Akhirnya mobil itu meluncur menuju sebuah butik ternama, lagi-lagi kehadiran mereka menarik perhatian orang, terutama pria-pria yang berbaju hitam itu. Evelyn bisa melihat dari raut wajah mereka yang meringis ketakutan dan ruangan butik itu mendadak hening.
Pelayan di butik itu menatap mereka dengan was-was.
“Disini ada baju kerja tidak? Buat istriku?” tanya Jeremy dengan ketus.
Evelyn melirik pria itu, sebenarnya dihati kecilnya ada sedikit rasa senang pria itu menyebutnya istrinya.
“Ada Pak,” jawab pelayan butik itu.
“Cepat bawakan baju-bajunya, tapi yang bagus! Harga tidak masalah, aku tidak mau barang murahan!” kata Jeremy lagi.
Evelyn menoleh pada suaminya itu, seharusnya pria itu tidak perlu bicara begitu juga pada pelayan butik.
“Baik Pak, kami memang menyediakan pakaian-pakaian berkualitas disini,” ujar pelayan butik itu.
Jeremy tidak menjawab, dia hanya melihat kesekelilig ruangan itu yang lumayan ramai pengunjung juga.
“Mari Nyonya, untuk pakaian kerja ada disebelah sini!” kata pelayan butik itu, melangkahkan kakinya lebih dalam ke butik, yang langsung diikuti oleh Evelyn.
Jeremy juga mengikutinya termasuk dua orang berpakaian hitam itu.
Sampailah mereka dibagian khusus pakaian kerja, Evelyn langsung memilih-milih dibantu pelayan butik itu.
Saat memilih pakaian itu, dia melihat kaca yang menempel di tiang tembok itu. Dilihatnya Jeremy mendekati kursi tunggu yang sudah penuh. Bodiguardnya Jeremy seperti sudah mengerti, dia berjalan lebih dulu dan langsung menendang kursi tunggu itu dengan keras membuat mereka yang sedang duduk itu terkejut bukan main, langsung menoleh pada anak buah Jeremy itu yang tinggi besar, yang tadinya mau marah langsung menciut, merekapun langsung bangun dan pergi dari sana.
Setelah kursi kosong, barulah Jeremy duduk disana. Evelyn menghela nafas pendek, seperinya dia menyesal mengajak pria itu berbelanja kalau kelakuannya seperti itu, membuat semua orang takut.
Jeremy berkali-kali melihat jam tangannya, dia juga melihat wanita yang menjadi istrinya baru beberapa hari itu bolak balik masuk ke kamar pas mencoba pakaian kerjanya.
Diapun tersenyum sinis, mengingat dia sangat tidak ada kerjaan, menunggu seorang wanita yang sedang membeli pakaian, benar-benar pekerjaan yang tidak bermutu, kalau tidak karena Ayahnya marah tadi, sudah malas dia pergi pergi seperti ini.
Tapi ternyata tidak terasa sudah satu jam dia menunggu, tanpa bikin ulah.
“Aku sudah selesai!” kata Evelyn sambil menghampiri Jeremy.
“Sudah?” tanya Jeremy, langsung bangun dan memasukkan tangannya kesaku celananya, mengeluarkan beberapa gepok uang diberikan pada Evelyn.
Evelyn menerima uang itu dengan bingung. Orang-orang yang melihat uang ditangan Jeremy itu membelalakkan matanya terkejut, melihat uang ratusaan ribu bergepok -epok.
“Kau tidak punya kartu ATM?” tanya Evelyn.
“Tidak ada,buat apa? Kurang?” Tanya Jeremy, lalu menoleh pada salah satu pria yang berpakaian
hitam itu dan Evelyn baru mengerti kenapa pria itu selalu mengikuti Jeremy,ternyata pria itu membawa sebuah koper yang langsung dibukanya dan diperlihatkan pada Jeremy.
Tentu saja semua orang yang melihat isi koper itu langsung dapat serangan jantung,
shock melihat uang sebanyak itu.
Jeremy mengambil beberapa gepok lagi disimpan diatas tangan Evelyn yang melongo melihat uang itu.
“Ini..” Evelyn bingung berkata-kata.
“Itu uang untuk membayar belanjaanmu, kurang?” tanya Jeremy lagi, lalu menoleh pada priayang membawa koper itu.
“Antar istriku ke kasir, kau bayar berapa harga belanjaannya!” perintah Jeremy.
“Baik, Bos!” jawab pria itu lalu menutup kopernya.
Evelyn melihat uang yang bertumpuk-tumpuk diatas tangannya, lalu pada Jeremy.
“Seharusnya kau pakai kartu Debit jadi tidak perlu membawa uang begitu banyak, nanti bagaimana kalau ada yang merampok?” kata Evelyn.
“Merampok? Siapa yang berani merampokku?” tanya Jeremy, tersenyum sinis.
Mendnapat jawaba itu membuat Evelyn tidak bicara lagi, bukan di-rampok, yang ada mungkin merampok, bisa saja uang Jeremy itu hasil dari merampok bank atau membobol ATM.
Akhirnya Evelyn langsung ke kasir, dengan membawa uang yang banyak itu, sebagian dia masukkan kedalam tasnya, karena tidak mungkin dia memperlihatkan uang bergepok-gepok tu di depan orang banyak yang sedang berbelanja.
Karena sudah banyak yang mengantri di kasir, pria yang berbaju hitam satu nya lagi langsung nepis-nepiskan bahu yang sedang mengantri supaya menyingkir dan memberi jalan untuk Evelyn.
Asalnya mereka akan marah tapi melihat siapa pria itu, mereka memiliki menyingkir, hingga ada satu wanita yang sedang hamil di dorong bahunya oleh pria yang berbaju hitam itu, membuat wanita itu akan terjatuh tapi untung suaminya segera memeluknya.
“Hei apa yang kau lakukan?” bentak suaminya.
Bodyguardnya Jerermy menghampirinya membuat pria itu takut melihatnya. Evelyn merasa tidak enak dengan kejadian ini, bahkan satpam yang menghampiripun menghentikan langkahnya karena bebarapa pria yang baju hitam itu menghampirinya, satpam itu sudah tahu siapa yang datang ke butik ini.
Bodyguard Jeremy itu mendekati pria itu, membuat Jeremy menoleh kearah pria itu yang sedang memeluk istrinya yang sedang hamil. Wajah Jeremy langsung memarahi.
“Jangan ganggu dia! Kasihan sedang hamil!” kata Evelyn, menarik tangan bodyguard itu, yang langsung menoleh pada Jeremy.
“Biarkan saja!” kata Jeremy, bodyguard itupun menjauh.
“Silahkan Bu," kata kasir itu yang wajahnya terlihat pucat.
Semua orang memilih mendahulukan para orang-orang menakutkan ini daripada harus membuat keributanyang pastinya akan sangat parah dampaknya.
Terdengar desus-desus yang berbisik.
“Apa mereka geng motor?” tanya salah satu orang pada temannya yang langsung mundur menjauh karena
takut.
“Tapi wanita itu tidak seperti geng motor, apa wanita itu sanderaan geng motor?” jawab temannya, yang juga buru-buru mundur, apalagi saat bodyguardnya Jeremy menoleh pada mereka.
Mendengarnya sungguh membuat Evelyn merasa tidak nyaman, diapun buru-buru memberikan
belanjannya pada kasir supaya bisa cepat pulang.
Entah kenapa Jeremy merasa ingin memperhatikan wanita hamil itu yang dipeluk suaminya.
“Apa kau tidak apa-apa?” tanya suaminya wanita hamil itu, sambil mengusap pipi istrinya lalu perutnya juga yang besar.
“Tidak apa-apa,” ucap wanita hamil itu.
Kenapa yang muncul dikepala Jeremy itu malah Evelyn yang sedang berperut besar seperti wanita itu, yang sedang mengandung anaknya.
“Bayinya baik-baik saja, aku hanya terkejut tadi,” ucap Evelyn, dalam bayangannya Jeremy.
Jeremy langsung menggelengkan kepalanya. Dia mendadak berkeringat, membayangkan Evelyn yang hamil. Mereka berhubungan sudah berkali-kali tanpa pengaman, dan pastinya Evelyn bisa saja hamil beberapa waktu kedepan, Dan dia harus menerima istrinya itu berperut besar karena mengandung anaknya.
Jeremy menggelengkan lagi kepalanya, dia semakin pucat saja. Dia sama sekali tidak pernah berfikir untuk punya anak, bagaimana sekarang kalau ternyat Evelyn itu hamil? Fikiran it uterus saja menghantuinya.
Tiba-tiba matanya tertuju pada seorang pria yang menggendong anaknya dibahunya. Apakah dia nanti akan seperti itu? Membawa anak kecil disalah satu bahunya begitu? Ah tidak, tidak akan seperti itu, lagi-lagi Jeremy menggeleng.
“Kau kenapa?” terdengar suara yang mengagetkan, Jeremy tersentak kaget dan menoleh pda suara itu, ternyta Evelyn sedang menatapnya.
Jeremy melihat perut Evelyn yang rata, ternyata istrinya itu tidak sedang hamil.
“Aku sudah selesai, sebaiknya kita pergi,” kata Evelyn.
“Ya ya baiklah,” ucap Jeremy tersadar dengan apa yang terjadi. Dia heran sepertinya dia mengalami sindrom, takut memiliki anak.
“Ada yang aku fikirkan?” tanyaEvelyn merasa heran dengan wajahnya Jeremy yang memucat.
Pria itu tidak menjawab, dia terus melangkah pergi diikuti pria-pria berbaju hitam itu, akhirnya Evelynpun mengikutinya dengan bingung. Jelas sekali kalau wajah Jeremy pucat tapi dia tidak tahu apa yang membuat pria garang itu seperti itu.
*********
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Dian Isnu
🤭🤭🤭 nanti Evelyn lhairn shok lg 🤭🤭🤭
2022-12-01
0
Cika🎀
🤣🤣malah g sabar liat ev hamil
2022-03-12
1
Heri Masta
semoga beneran hamil evelin nya
2022-02-06
1