Evelyn sudah tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Sebenarnya dia ingin berontak saat Jeremy menanggalkan pakaiannya dengan paksa, mengingat dia sudah dinikahi pria itu membuatnya tidak bisa menolak dan hanya bisa menangis.
Ditempat sempit itu, di jok mobil yang meskipun lebih luas dari ukuran jok bisaanya, tetap saja tidak seluat termpat tidur, membuatnya merasa sesak, dengan pak supir yang jadi saksi, begitu terhinakan dirinya disentuh suaminya tapi bisa dilihat oleh orang lain, meskipun supir itu sama sekali tidak sengaja melihat ke belakang, tapi dari spion tengah itu pasti bisa melihat apa yang terjadi dibelakang.
Sakit badan juga sakiti hati yang dirasanya sekarang. Impian menjadi seorang pengantin yang mencerminkan kebahagiaan seorang kekasih, tidak ada dalam kamusnya. Dia merasa suaminya sudah memaksanya, karena hatinya tidak mencintainya apalagi dengan perilaku kasarnya.
Istri yang sudah menjaga kehormatan dirinya demi suaminya hanya mendapat perlakuan kasar oleh suaminya sendiri. Pria itu benar-benar tidak peduli dengan tangisannya, dia hanya ingin melampiasan nafsunya saja. Dirinya diperlakukan seperti barang yang tidak berharga. Sungguh menyakitkan.
Jeremy yang terbiasa dengan waniat-wanita yang agresip malah sebaliknya mendapatkn istri yang hanya bagaikan batu dan selalu menolak, tapi dia tidak peduli, beberapa hari ini dia belum menyentuh seorang wanitapun.
Jeremy merasakan cakaran dipunggungnya tapi dia juga tidak peduli, dia hanya ingin hasratnya tersampaikan itu saja.
Airmata Evelyn semakin banyak jatuh kepipinya, dia hanya bisa pasrah menerima nasibnya dinikahi pria seperti ini.
Jeremy bukanlah pria yang buruk tapi justru sebaliknya dia sangat tampan dengan tubuhnya yang bagus, hanya saja sikap kasar dan perilakunya menutupi itu semua, membuat Evelyn merasa benci pada suaminya itu.
Brug! Pria itu menjatuhkan tubuhnya diataa tubuh Evelyn, di jok yang sempit itu. Keringat mengucur di tubuhnya.
Entah berapa lama pria itu seperti itu, dan sepertinya pria itu tertidur setelah hasrat terlaksana. Evelyn hanya merasakan kesedihan yang semakin dalam, dia tidak tahu kemalangan apalagi yang akan terjadi padanya setelah ini.
Mobil terus melaju tanpa memperdulikan apa yang terjadi dibelakang mobil itu. Sang supir seperti sudah terbiasa dengan hal itu dan sama sekali tidak terlihat kaget atau apa, dia hanya menjalankan mobilnya menyusuri jalan memasuki perkotaan.
Evelyn merasakan tubuh itu bergerak diatas tubuhnya, Jeremy terbangun dan mengangkat wajahnya menatap wanita itu, lalu dia tersenyum. Dia merasa senang sekarang.
Dia kembali mencium bibirnya Evelyn, lalu bangun dan dengan seenaknya menepiskan kakinya Evelyn yang menghalangi tempat duduknya, membuat Evelyn meringis kesakitan dan terguling jatuh dari jok.
Bruk! Bruk! Jeremy melemparkan pakaian istrinya itu ke tubuh Evelyn yang kini meringkuk berjongkok melipatkan kakinya di belakang jok.
“Terserah kau mau pakai lagi atau tidak, yang pasti keluar dari mobilku! Aku tidak membutuhkanmu lagi!” kata Jeremy, tidak punya perasaan.
Semakin hancur hati Evelyn mendengarnya, pria itu benar-benar menganggapnya barang untuk melampiaskan nafsunya saja, pria itu benar-benar tidak memiliki hati.
“Kau tega seperti itu padaku? Kau sudah menyakitiku!” kata Evelyn.
“Ah sudahlah! Cepat keluar dari mobilku!” usir Jeremy.
Airmata terus menetes tidak habis-habisnya.
“Aku istrimu! Kau menyuruhku keluar begitu saja?” tanya Evelyn.
“Memangnya harus apa? Aku tidak suka diikuti wanita kemana-mana, membuatku ribet saja! Aku mudah mendapatkan wanita, jadi aku tidak butuh apapun lagi darimu! Aku tidak suka tidur dengan satu wanita yang sama berkali- kaali, sangat membosankan!” gerutu Jeremy, sambil membuka kaca candela sedikit lalu dia mengambil sesuatu disebuah box lalu dinyalakan dan dihisapnya.
Evelyn cepat-cepat menggunakan lagi pakaiannya, dia merasakan seluruh tubuhnya begitu sakit, pria itu menggigit tubuhnya seenaknya saja, tidak peduli dia kesakitan.
“Berhenti!” kata Jeremy pada supir membuat mobil itu berhenti.
“Turun!” usir Jeremy pada Evelyn.
Evelyn menatap pria itu, apakah kalau dia turun itu lebih baik?
“Kataku turun-turun! Apa kau harus kutendang keluar?” maki Jeremy.
Dengan tubuh yang gemetaran dan rasa takut dan menahan rasa sakit dihatinya, Evelyn tidak bisa berbicara lagi, dia membuka pintu mobil dengan airmata terus menetes dipipinya.
Tapi belum juga dia benar-benar tubuhnya menjauh dari mobil. Jeremy sudah menutup pintu mobil, kemudian mobil itupun melaju.
Evelyn berdiri menatap kepergian mobil itu. Diapun menangis tersedu dipinggir jalan dengan rambut yang kusut acak-acaka, mungkin orang yang melihatnya akan berfikir kalau dia orang gila, untuk berjalan saja kakinya terasa sakit dan lemas.
Nasibnya sungguh buruk.
Jeremy duduk bersandar dia merasa lega dan tubuhnya terasa segar hasratnya sudah terlampiaskan, dan sudah membuang wanita itu jadi tidak perlu ribet membawanya.
Terdengar dering ponselnya berbunyi. Dilihatnya ternyata nomor ayahnya.
“Ada apa?” tanya Jeremy dengan ketus.
“Mana Evelyn? Dia baik-baik saja kan?” tanya Pak Kades
“Iya dia baik- baik saja,” jawab Jeremy.
“Mana ayah mau bicara!” kata Pak Kades.
Ditanya begitu membuat Jeremy terkejut, dia tidak menyangka ayahnya akan benar-benar menelponnya menanyakan Evelyn.
“Dia tidur!” jawab Jeremy.
“Tidur? Tidak mungkin! Berikan ponselnya, ayah mau bicara!” kata Pak Kades.
“Dia baru juga tidur, kasihan!” ujar Jeremy berbohong.
“Kau berbohong? Kau apakan dia? Mana? Coba video call, ayah mau lihat!” kata Pak Kades.
Mendengarnya membuat Jeremy kesal, bagaimana mau video call, emang Evelyn tidak ada dimobil itu.
“Apa yang sudah kau lakukan? Ayah sudah bilang padamu, jaga dia! Kau benar-benar ingin Ayahmu mati!” teriak Pak Kades, merasakan sedak di adanya lalu terbatuk-batuk.
“Kalau kau menyakitinya, saat kau pulang Ayahmu sudah menjadi tanah,” ucap Pak Kades, sangat putus asa dengan sikap putranya itu.
Mendengarnya Jeremy semakin kesal dengan perkataan ayahnya.
“Iya aku bangunkan sekarang!” kata Jeremy lalu menatup ponselnya.
“Putar balik!” perintahnya pada supir itu.
“Apa pak?” tanya supir.
“Putar balik!” bentak Jeremy dengan kesal.
Mobil itupun putar balik. Jeremy melihat kearah jendela mencari tempat tadi Evelyn turun, dilihatnya Evelyn sedang berjalan tertathi dipinggir jalan.
Mobilpun langsung berhenti. Evelyn terkejut melihat mobil Jeremy menghampiri, dia akan berlari tapi Jeremy sudah membuka pintu lalu turun dan menarik tangannya.
“Lepaskan! Aku akan pergi! Lepaskan!” kata Evelyn, menepiskan tangannya Jeremy.
Jeremy tidak bicara lagi, dia menarik Evelyn dengan keras dan mendorong tubuhnya masuk ke mobil. Kemudian diapun masuk.
“Cabut!” teriaknya pada supirnya, mobilpun memutar balik kearah tadi.
Evelyn tidak mau ikut dengan Jeremy lagi, diapun berniat kabur dan akan membuka pintu mobilnya tapi Jeremy menahan tangannya.
“Aku mau turun!” ucap Evelyn.
“Kau ikut denganku!” kata Jeremy.
“Tidak, aku tidak mau, turunkan aku!” kata Evelyn.
“Apa kau tidak dengar? Ikut denganku, jangan banyak membantah!” teriaknya.
Jeremy kembali menarik tangannya Evelyn supaya duduk, lalu mengambil ponselnya, juga mengambil tisu.
“Hapus airmatanya! Ayahku mau video call!” kata Jeremy.
Barulah Evelyn tahu kalau Jeremy membawanya kembali karena Pak Kades menelponnya. Sungguh dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya? Dia hanya ingin pulang.
“Aku ingin pergi saja, biar aku langsung menemui Pak Kades,,” kata Evelyn.
“Kau cari mati ya?” bentak Jeremy.
“Bukankah kau tidak mau membawaku? Biarkan aku pulang!” kata Evelyn.
“Sudah jangan cerewet!” kata Jeremy langsung tangannya menyentuh rambutnya Evelyn.
“Rapihkan rambutmu, kau seperti orang gila!” umpatnya.
Sakit hati mendengarnya, pria itu menyebutnya seperti orang gila padahal dia yang membuatnya seperti ini.
Evelyn merapihkan rambutnya.
“Awas kalau kau menangis didepan Ayahku!” kata Jeremy, lalu melakukan panggilan teleponnya.
“Halo ayah! Nih Evelyn sudah bangun!” kata Jeremy lalu ponselnya diberikan pada Evelyn.
Pak Kades melihat Evelyn ada di layar ponselnya. Dia bisa melihat wajah itu sembab habis menagis.
“Apa kau baik-baik saja?” tanya Pak Kades.
“Ya Pak Kades, semua baik-baik saja,” jawab Evelyn, mencoba tersenyum.
Tiba-tiba Jeremy merebut ponsel itu.
“Ayah sudah tahu kan? Dia baik-baik saja!” ucap Jeremy lalu mematikan ponselnya.
Pak Kades terdiam dia merasa sedih, dia tahu Evelyn tidak baik-baik saja. Sungguh kedatangan Jeremy itu malah membuatnya menjadi sakit.
**********
Readers, maaf ya adegannya aku skip.
Jangan lupa like dan giftnya ya.
*********
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Susanty
ada yah lelaki kaya Jeremy 😡. ampun ah, hatinya udah ternoda dengan hal² yang gak baik🤣 perlu di ruqyah nih Jeremy 🤭🤣
2023-06-20
0
Dewi Soraya
itu manusia p setan
2023-05-05
0
Dian Isnu
Jeremy jeremy
2022-11-30
0