Episode*13

Untuk tidak membuang waktu lagi, bik Siti segera membawa makanan itu menaiki anak tangga menuju kamar Kiara. Sambil berjalan, bik Siti terus saja tersenyum karena membayangkan ekspresi Kiara saat mencicipi makanan yang ia bawakan.

Sampai di depan pintu kamar Kiara, bik Siti ingin segera mengetuk pintu kamar tersebut. Namun, niat itu segera ia urungkan saat ia mendengar tangisan dari dalam kamar tersebut.

Bik Siti terdiam. Ia tiba-tiba berpikir yang tidak-tidak tentang rumah ini. Tapi, pikiran itu segera ia tepis.

Untuk memastikan kalau pikirannya tentang rumah ini salah, bik Siti menempelkan telinganya ke daun pintu kamar tersebut. Dengan begitu, ia semakin bisa mendengar dengan jelas suara tangisan dari dalam kamar itu.

'Itu seperti suara nona Kiara. Tapi kenapa dia menangis ya? Ada apa dengan nona Kiara? Apa dia sedang bermimpi?' tanya bik Siti dalam hati.

'Perempuan sombong dan angkuh seperti nona Kiara seharusnya tidak bisa menangis. Karena dia terlalu percaya diri dan tidak memikirkan perasaan orang lain. Lalu, hal apa yang bisa membuat dia bersedih sampai harus menangis tersedu-sedu seperti itu?' tanya bik Siti lagi.

Bik Siti ingin langsung mengetahui benar atau tidak kalau Kiara yang sedang menangis. Ia mengangkat tangan untuk mengetuk pintu kamar tersebut. Tapi, niatnya kembali ia batalkan saat mendengar Kiara bergumam sendiri.

"Reiner, kenapa kamu tidak marah padaku? Kenapa kamu masih bisa bersikap biasa saja padaku, hah! Aku benci kamu yang tidak membenci aku setelah semua yang aku lakukan padamu. Aku ingin kamu benci aku Reiner." Kiara bicara sambil menangis dengan membenamkan wajahnya pada kedua lutut yang ia peluk kan dengan kedua tangganya.

"Kamu terlalu baik. Aku selalu merasa bersalah setelah aku menyakiti hatimu. Tapi, jika aku tidak bersikap kasar padamu dan menyakiti hatimu, kamu pasti akan selalu mengharapkan aku bisa membuka hati untuk kamu. Aku tidak ingin memberikan harapan palsu padamu. Karena sebuah harapan palsu, lebih menyakitkan dari cinta bertepuk sebelah tangan."

Mendengar tangisan penyesalan yang dibarengi dengan ungkapan-ungkapan jujur yang Kiara ucapkan, bik Siti merasa prihatin pada Kiara. Ia tertunduk sedih di depan pintu kamar itu sambil melihat makanan yang ia bawa.

'Ternyata, sikap buruk nona Kiara pada tuan muda ada alasannya. Ia tidak ingin memberikan tuan muda sebuah harapan palsu. Kasihan mereka berdua. Yang satu cinta bertepuk sebelah tangan, yang satunya lagi, harus terkurung dalam perasaannya sendiri,' kata bik Siti dalam hati.

Bik Siti membatalkan niatnya untuk mengerjai Kiara. Ia kembali ke dapur untuk menukar makanan yang ia bawa dengan makanan yang baru.

Saat turun, tanpa sengaja bik Siti berpas-pasan dengan pak Adi yang baru saja pulang dari jalan-jalan bersama teman barunya, yaitu, pak Mamat. Pak Adi langsung menghampiri bik Siti untuk menanyakan sebab apa ia membawa makanan turun dari lantai dua.

"Ada apa, Bik? Apa nona Kiara menolak untuk makan sekarang?" tanya pak Adi dengan nada kesal.

"Bukan."

"Lalu? Kenapa bibi malah membawa makanan turun dari lantai dua. Pasti itu makanan buat nona Kiara, iyakan?"

"Iya, ini memang makanan untuk nona Kiara. Aku ... ah, ayo ikut aku ke dapur. Pak Adi akan tahu apa sebabnya," kata bik Siti bicara dengan suara kecil.

"Ada apa sih? Kenapa malah bisik-bisik?" tanya pak Adi merasa sangat penasaran.

"Sssttt. Jangan kencang-kencang ngomongnya. Nanti tuan muda bisa terbangun dari tidur kalo pak Adi ngomong kencang. Kan kasihan sama tuan muda."

Bik Siti berjalan menuju dapur setelah bicara seperti itu pada pak Adi. Dengan rasa penasaran, pak Adi mengikuti bik Siti ke dapur dari belakang.

Sampai di dapur, bik Siti langsung membuang makanan yang ia bawa ke dalam tong sampah. Hal itu memancing rasa penasaran yang semakin kuat dalam hati pak Adi.

"Lho, kok makanannya malah di buang sih bik? Kan kasihan itu makanan. Jadi mubazir deh. Kalo gak mau, kasih aku aja bik Siti. Biar aku yang makan, dari pada di buang. Kan sayang."

"Emang pak Adi mau makan makanan gak enak kayak gitu?"

"Makan gak enak? Maksud bik Siti apa?"

"Ya gak enak. Rasanya terlalu asin dan terlalu pedas."

"Lho kok bisa sih?" tanya pak Adi semakin di buat bingung dengan kata-kata yang bik Siti ucapkan.

Bik Siti lalu menceritakan semuanya. Dari kejadian saat makan malam, hingga ia membawa kembali makanan yang awalnya akan ia berikan pada Kiara. Pak Adi mendengarkan semua yang bik Siti ceritakan dengan seksama. Sambil mengangguk-anggukkan kepalanya, tanda mengerti.

"Jadi, nona Kiara sebenarnya tidak bermaksud kasar pada tuan muda? Begitu maksud bik Siti?" tanya pak Adi memastikan apa yang ia bisa simpulkan dari cerita bik Siti barusan.

"Iya. Sepertinya begitu, pak Adi. Aku dengar sendiri bagaimana ia menangis di dalam kamar sambil mengungkapkan rasa bersalahnya pada tuan muda."

"Kasihan juga nona Kiara. Kalau di pikir-pikir, ini juga bukan salah dia. Tuan muda yang menginginkan pernikahan ini terjadi. Memaksakan nona Kiara yang untuk menjadi istrinya. Padahal, nona Kiara tidak ingin menikah dengan tuan muda. Karena, nona Kiara tidak mencintai tuan muda sedikitpun."

"Satu hal lagi, aku dengar, nona Kiara juga sebenarnya punya pacar sebelum menikah dengan tuan muda," kata pak Adi menyambung kata-kata yang awalnya sempat ia lupakan.

"Benarkah?" tanya bik Siti menatap tajam ke arah pak Adi.

"Iya. Itu yang sempat aku dengar sebelumnya. Saat tuan muda bicara dengan papa nona Kiara, tuan muda sempat menyingung soal pacarnya nona Kiara. Tapi, aku juga tidak mendengar dengan jelas karena aku tidak berada di ruangan yang sama dengan mereka waktu itu."

"Kalo benar begitu, aku kok merasa kasihan banget sama nona Kiara. Dia harus meninggalkan kisah cintanya akibat pemaksaan dari tuan muda. Tuan muda sih, kayak gak ada perempuan lain aja yang harus ia nikahi. Kan banyak lagi perempuan yang suka sama tuan muda. Contohnya, nona Zaskia."

"Sssttt ... jangan ngomong sembarangan bik Siti. Jangan buat tuan muda semakin sedih dengan apa yang kita bicarakan. Kasihan tuan muda kita. Tuan muda kan berharap, jika dia sudah menikahi nona Kiara, nona Kiara bisa membuka hati untuk tuan muda. Taunya, makin jadi rumit begini."

"Iya, tapikan, tak semua harapan jadi kenyataan. Harusnya, tuan muda memikirkan resiko dari pemaksaan yang ia lakukan pada nona Kiara terlebih dahulu sebelum menikahinya."

"Ya namanya juga usaha bik Siti. Mana tahu hasilnya apa jika tidak mencoba."

"Benar juga sih apa yang pak Adi katakan. Tuan muda kita kan sedang usaha. Semoga saja ada hal baik yang bisa membuat usaha tuan muda tidak sia-sia," ucap bik Siti penuh harap.

"Amin-amin ... Oh ya, kapan mau diantarnya itu makanan. Keburu dingin lagi jika kita terus ngobrol di sini."

"Oh iya ya, hampir lupa kalau aku harus ngantar makanan buat nona Kiara. Keasikan ngobrol sih," ucap bik Siti langsung beranjak sambil membawa makanan yang telah ia sediakan sejak tadi.

Terpopuler

Comments

Fitriyani Puji

Fitriyani Puji

hemmm pusing aku thor

2022-10-23

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!