*Episode*5

Dokter Tama pun pamit pada Willi dan Sutina setelah mengatakan apa yang perlu ia katakan. Willi mengantarkan dokter Tama sampai ke depan pintu, sedangkan Sutina tetap di kamar Reiner untuk menjaga Reiner.

Melihat Reiner yang sedang terlelap, Sutina tidak ingin membuang kesempatan ini. Ia duduk di samping ranjang. Ia tatap keponakan tersayangnya ini dengan tatapan penuh kasih sayang. Ia belai pucuk kepala keponakannya dengan sangat hati-hati.

"Meskipun kamu benci aku, tapi aku tidak akan pernah membalas kebencian mu itu dengan hal yang sama. Aku akan tetap menyayangi kamu sepenuh hatiku."

"Meskipun bukan aku yang melahirkan kamu, Reiner. Tapi kamu akan tetap menjadi anakku selamanya. Karena bagaimanapun, darah kita adalah darah yang sama. Aku tidak pernah bisa membenci kakakku, walau dia telah mengambil kebahagiaanku. Begitu juga kamu, mana mungkin bisa aku benci padamu. Kamu akan tetap jadi anakku, selamanya," kata Sutina dengan deraian air mata sambil terus membelai rambut Reiner.

Di depan pintu kamar Reiner, Willi melihat dan mendengar semua yang Sutina katakan. Ia tahu ketulusan hati Sutina yang selama ini telah merawat Reiner. Ia merasa bersalah pada Sutina atas apa yang Reiner lakukan pada Sutina. Tapi sayangnya, ia tidak bisa membantu Sutina untuk mendapatkan kasih sayang dari Reiner kembali. Jika ia membantu, maka keadaannya akan semakin memburuk. Karena Reiner pasti akan semakin benci pada Sutina.

Sementara itu, mobil yang membawa Kiara baru saja sampai di rumah. Mereka lama terhenti di jalan raya karena terjebak macet akibat sebuah kecelakaan lalu lintas.

Kiara membuka pintu mobil, lalu turun dengan cepat. Sebelum masuk ke dalam rumahnya, Kiara menyempatkan mengetuk kaca mobil depan, tempat di mana pak Adi duduk.

Pak Adi membuka kaca mobil setelah Kiara mengetuk pintu mobil tersebut. Ia melihat Kiara dengan tatapan enggan karena perlakuan Kiara tadi masih sangat membekas di hati pak Adi yang sangat menyayangi tuan mudanya.

"Terima kasih banyak pak, sudah mau mengantarkan saya pulang. Ayo mampir dulu, biar saya buatkan minuman!" kata Kiara sekedar basa-basi, namun niatnya tulus menawarkan.

"Tidak perlu, nona. Saya melakukan semua ini karena permintaan tuan muda saya. Saya harus segera pulang. Permisi."

Setelah berkata seperti itu, pak Adi langsung menutup kaca mobilnya kembali. Ia langsung menjalankan mobil meninggalkan rumah Kiara.

"Huh ... kelihatannya, pak sopir itu tidak suka padaku," ucap Kiara pada dirinya sendiri.

"Biarkan saja. Jika dia tidak suka, maka itu lebih baik," ucap Kiara sambil beranjak menuju pintu.

Baru saja dia ingin mengetuk pintu rumahnya, tiba-tiba, pintu itu terbuka dengan memunculkan sang mama yang sedang memasang wajah cemas.

"Dari mana saja kamu, Kia? Kenapa baru pulang malam-malam begini, hah! Bikin mama sama papa cemas saja kamu, nak," ucap mama dengan tatapan tajam.

"Ini lagi, kenapa basah kuyup seperti ini? Kamu habis ngapain sih, sayang?" tanya mama Kiara sambil menatap anaknya dengan iba.

"Maaf, Ma. Kia udah bikin mama sama papa cemas. Kia terkena hujan di jalan. Makanya, pulang malam dan basah seperti ini."

"Ya sudah, ayo cepat masuk! Ya Tuhan, semoga saja kamu gak masuk angin, Kiara."

"Bik! Bibik! Cepat buatkan Kiara teh panas agar bisa menghangatkan tubuh. Antar kan tehnya ke kamar, kalo sudah jadi," kata mama berteriak pada bibi yang masih berada di dapur.

"Baik nyonya."

Kiara di bawa mamanya menuju kamar. Saat menginjak anak tangga, Kiara baru menyadari kalau papanya tidak terlihat sejak tadi. Ia merasa penasaran dengan keberadaan sang papa.

"Ma, di mana papa? Kok gak ada sejak tadi. Apa papa sudah tidur sekarang?" tanya Kiara sambil menoleh ke arah mamanya.

"Papa kamu pergi nyariin kamu, Kia. Ia cemas dengan keadaan kamu yang belum pulang-pulang juga, padahal, hari sudah larut malam. Apalagi saat menghubungi kamu, nomor kamu tidak aktif," kata mama terlihat agak santai.

"Ya ampun, papa ke mana ini? Kenapa malah nyariin aku sih?" tanya Kia tiba-tiba panik setelah mendengar penjelasan mamanya.

Kiara berencana menghubungi papanya untuk mengatakan kalau dirinya sudah sampai di rumah. Saat membuka tasnya, ia baru ingat kalau ponselnya sedang tidak ada baterai, makanya tidak aktif.

"Udah sayang, gak perlu cemas. Mama udah kirim pesan kok ke papa kamu, udah mama katakan sama papa kamu, kalo kamu udah pulang," ucap mamanya seakan tahu apa yang Kiara rasakan.

"Mama udah hubungi papa? Apa katanya? Apa papa udah bales pesan dari mama?" tanya Kia masih cemas.

"Udah sayang. Papa udah bales kok pesan yang mama kirimkan. Papa bilang, dia akan segera pulang. Mungkin, bentar lagi papa juga akan sampai ke rumah."

Mendengar penuturan dari sang mama, Kiara sekarang bisa menarik napas lega. Ia menyesali perbuatan bodohnya ini. Untung saja ia mendengarkan apa yang Reiner katakan, jika tidak, ia pasti masih bertindak bodoh di jalan itu.

Setelah mengganti bajunya dengan baju yang lain, Kiara duduk di kasur dengan mama di sampingnya. Sambil menikmati teh panas yang telah bibi sediakan, Kiara menatap sang mama dengan tatapan bersalah.

"Ma, Kia minta maaf."

Satu kata maaf terucap dari mulut Kiara. Kata maaf itu membuat sang mama mengangkat satu alisnya karena penasaran.

"Maaf untuk apa, Kiara? Mama rasa, kamu tidak ada salah sama mama. Soal kamu yang pulang malam dengan basah kuyup, mama udah bilang bukan? Kamu gak salah," kata mamanya sambil membelai rambut Kiara.

"Kiara bersalah telah mengecewakan mama dan papa. Dan, dengan ini, Kiara memutuskan untuk menerima tawaran Reiner untuk menjadi istrinya."

"Ap--apa sayang? Kamu bicara apa barusan? Apa mama tidak salah dengar Kia? Kamu gak sedang bercanda bukan?" Mama Kiara menghujani putrinya dengan banyak pertanyaan.

"Iya. Kia tidak bercanda. Kia serius untuk menerima lamaran Reiner yang kemarin sempat Kia tolak."

"Ya Tuhan .... " Mamanya langsung memeluk erat tubuh Kiara. Kia hanya membiarkan apa yang ingin mamanya lakukan. Raut bahagia tergambar jelas di wajah sang mama. Kia hanya bisa tersenyum getir saja melihat kebahagiaan itu.

Pelukan itu harus berakhir saat papa Kiara membuka pintu kamar Kiara. Dengan perasaan bahagia, mama Kiara segera menghampiri papa Kiara.

"Pa, coba tebak, kabar apa yang mama punya untuk papa. Kabar yang sangat membahagiakan buat papa," kata mama Kiara sambil tersenyum manis.

"Kabar apa sih, Ma? Katakan saja kabar apa? Papa malas main tebak-tebakan. Karena menurut papa, Kia udah pulang dengan selamat saja itu adalah kabar bahagia."

"Oh ya, bagaimana keadaan kamu, nak? Apa kamu baik-baik saja? Kenapa larut malam baru pulang? Udah gitu, ponselnya pakai gak aktif lagi. Bikin papa cemas aja," kata papa Kiara mengabaikan mama Kia.

Terpopuler

Comments

Fitriyani Puji

Fitriyani Puji

lah dia yang setuju menikah kok marah sama calon nya lucu dia nya

2022-10-23

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!