik mencegah itu semua sekalipun dia yang harus menyakiti.

"Mama tau kamu marah sama Papa. Kamu boleh membenci perbuatannya pada kita, tapi jangan lupa kalau dia Papa kamu. Tanpa dia, mungkin kamu nggak akan terlahir dari rahim Mama."

Walaupun masih sulit untuk bicara normal seperti sebelumnya, Mama Rena tidak berhenti untuk memberikan nasehat pada Yuna.

"Seburuk apapun perbuatannya, kamu harus ingat kebaikan Papa kamu."

"Bagaimana dulu dia sangat menyayangi dan menjaga kamu. Berjuang dan bekerja keras demi hidup kita."

"Mama memang kecewa dan sakit hati, tapi Papa kamu pernah memberikan yang terbaik untuk hidup kita."

Mama Rena terlihat ikhlas atas apa yang terjadi dalam hidupnya. Meski pernikahannya hancur dan harus kehilangan apa yang dia miliki, tapi masih berusaha tegar dan kuat melanjutkan hidup.

"Tapi hati Yuna nggak seluas hati Mama."

"Yuna belum bisa memaafkan dan berhenti membenci Papa." Yuna menundukkan kepala.

Rasa sakit yang ditorehkan oleh sang Papa begitu menyayat dan membekas di hati.

Orang yang Yuna jadikan sandaran dan tempat berlindung, nyatanya malah menghancurkan hidup dan mentalnya.

"Mama nggak akan maksa, tapi Mama harap suatu saat kamu bisa memaafkan Papa kamu."

"Kunci kebahagiaan dan hidup tengan itu bisa memaafkan kesalahan orang lain dan tidak menaruh kebencian pada siapapun."

Mama Rena mengulas senyum tipis, menatap Yuna dengan tatapan bangga.

Dia yakin putrinya memiliki hati yang lembut, tidak akan bertahan lama menaruh benci pada Papa kandungnya sendiri.

"Yuna nggak janji." Ucapnya lirih. Tidak mudah memaafkan kesalahan sang Papa.

Jika hanya menyakiti dirinya, mungkin Yuna bisa berfikir dua kali untuk memaafkan kesalahan Papa nya. Tapi kalau sudah menyakiti Mama Rena, Yuna akan berfikir ribuan kali untuk memaafkannya.

Mama Rena hanya memberikan anggukan kecil. Dia juga tidak bisa memaksakan kehendak pada Yuna untuk memaafkan Papanya.

Mama Rena paham, luka dan kekecewaan yang dirasakan setiap orang berbeda-beda.

Ada yang merasa biasa saja, ada yang merasa hancur meski merasakan luka yang sama.

Karna tidak ada yang tau dalamnya hati seseorang.

"Dimana suami kamu.?" Mama Rena baru ingat dengan Barra yang sampai detik ini tidak masuk ke kamarnya.

"Pergi, katanya ada pekerjaan." Jawab Yuna singkat.

Raut wajah Mama Rena seketika berubah, teelihat kaget sekaligus sedih.

"Mas Barra memang orang sibuk, tapi tadi sempet anterin Yuna pindahin barang-barang kita ke rumah baru."

"Kalau Mama sudah diperbolehkan pulang, kita bisa langsung tempati rumah itu." Yuna tersenyum lebar. Menunjukkan ekspresi bahagia didepan Mama Rena agar Mama Rena juga bisa merasakan hal yang sama.

"Syukurlah, Mama ikut senang mendengarnya." Mama Rena mengukir senyum. Tidak ada yang lebih berarti dari kebahagiaan Yuna.

Terpopuler

Comments

Sandisalbiah

Sandisalbiah

nah.. ini yg bakal jd dulema slm hidup Yuna.. saat pakta tentang pernikahan nya dgn Barra terungkap dan dia harus menanggung rasa sakit itu sendiri krn tak mungkin membagi dukanya dgn mama nya krn kondisi mama Yuna yg gak boleh banyak fikiran kan.. Yuna hanya sendiri dgn semua rasa sakitnya.. hais.. belum berlaku akunya udah panik duluan..

2023-07-24

0

Marni 04

Marni 04

ga semudah itu

2023-05-13

0

Iqbal Zaki

Iqbal Zaki

mas bara makasih

2023-03-06

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1
2 Bab 2
3 Bab 3
4 Bab 4
5 Bab 5
6 Bab 6
7 Bab 7
8 Bab 8
9 Bab 9
10 Bab 10
11 Bab 11
12 Bab 12
13 Bab 13
14 Bab 14
15 Bab 15
16 Bab 16
17 Bab 17
18 Bab 18
19 Bab 19
20 Bab 20
21 Bab 21
22 Bab 22
23 Bab 23
24 Bab 24
25 Bab 25
26 Bab 26
27 Bab 27
28 Bab 28
29 Bab 29
30 Bab 30
31 Bab 31
32 Bab 32
33 Bab 33
34 Bab 34
35 Bab 35
36 Bab 36
37 Bab 37
38 Bab 38
39 Bab 39
40 Bab 40
41 Bab 41
42 Bab 42
43 Bab 43
44 Bab 44
45 Bab 45
46 Bab 46
47 Bab 47
48 Bab 48
49 Bab 49
50 Bab 50
51 Bab 51
52 Bab 52
53 Bab 53
54 Bab 54
55 Bab 55
56 Bab 56
57 Bab 57
58 Bab 58
59 Bab 59
60 Bab 60
61 Bab 61
62 Bab 62
63 Bab 63
64 Bab 64
65 Bab 65
66 Bab 66
67 Bab 67
68 Bab 68
69 Bab 69
70 Bab 70
71 Bab 71
72 Bab 72
73 Bab 73
74 Bab 74
75 Bab 75
76 Bab 76
77 Bab 77
78 Bab 78
79 Bab 79
80 Bab 80
81 Bab 81
82 Bab 82
83 Bab 83
84 Bab 84
85 Bab 85
86 Bab 86
87 Bab 87
88 Bab 88
89 Bab 89
90 Bab 90
91 Bab 91
92 Bab 92
93 Bab 93
94 Bab 94
95 Bab 95
96 Bab 96
97 Bab 97
98 Bab 98
99 Bab 99
100 Bab 100
101 Bab 101
102 Bab 102
103 Bab 103
104 Bab 104
105 Bab 105
106 Bab 106
107 Bab 107
108 Bab 108
109 Bab 109
110 Bab 110
111 Bab 111
112 Bab 112
113 Bab 113
114 Bab 114
115 Bab 115
116 Bab 116
117 Bab 117
118 Bab 118
119 Bab 119
120 Bab 120
121 Bab 121
122 Bab 122
123 Bab 123
124 Bab 124
125 Bab 125
126 Bab 126
127 Bab 127
128 Bab 128
129 Bab 129
130 Bab 130
131 Bab 131
132 Bab 132
133 Bab 133
134 Bab 134
135 Bab 135
136 Bab 136
137 Bab 137
138 Bab 138
139 Bab 139
140 Bab 140
141 Bab 141
142 Bab 142
143 Bab 143
144 Bab 144
145 Info
Episodes

Updated 145 Episodes

1
Bab 1
2
Bab 2
3
Bab 3
4
Bab 4
5
Bab 5
6
Bab 6
7
Bab 7
8
Bab 8
9
Bab 9
10
Bab 10
11
Bab 11
12
Bab 12
13
Bab 13
14
Bab 14
15
Bab 15
16
Bab 16
17
Bab 17
18
Bab 18
19
Bab 19
20
Bab 20
21
Bab 21
22
Bab 22
23
Bab 23
24
Bab 24
25
Bab 25
26
Bab 26
27
Bab 27
28
Bab 28
29
Bab 29
30
Bab 30
31
Bab 31
32
Bab 32
33
Bab 33
34
Bab 34
35
Bab 35
36
Bab 36
37
Bab 37
38
Bab 38
39
Bab 39
40
Bab 40
41
Bab 41
42
Bab 42
43
Bab 43
44
Bab 44
45
Bab 45
46
Bab 46
47
Bab 47
48
Bab 48
49
Bab 49
50
Bab 50
51
Bab 51
52
Bab 52
53
Bab 53
54
Bab 54
55
Bab 55
56
Bab 56
57
Bab 57
58
Bab 58
59
Bab 59
60
Bab 60
61
Bab 61
62
Bab 62
63
Bab 63
64
Bab 64
65
Bab 65
66
Bab 66
67
Bab 67
68
Bab 68
69
Bab 69
70
Bab 70
71
Bab 71
72
Bab 72
73
Bab 73
74
Bab 74
75
Bab 75
76
Bab 76
77
Bab 77
78
Bab 78
79
Bab 79
80
Bab 80
81
Bab 81
82
Bab 82
83
Bab 83
84
Bab 84
85
Bab 85
86
Bab 86
87
Bab 87
88
Bab 88
89
Bab 89
90
Bab 90
91
Bab 91
92
Bab 92
93
Bab 93
94
Bab 94
95
Bab 95
96
Bab 96
97
Bab 97
98
Bab 98
99
Bab 99
100
Bab 100
101
Bab 101
102
Bab 102
103
Bab 103
104
Bab 104
105
Bab 105
106
Bab 106
107
Bab 107
108
Bab 108
109
Bab 109
110
Bab 110
111
Bab 111
112
Bab 112
113
Bab 113
114
Bab 114
115
Bab 115
116
Bab 116
117
Bab 117
118
Bab 118
119
Bab 119
120
Bab 120
121
Bab 121
122
Bab 122
123
Bab 123
124
Bab 124
125
Bab 125
126
Bab 126
127
Bab 127
128
Bab 128
129
Bab 129
130
Bab 130
131
Bab 131
132
Bab 132
133
Bab 133
134
Bab 134
135
Bab 135
136
Bab 136
137
Bab 137
138
Bab 138
139
Bab 139
140
Bab 140
141
Bab 141
142
Bab 142
143
Bab 143
144
Bab 144
145
Info

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!