Karena Reiner masih sangat kecil dan masih sangat membutuhkan mama untuk memberikan kasih sayang, selang beberapa bulan setelah meninggalnya mama Reiner, papa Reiner pun memutuskan untuk menikah lagi. Dan, pilihan papanya jatuh pada Sutina, cinta pertama yang terpaksa ia lupakan karena halangan dari orang tua.
Awalnya, Reiner tidak mengetahui semua ini. Tapi, saat ia menginjak usia remaja, Reiner tanpa sengaja menemukan buku diary mama tirinya saat ingin mengambil sesuatu dari laci yang ada di kamar mama tirinya.
Saat itulah, awal mula terjadinya keretakan pada hubungan Reiner dan Sutina. Ia yang salah memahami semua yang tertulis dalam diary itu, menyalahkan Sutina atas apa yang terjadi pada mamanya.
Sampai saat ini, Reiner masih membenci Sutina. Walaupun semua kebaikan yang selama ini Sutina berikan pada Reiner itu terlihat tulus. Namun, Reiner tetap tidak bisa mengubah pandangannya pada Sutina. Ia tetap berpikir kalau Sutina adalah penyebab atas meninggalnya sang mama.
Mendengar teriakan dari Sutina, Willi datang dengan langkah tergesa-gesa untuk menghampiri ruang tamu, di mana Sutina dan Reiner berada. Saat melihat keadaan Reiner, Willi juga merasakan hal yang sama seperti yang di rasakan Sutina. Khawatir akan keadaan Reiner yang sepertinya sedang menahan rasa sakit.
"Cepat pak, bawa Reiner ke kamarnya! Aku akan panggilkan dokter Tama untuk segera datang ke sini," kata Willi pada sopir itu.
"Baik tuan besar," ucap sang sopir sambil melakukan apa yang Willi katakan.
Willi tidak bertanya lagi apa yang terjadi pada anaknya. Ia tahu, anaknya pasti sedang melakukan apa yang tidak boleh ia lakukan.
Melihat kondisi Reiner sekarang, Willi bisa menyimpulkan, kalau Reiner baru saja terkena guyuran hujan. Hal yang tidak boleh Reiner lakukan sejak ia masih kecil hingga menginjak dewasa. Dengan kata lain, Reiner alergi guyuran hujan secara langsung. Jika ia terkana guyuran hujan secara langsung, maka kulitnya akan timbul bintik-bintik merah yang terasa sangat perih. Seperti bekas luka bakar.
"Pa, bagaimana ini? Apa Reiner akan baik-baik saja, Pa? Kasihan dia," kata Sutina begitu sedih sambil mengigit tangannya untuk menahan air mata agar tidak jatuh.
"Ma, kamu tenang aja ya. Reiner itu anak kuat. Dia pasti akan baik-baik aja. Mama jangan cemas," kata Willi sambil memegang bahu Sutina.
"Gimana gak cemas, Pa. Reiner itu alergi sama hujan. Dia pasti sangat kesakitan sekarang. Dia butuh waktu berhari-hari untuk sembuh. Gimana bisa aku tenang saat melihat Reiner menderita seperti ini."
"Ya Tuhan Reiner, apa yang kamu lakukan, nak? Kenapa kamu gak ingat kalo kamu itu alergi sama hujan. Kenapa bisa kamu main hujan-hujanan saat kamu tahu, kamu tidak bisa melakukannya," kata Sutina sambil menghempaskan bokongnya ke sofa dengan kasar.
"Ma ... dia akan baik-baik aja. Kamu tidak perlu cemas. Dia itu sudah dewasa, bukan anak kecil lagi. Dia tahu apa yang tidak bisa ia lakukan, tapi dia malah melakukannya. Itu namanya, dia yang cari masalah sendiri," ucap Willi agak kesal.
"Papa ini gimana sih? Anak sakit, tapi kamu malah menyalahkan anak. Mana kita tahu apa yang sedang ia pertaruhkan di luar sana sampai dia rela mengorbankan dirinya."
"Ya sudahlah, terserah mama saja. Aku .... "
Sebuah ketukan di pintu menghentikan perdebatan suami istri tersebut. Dengan cepat, Sutina bangun dari duduknya untuk melihat siapakah yang berada di balik pintu tersebut.
Saat pintu terbuka, seperti yang Sutina harapkan, di depan pintu sedang berdiri seorang dokter, yang tak lain adalah dokter Tama, dokter pribadi keluarga Rasyad. Sutina bisa menarik napas lega saat melihat dokter Tama yang ia tunggu sudah datang.
"Syukurlah dokter, anda datang lebih cepat dari yang saya pikirkan. Cepat! Reiner sedang kesakitan di dalam kamar," kata Sutina sambil menarik tangan dokter tersebut.
Seakan memahami apa yang Sutina rasakan, dokter itu tidak membantah sedikitpun apa yang Sutina lakukan padanya. Ia mengikuti Sutina yang terus menarik tangannya meskipun mereka menaiki anak tangga untuk menuju lantai atas.
Sampai di depan pintu kamar, Sutina langsung membuka pintu tersebut tanpa mengetuknya terlebih dulu. Ia tahu, saat ini, keponakannya pasti sedang sangat kesakitan. Untuk apa mengetuk pintu kamar terlebih dahulu pada saat kondisi darurat.
Saat pintu terbuka, Reiner memang sedang terbaring resah di atas ranjangnya. Reiner yang mengerang kesakitan sambil menggenggam erat tepi selimut, tidak menghiraukan Sutina dan dokter yang masuk ke dalam kamarnya tanpa permisi. Ia terus berusaha melawan rasa sakit pada seluruh tubuhnya.
"Ya Tuhan ... sayangku, kenapa bisa begini, nak?" Sutina berkata sambil menahan tangis karena iba melihat keponakan yang sejak kecil ia asuh dengan penuh kasih sayang. Ya walaupun setelah dewasa tidak menganggap dirinya ada, namun itu tidak akan merubah rasa sayang dalam hati Sutina untuk Reiner keponakan satu-satunya itu.
"Dokter, tolong cepat, obati anak kesayangan ku ini! Cepat!" kata Sutina sambil menatap tajam ke arah dokter yang memang sedang ingin melakukan tugasnya.
"Kamu tenang dulu, Ma. Dokter Tama memang akan melakukan tugasnya. Mama jangan ganggu dokter Tama dengan kepanikan dan kekhawatiran mama itu," kata Willi sambil berusaha menenangkan istrinya dengan menarik Sutina ke dalam pelukannya.
Dokter Tama melakukan tugasnya memeriksa Reiner. Reiner terus melawan rasa sakit yang menjalar ke seluruh tubuhnya. Keringat dingin membasahi tubuh Reiner yang tidak menggunakan baju. Bintik-bintik merah terlihat jelas di tubuh Reiner yang tertutup selimut hanya sampai perut.
Dokter Tama memberikan sebuah suntikan untuk membantu Reiner melawan rasa sakit. Entah cairan apa yang dokter itu berikan, tapi kelihatannya, itu berhasil. Terlihat dari gerakan tubuh Reiner yang mulai melemah, lalu terlelap akibat pengaruh obat yang dokter itu berikan.
Setelah Reiner terlelap karena pengaruh obat tersebut, dokter itu memberikan salep di setiap bintik-bintik merah yang terdapat di tubuh Reiner. Lalu, dokter itu menulis beberapa resep obat, untuk ia berikan pada Willi.
Sutina yang sedari tadi menunggu dokter Tama selesai melakukan tugasnya memeriksa keadaan Reiner, segera menghampiri dokter Tama saat melihat, dokter itu telah selesai melakukan tugasnya. Dengan wajah cemas, Sutina menanyakan keadaan Reiner pada dokter itu.
"Dia akan baik-baik saja, nyonya Rasyad. Tapi, seperti yang telah aku katakan sebelumnya, dia tidak akan pernah bisa bersahabat dengan air hujan. Jadi tolong, jangan biarkan tuan muda bermain dengan hujan lagi. Karena semakin bertambahnya usia, rasa sakit yang ia derita juga akan semakin kuat. Dan, waktu penyembuhannya juga akan bertambah lama. Resiko yang akan timbul juga akan semakin beragam," kata dokter Tama menjelaskan panjang lebar.
"Oh ya, ini resep obat yang harus di tebus untuk membantu penyembuhan tuan muda," kata dokter itu sambil menyerahkan resep yang telah ia tulis pada Willi.
"Salep yang aku letakkan di atas meja itu, harus di oleskan setiap satu jam sekali. Jangan lupa mengoleskan salepnya, agar rasa perih yang tuan muda derita, tidak semakin parah."
"Baiklah, terima kasih banyak dokter," kata Willi sambil menerima resep yang dokter itu berikan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Fitriyani Puji
kasian tetap kuat reiner
2022-10-23
1