Episode*2

Itulah yang namanya, cinta. Wajah, sifat, harta kekayaan, dan juga kedudukan, tidak akan dilihat jika cinta sudah menyapa. Jelek yang orang bilang, tidak yang cinta katakan. Buruk yang orang lain lihat, bagus yang cinta rasakan.

Begitulah cinta. Jika ia sudah menyapa, tidak akan ada yang bisa mengubahnya. Ia akan bertindak atas keinginannya sendiri. Musuh saja bisa ia jadikan kekasih, begitulah hebatnya cinta.

Dito menatap Kiara dengan tatapan tajam. Ia merasa sangat kesal juga sakit hati dengan apa yang Kiara ucapkan. Namun, ia tidak bisa melakukan apapun untuk melampiaskan kekesalannya itu. Yang bisa ia lakukan hanyalah menahan rasa agar tidak ia luapkan dengan kekerasan.

"Apa alasan kamu ingin putus dari aku? Bukankah aku tidak punya salah padamu?" Dito bicara dengan nada kesal yang tertahan.

"Kamu memang tidak ada salah padaku, Dit. Hanya saja .... "

"Lalu kenapa kamu ingin putus, hah!" Dito membentak Kiara.

Bentakan itu membuat Kiara kaget. Bukan hanya Kiara, seluruh penghuni cafe juga ikut merasakan apa yang Kiara rasakan. Mereka kaget dengan bentakan yang disertai geprakan keras di meja tempat Kiara dan Dito duduk.

"Hei mas, bisa gak sih? Bicara sama cewe itu jangan pakai nada tinggi, apalagi kekerasan," ucap salah satu pengunjung laki-laki yang duduk di meja samping mereka.

"Iya, pantas saja ceweknya ngajak putus. Pasti karena gak sabar dengan sikap kasar dari masnya," kata pengunjung perempuan yang ada di belakang mereka.

"Kalo aku juga pasti mau putus jika punya pacar kasar seperti ini. Mana tahan aku," kata teman pengunjung cafe yang duduk di belakang meja mereka.

"Diam kalian semua! Kalian tahu apa tentang hubungan kami, hah! Kalian tidak tahu apa-apa, jadi jangan ikut campur," kata Dito dengan amarah yang sedang memuncak. Rasanya, semua orang yang melihatnya ingin Dito terkam, lalu ia telan bulat-bulan.

"Dito cukup. Kamu apa-apaan," kata Kiara ikut berdiri menyeimbangi Dito yang sedang berdiri sambil menatap semua yang melihatnya dengan tatapan tajam.

"Puas kamu sekarang! Kamu udah bikin aku malu di sini, Kiara. Ini semua karena kamu. Ini yang kamu inginkan," kata Dito malah menyalahkan Kiara atas apa yang telah ia lakukan.

"Kenapa kamu menyalahkan aku, Dito? Ini semua .... "

"Cukup! Aku muak mendengar suara kamu. Jika kamu ingin mengakhiri hubungan ini, maka aku terima keputusan kamu. Dengan ini aku nyatakan, kita tidak ada hubungan apa-apa lagi."

Setelah berucap seperti itu, Dito langsung mengambil jaket yang ia letakkan di kursi tersebut, lalu beranjak meninggalkan Kiara tanpa memperdulikan tatapan para pengunjung cafe yang sedang memperhatikan dirinya.

Kiara tidak bisa berkata-kata, hanya air mata yang mewakili perasaannya.

Untuk sesaat, ia diam tertegun sambil menundukkan keplanya. Ia berusaha menenangkan hati juga rasa malu yang Dito timpakan ke wajahnya.

Setelah hatinya terasa tenang. Kiara mengusap air mata yang jatuh ke pipinya. Ia mengedarkan pandangan ke semua orang yang ada di cafe tersebut. Ada sebagian yang masih melihat ke arahnya. Ada juga sebagian yang pura-pura tidak melihat Kiara dan semua yang telah terjadi.

"Semuanya, maafkan aku atas kekacauan yang telah terjadi barusan. Aku sangat menyesal atas semua kekacauan ini," ucap Kiara dengan nada sangat bersalah.

Setelah berucap kata-kata itu, Kiara bergegas meninggalkan cafe tersebut. Rasanya, ia ingin segera lenyap dari pandangan semua orang yang berada di cafe itu.

Perasaan malu akan apa yang baru saja terjadi, masih sangat melekat di hati Kiara. Jika saja ia punya ajian menghilangkan diri, maka sudah ia gunakan ajian tersebut agar bisa segera lenyap dari pandangan semua orang.

Kiara melangkahkan kakinya dengan malas. Ia menyusuri jalan raya yang ramai, membawa rasa sakit dan kecewa, juga benci dan marah. Semuanya bercampur jadi satu, mengaduk-aduk hati Kiara yang terluka.

Hujan tiba-tiba turun perlahan. Dari gerimis, berubah menjadi hujan sedang, lalu lebat. Kia membiarkan hujan itu terus membasahi tubuhnya. Di sini, di tengah derasnya hujan yang turun. Kiara ingin meluapkan semua rasa sedih yang ada dalam hatinya.

Ia menangis sambil terus melangkah dengan lemah. Lalu, Kiara tertawa terbahak-bahak. Menertawakan nasibnya yang terbilang sangat malang. Ia harus ditinggalkan oleh orang yang ia sayang, sekaligus dipermalukan oleh orang yang ia sayang itu dengan sangat tidak punya perasaan.

Usai menertawakan dirinya sendiri, Kiara kembali menangis. Lalu, ia terduduk lemah di antara bahu jalan dengan hujan deras yang terus mengguyur tubuhnya.

Tiba-tiba, sebuah mobil menepi di sisi jalan, kemudian berhenti. Seorang sopir keluar bersama sekaki payung hitam. Lalu, sopir itu membukakan pintu mobil untuk majikannya.

Seorang tuan muda keluar dari mobil itu. Sopir tersebut menyerahkan payung itu pada majikannya, lalu, ia kembali ke dalam mobil.

Sayangnya, semua itu tidak mengalihkan perhatian Kiara dari ratapannya. Ia terus saja terduduk sambil menangis tanpa menghiraukan siapapun.

Tuan muda yang tak lain adalah Reiner itupun berjalan menghampiri Kiara. Membagikan payungnya dengan Kiara yang sedikitpun tidak menyadari kalau Reiner sedang memperhatikannya sejak tadi.

Merasa dirinya tidak diguyur hujan lagi, padahal sekelilingnya masih turun hujan, Kia segera melihat ke atas. Dengan jelas ia melihat payung hitam juga pemilik dari payung tersebut.

Orang yang paling ia benci berada di belakangnya sekarang. Berbagi payung dengan dirinya, padahal ia sangat tidak membutuhkan payung itu.

"Kia .... "

"Pergi! Aku tidak butuh kamu payungi," ucap Kia kesal.

"Kiara, kenapa kamu menghujani tubuhmu di sini? Kamu bisa sakit," kata Reiner tidak memperdulikan apa yang Kia katakan.

"Itu lebih baik dari pada harus merasakan sakit hati," kata Kiara sambil terus menatap air hujan yang turun semakin terasa deras saja.

"Ayo Kia! Aku antar kamu pulang." Reiner berusaha membantu Kia bangun dengan satu tangan, sedangkan tangan satunya lagi tetap memegang payung.

"Jangan sentuh aku! Apa kamu tidak dengar apa yang aku katakan! Pergi dari sini! Jangan ganggu aku lagi!" Kiara bicara dengan nada tinggi sambil mendorong Reiner hingga Reiner terjatuh.

Reiner jatuh terduduk. Payung yang ia pegang, juga ikut terjatuh dari tangannya. Kini, tubuhnya juga terkena hujan deras karena payung yang ia pegang, tidak bisa lagi melindungi tubuhnya.

Melihat majikannya terjatuh dan terkena hujan. Sang sopir yang berada di dalam mobil, segera menghampiri tuan mudanya. Dengan cepat, ia mengambil payung untuk memayungi Tuan mudanya kembali.

"Tuan muda gak papa? Ayo saya bantu berdiri," kata sopir itu sambil membantu Reiner bangun.

"Aku gak papa, pak Adi."

"Tapi tuan muda, sekarang tuan muda basah terkena hujan," ucap sopir itu dengan nada cemas.

"Pak Adi, aku gak papa. Aku akan baik-baik saja. Pak Adi jangan cemas," kata Reiner bicara dengan tatapan meminta pengertian dari sopirnya.

Terpopuler

Comments

Fitriyani Puji

Fitriyani Puji

kayak nya si cewek agak keras y ini thor .bukanya dia sendiri yang mau

2022-10-23

0

Johanna Hawe

Johanna Hawe

kayaknya Reiner baik hati deh ..Kiara jangan sombong dan kasar gitu dong

2022-03-29

0

Areum

Areum

Sabar banget nih Rainer 🥰

2022-02-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!