Sopir itu mengerti apa yang Reiner rasakan. Meskipun hatinya cemas dengan keadaan sang majikan, tapi ia tetap membiarkan Reiner melakukan apa yang ia inginkan.
Reiner berjalan di tengah hujan, tanpa berlindung di bawah payungnya lagi. Ia mendekati Kiara yang masih terduduk diam menikmati guyuran hujan yang terus membasahi tubuhnya.
"Ayo Kiara! Aku antar kamu pulang. Jika kamu terus berada di sini, maka kamu akan sakit. Apalagi malam-malam begini, udaranya akan semakin terasa dingin. Kamu akan lebih cepat masuk angin jika terlalu lama berada di bawah guyuran hujan."
"Apa pedulinya kamu jika aku sakit. Aku sakit lebih baik dari pada aku sehat. Untuk apa kamu mencemaskan aku, hah! Kamu bukan siapa-siapanya aku, Reiner Rasyad." Kia bicara dengan nada penuh penekanan karena ia benar-benar kesal.
"Aku memang bukan siapa-siapanya kamu. Maksudku, belum. Tapi, sikap egois kamu ini akan membuat cemas mama dan papamu, Kiara. Mereka pasti sangat mencemaskan kamu sekarang," kata Reiner mencoba membujuk Kiara dengan sabar.
Usaha Reiner tidak sia-sia. Karena Kiara adalah perempuan yang sangat memikirkan perasaan kedua orang tuanya, juga sangat menyayangi orang tuanya, ia tidak akan membiarkan kedua orang tuanya cemas hanya karena memikirkan dia. Kiara menerima tawaran Reiner dengan perasaan terpaksa.
"Baiklah, aku terima tawaran kamu untuk mengantarkan aku pulang. Tapi kamu jagan senang dulu, karena aku terima tawaran kamu karena orang tuaku. Bukan karena aku ingin mendengarkan apa yang kamu katakan," kata Kiara bagun sambil berjalan cepat menuju mobil Reiner.
'Terserah kamu, Kia. Yang jelas, kamu mau ikut aku pulang. Tanpa kamu sadari, kamu telah mendengarkan apa yang aku katakan, meskipun kamu tidak mengakuinya,' kata Reiner dalam hati sambil mengikuti Kiara dari belakang.
Baru beberapa langkah Reiner berjalan, ia terpaksa menghentikan langkahnya karena ia merasa sesuatu yang aneh telah terjadi pada tubuhnya. Sopir itu tahu apa yang Reiner rasakan.
Melihat majikan yang sudah ia anggap sebagai anaknya sendiri itu terdiam, pak Adi segera menghampiri Reiner dengan perasaan cemas.
"Tuan muda." Pak Adi memanggil Reiner dengan tatapan penuh kekhawatiran.
"Aku baik-baik saja, pak Adi. Segera antar kan Kiara pulang ke rumah."
"Tapi Tuan muda, bagaimana dengan keadaan tuan muda di sini?"
"Minta sopir papa jemput aku."
"Tapi tuan muda .... "
"Pak Adi, lakukan segera apa yang aku katakan. Jangan tunda lagi. Aku tidak ingin pingsan di sini dan semua orang tahu kelemahan aku. Aku bisa kehilangan kepercayaan diriku nantinya," kata Reiner sekuat tenaga menahan rasa sakit yang sedang menyerang tubuhnya.
Pak Adi mengerti apa yang tuan mudanya rasakan. Dengan cepat, ia melakukan semua yang tuan mudanya minta.
Pak Adi kembali ke mobil, lalu menghubungi sopir tuan besarnya. Kemudian, ia berniat menjalankan mobil setelah melakukan semua tugas yang Reiner perintahkan. Namun, Kiara menghentikan niat pak Adi yang ingin segera meninggalkan tempat tersebut.
"Tunggu pak sopir! Kenapa dia tidak ikut mobil ini? Kenapa dia harus di jemput dengan mobil lain?" tanya Kiara merasa tidak senang.
"Tuan muda ada urusan sehingga dia tidak bisa ikut mengantarkan nona Kiara pulang ke rumah."
"Jika ada urusan, kenapa dia malah sok-sokan menawarkan untuk mengantarkan aku pulang? Kenapa tidak langsung mengurus urusannya saja? Tidak perlu ikut campur urusanku," kata Kiara masih saja bernada kesal.
Pak Adi tidak menjawab. Ia berusaha tenang dan tidak menangapi apa yang Kiara katakan. Karena sebenarnya, pak Adi sangat kesal dengan kata-kata yang Kiara ucapkan. Jika saja ia bisa mengatakan yang sebenarnya pada Kiara, maka dia akan katakan semuanya.
'Apa yang tuan muda lihat dari gadis ini? Kenapa tuan muda bisa mencintai orang yang sama sekali tidak mencintainya? Tuhan ... kasihan sekali tuan muda. Harus cinta pada gadis yang tidak cinta padanya sedikitpun,' kata pak Adi dalam hati.
Pak Adi terus menjalankan mobil menuju rumah Kiara. Tanpa ada sepatah katapun yang terucap dari keduanya. Baik Kiara maupun pak Adi, mereka sama-sama terdiam dengan pikiran mereka masing-masing.
Sementara itu, di sisi lain, Reiner baru saja sampai di rumahnya. Ia berjalan perlahan dengan bantuan sopir pribadi papanya. Masuk ke dalam rumah dengan langkah tertatih-tatih.
Sutina yang duduk manis di sofa ruang tamu, bergegas bagun saat melihat kedatangan Reiner yang terlihat sedang kesakitan. Ia berjalan cepat untuk menghampiri keponakan sekaligus anak tirinya.
"Ada apa ini, pak? Apa yang terjadi dengan Reiner? Jangan bilang Reiner habis main hujan-hujanan," kata Sutina dengan nada cemas sambil melihat keponakan kesayangannya ini.
"Sayang, kamu kenapa, nak? Apa yang terjadi? Di mana pak Adi? Kenapa kamu basah kuyup seperti ini?" tanya Sutina pula pada Reiner, tanpa menunggu jawaban dari sopir yang sebelumnya ia hujani pertanyaan.
"Aku gak pa--pa. Aku baik-baik aja."
"Pak, bawa aku ke kamar sekarang," kata Reiner dengan nada lemas, sambil menahan rasa sakit yang ia derita.
"Ya Tuhan ... tidak bisa. Kamu tidak sedang baik-baik saja," ucap Sutina heboh.
"Papa! Papa! Cepat ke sini, Pa! Lihat Reiner, dia ... "
"Aku baik-baik saja," ucap Reiner kesal.
Hubungan Reiner dan Sutina memang tidak pernah baik. Reiner yang tidak bisa menerima kenyataan, kalau posisi mamanya harus diganti oleh sang tante, selalu merasa kesal saat berhadapan dengan tantenya. Meskipun sebenarnya, niat tante Reiner itu baik.
Dengan menikah dengan mantan kakak iparnya, Sutina berharap bisa menjaga keponakan agar tidak bertemu dengan mama tiri jahat seperti yang terdapat di film-film. Sutina juga berharap bisa menjaga harta keponakannya dengan baik saat ia menikah dengan papanya Reiner.
Tapi sayang, tanggapan Reiner berbeda dari apa yang Sutina pikirkan. Reiner malah menuduh Sutina merebut posisi mamanya di hati papanya. Reiner juga berpikir, kalau Sutina senang dengan meninggalnya sang mama. Karena jika mamanya masih hidup, papa Reiner tidak akan menikah dengan Sutina yang tak lain adalah mantan kekasih dari papanya di masa lalu.
Memang agak rumit kisah kehidupan keluarga Reiner. Tapi, itulah kenyataannya. Mamanya menikah dengan papanya karena sebuah perjodohan.
Saat itu, kakek Reiner adalah orang tua yang egois dan keras kepala. Saat anak sulungnya belum juga menikah, ia dengan egoisnya menjodohkan anak sulungnya dengan pacar dari anak bungsunya, yang tak lain adalah tante Reiner yang sekarang menjadi mama tiri Reiner.
Dengan hati yang besar dan tulus, Sutina merelakan pacarnya menikah dengan kakak kandungnya sendiri. Ia memohon pada pacarnya untuk ikut setuju dengan perjodohan itu.
Karena rasa cintanya pada Sutina, papa Reiner setuju menikahi mama Reiner. Akhirnya, mama dan papa Reiner menikah karena perjodohan tersebut. Meski tanpa cinta, mama Reiner pada akhirnya mengandung dan melahirkan Reiner selang dua tahun usia pernikahan mereka.
Tapi, takdir berkata lain. Saat persalinan itu, mama Reiner kehilangan banyak darah dan tidak tertolong lagi. Mama Reiner pun meninggal saat melahirkan Reiner.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Fitriyani Puji
kasian reiner sekarang dia mlh mah nikah sama batu
2022-10-23
0
Umi Yati
sabar...smg Batu aja bisa terkikis jika senantiasa diguyur hujan.Begitu jg dg hati manusia😘
2022-06-04
1