Laut begitu terasa dingin ketika hembusan angin menerpa tiap sisi kapal pesiar yang dibiarkan mengambang tenang ditengah lautan. Disekitar laut tampak gelap, hanya ada sinar lampu yang berasal dari lampu kapal yang dibuat sedikit warna warni.
Suara denting sendok dan garpu yang bertemu dengan piring memecah kesunyian meja makan, ketika Yansen dan teman-temannya sedang menikmati makan malam bersama dengan pasangan mereka masing-masing.
"Bocil kemana ya? sejak bertemu tadi siang, aku tidak melihatnya lagi," ujar Zavier.
"Iya juga. Apa dia tidak ingin makan malam?" timpal Owen.
"Coba nanti Ivanka atau siapapun panggil dia dikamarnya, siapa tahu dia ketiduran,"
"Ogah ah...ngapain nyamperin gadis kecil itu," ujar Ivanka.
"Biarkan saja, nanti kalau lapar makan sendiri," timpal Yansen.
Mereka kembali makan dalam diam. Setelah selesai makan, mereka kembali kekamar masing-masing.
"Sayang. Dingin," rengek Ivanka.
"Gunakan selimut yang tebal, agar nggak dingin lagi."
"Ckk..aku nggak butuh selimut, aku maunya kamu," ujar Ivanka.
"Aku sedang tidak berselera,"
"Kok gitu sih? kok bisa bilang gitu, kamu bosan sama aku?"
"Jangan seperti anak kecil, nanti kalau aku mau, aku bisa minta sendiri."
Ivanka mengerucutkan bibirnya. Gadis itu tidak bersuara lagi, dia tahu betul Yansen tipe pria yang tidak suka dipaksa.
Yansen memantik korek api dan meyalakan sebatang rokok. Pria itu berdiri ditepi jendela dan membuka jendela itu sedikit agar asap rokok yang ia hisap bisa keluar. Setelah beberapa saat, Yansen mendengar dengkuran halus dari Ivanka yang menandakan gadis itu sudah tertidur pulas.
Yansen membuang puntung rokoknya, agar benda berasap itu segera padam. Pria itu kemudian keluar kamar, karena ingin memastikan sesuatu.
Tok
Tok
Tok
Tak ada jawaban dari dalam kamar.
Tok
Tok
Tok
Yansen kembali mengulang ketukkan tangannya pada sebuah daun pintu, yang tak lain pintu kamar Evellyn. Namun meski dia sudah mengetuk pintu dengan lumayan keras, tetap saja tidak ada jawaban dari dalam kamar Evellyn.
Kriekkkkk
Yansen menekan handle pintu kamar itu yang ternyata sama sekali tidak dikunci.
Tap
Tap
Tap
Yansen perlahan masuk kedalam kamar karena ingin memastikan sesuatu. Evellyn tampai meringkuk didalam selimut dengan posisi tubuh sudah tenggelam seluruhnya didalam benda yang bisa membuat tubuh bisa menghangat.
"Eve,"
Yansen menyebut nama gadis itu, berharap gadis itu keluar dari selimut. Namun Eve tetap saja diam dengan selimut yang sedikit bergetar.
Srakkkkk
Yansen yang hilang kesabaran langsung membuka selimut Evellyn, dan mendapati tubuh gadis itu bergetar dengan wajah yang memucat dan juga berkeringat.
"Eve, kamu kenapa?" Yansen tiba-tiba mendadak panik.
Yansen menatap kening Evellyn dan telapak tangannya merasa tersengat karena suhu tubuh Evellyn panas tinggi.
"Eve, kamu sakit?"
Yansen bergegas pergi kedapur untuk membuat air kompresan buat Evellyn. Yansen juga membawa obat penurun deman yang terdapat didalam kotak P3K.
"Minumlah obatnya,"
Mata Evellyn perlahan terbuka, dan Yansen membantu Evellyn untuk meminum obatnya. Yansen kemudian memasukkan sebuah handuk kecil kedalam baskom berisi air hangat, kemudian pria itu memerasnya dan menempelkannya dikening gadis kecil itu.
Setelah panas tubuh Evellyn sedikit menurun, Yansen berencana akan kembali ke kamarnya. Namun langkahnya terhenti saat tanpa sadar tangan Evellyn mencekal lengan Yansen.
"Jangan pergi...kumohon jangan pergi.." ujar Evellyn lirih.
Yansen yang hendak pergi, terpaksa mengurungkan niatnya dan kembali mendekati gadis itu. Perlahan Yansen ikut naik keatas tempat tidur, karena mata pria itu sudah mengantuk berat. Yansen akhirnya tidur diranjang yang sama disamping Evellyn yang tanpa sadar sudah memeluk erat tubuh kekar itu untuk mencari kenyamanan.
*****
Matahari telah menyingsing, saat semua orang masih terlelap dikamar mereka masing-masing. Terlebih pasangan-pasangan yang sudah menghabiskan malam panjang bersama pasangannya.
Blammmmm
Mata Evellyn terbuka, saat gadis itu merasakan sebuah nafas hangat menyapu wajahnya.
Deg
Wajah yang terlampau dekat membuat jantung Evellyn jadi berdebar.
"Kenapa dia bisa ada disini?" batin Evellyn.
Evellyn mencoba mengingat apa yang terjadi, dan dia sekilas teringat saat Yansen datang kekamar dan mengompres dirinya. Evellyn menatap kearah Yansen, tatapan yang tidak berani dia lakukan saat pria itu sudah terjaga dari tidurnya.
"Dia sangat tampan meskipun usianya sudah tua,"
"Sayang sekali orang setampan ini tidak mau menikah, jadi keturunannya terpaksa berakhir dipria ini,"
"Enak banget jadi laki-laki. Celup sana celup sini, tanpa perlu bertanggung jawab."
"Apa sudah puas menatap wajah tampanku?"
"Eh?"
Evellyn menjauhkan tubuhnya dari Yansen, karena berbaring terlalu pinggir, membuat Evellyn nyaris jatuh dari atas tempat tidur kalau saja Yansen tidak menahan tubuh gadis itu.
"Apa selain miskin, kamu itu juga bodoh?"
"Eh? maaf,"
Tubuh Evellyn yang menempel erat pada Yansen, membuat dua insan itu jadi canggung.
"Terima kasih karena tuan sudah menjagaku," ujar Evellyn sembari melepaskan diri dari pelukkan Yansen.
"Lain kali perhatikan kesehatanmu, jangan berubah jadi orang bisu pada saat tubuhmu memang sedang tidak enak badan."
"Ya Tuan." Jawab Evellyn.
"Sekarang bersihkan dirimu dengan air hangat, tidak perlu keluar, nanti makananmu akan diantar ke kamar."
"Ya Tuan. Kapan kita akan kembali?"
"Sore nanti."
"Baiklah,"
Yansen beranjak dari tempat tidur, pria itu menyembunyikan sesuatu yang sudah terlanjur terbangun sejak tadi. Dia tidak ingin Evellyn tahu, bahwa gadis kecil itu mampu membangkitkan gairahnya lebih cepat daripada saat bercinta dengan Ivanka atau gadis lainnya.
"Hah...apa ini, seperti kamu tidak pernah mencicipi barang itu saja. Bagaimana kalau gadis kecil itu tahu, dia pasti akan mengira aku majikkan mesum." tutur Yansen lirih ketika sudah keluar dari pintu kamar Evellyn.
Yansen beranjak kedapur dan mendapati semua orang sedang sarapan pagi di meja makan.
"Sayang. Kamu darimana? saat aku bangun kamu sudah tidak ada," tanya Ivanka.
"Aku sedang mencari udara segar diatas kapal," dusta Yansen.
"Ini si bocil kok nggak keliatan dari semalam?" tanya Zavier.
"Dia lagi sakit." Jawab Yansen keceplosan.
"Kok kamu bisa tahu kalau dia sedang sakit?" tanya Ivanka.
"Aku tidak sengaja bertemu dengannya saat akan mengambil air minum semalam. Dia bilang tubuhnya sedikit demam."
"Benarkah? kalau begitu kita jenguk dia setelah sarapan, sekalian bawakan dia sarapan dan obat," timpal Owen.
"Mungkin dia kelelahan. Karena seseorang sudah membuatnya kerja rodi," sindir Diego.
Yansen diam saja tanpa protes, sementara Ivanka tampak tidak senang karena semua orang seperti sedang memperhatikan Evellyn.
Tok
Tok
Tok
"Bocil. Apa kamu tidur?" tanya Zavier sembari mengetuk pintu.
"Masuk kak. Pintunya nggak dikunci," ujar Evellyn.
Zavier dan teman-temannya masuk kedalam kamarnya, Gadis itu tampak segar karena baru saja selesai mandi.
"Apa kamu sudah agak sehat?" tanya Owen.
"Lumayan kak."
"Ini, kamu habiskan sarapanmu, setelah itu kamu minum obat ini."
"Makasih kak." Jawab Evellyn.
Evellyn melirik kearah Yansen yang tampak diam dibagian belakang. Pria itu seolah tidak perduli dengan dunia sekitarnya.
"Dasar bunglon. Didepan orang kayak cuek sekali, dibelakang orang sok perhatian. Apa dia takut dengan Ivanka?"
Evellyn kemudian melirik ke arah Ivanka yang terlihat sama cuek dengan Yansen. Gadis itu malah sibuk dengan ponsel pribadinya.
TO BE CONTINUE...🤗🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Tia H.
si vanka mh iri eve jngn di gubris 😁
2024-04-24
0
Ida Lailamajenun
eve pawang Yansen sesungguhnya 😂😂
2022-05-29
1
Rita Rania
mulaiii ketareekkkk 🤫🤣🥰 Yansen🤣🤣
2022-05-27
0