Zavier, Owen, dan Diego mengekor dibelakang para perawat yang sedang mendorong brankar. Yansen tampak baru merespon, setelah fungsi obat bius berangsur berkurang. Dan merekapun tiba disebuah ruang perawatan kelas vip.
"Stttttt"
Yansen mendesis saat pengaruh obat anastesi dilengannya sudah habis. Pria itu merasakan sakit berdenyut hingga terasa menyentuh tulangnya.
"Apa itu sangat sakit?" tanya Zavier.
"Sial! kenapa ini lebih sakit dari sebelum di operasi? apa dokter itu memiliki dendam padaku?"
"Omong kosong apa yang kamu bicarakan, kalau dia ingin membunuhmu, mana mungkin dia mau mengeluarkan peluru itu dari tubuhmu?" ujar Zavier.
"Apa kau lapar? apa kau ingin makan sesuatu?" tanya Owen.
"Aku tidak lapar, aku butuh minum. Tenggorokkanku terasa kering sekali." Jawab Yansen.
Diego meraih botol air meneral yang baru dia beli dari mini market seberang rumah sakit. Karena terlalu haus, air mineral 600 ml itu begitu cepat tandas tanpa sisa.
"Apa kamu punya sebotol lagi?"
"Hey...mana boleh berlebihan seperti itu? jahitanmu akan selalu basah kalau begitu," ujar Zavier.
"Sok tahu, kamu bukan dokter disini." Jawab Yansen.
"Tidak ada. Aku cuma beli satu botol itu," ujar Diego berdusta.
"Sial. Tenggorokkanku rasanya belum lega, tolong kamu belikan lagi untukku Diego."
"Ya nanti ya?"
"Nanti? kamu ini bagaimana? aku gatalnya sekarang, masa menggaruknya besok?" hardik Yansen.
"Terserah, kalau mau dua jam lagi aku belikan. Lagian kamu lagi sakit ini, jangan macam-macam, atau aku akan memencet lukamu," kata Diego.
"Kalian semua sialan. Lihat saja kalau aku sudah sembuh nanti,"
"Sekarang kamu lagi sakit, jadi bersikaplah seperti seorang pasien," timpal Owen.
Yansen menutup mulutnya dengan rapat. Terlalu banyak bicara, akan membuat dirinya bertambah haus.
"Oh ya, gadis kecil itu sudah sadar, dia ingin menemuimu," ucap Zavier.
"Aku tidak ingin bertemu dengannya. Gara-Gara dia aku jadi begini,"
"Mungkin dia merasa bersalah padamu. Apa kamu yakin tidak ingin menemui gadis kecil itu? dia sangat cantik dan manis, masih candy-candy," goda Diego.
"Maaf aku tidak tertarik dengan model lolypop seperti itu. Sebaiknya kalian suruh dia pergi, aku tidak ingin melihat wajahnya."
"Tapi dia sudah ada diluar pintu ini,"
Owen melirik-lirik kearah luar pintu, Evellyn yang masih mengenakan pakaian seragam rumah sakit, tampak berdiri diluar pintu untuk menunggu perintah.
"Kenapa kalian tidak mengerti juga, aku tidak ingin bertemu dengannya. Usir saja dia dari sini,"
"Tidak ada salahnya bertemu dengan gadis itu, kamu dengarkan saja apa yang ingin dia katakan. Setelah itu kamu boleh mengusir dia,"
Yansen menghela nafasnya, tenggorokkannya kembali kering karena terlalu banyak berdebat.
"Terserah!"
Akhirnya Yansen menyerah juga, dia ingin segera mengusir gadis itu yang dianggapnya pembawa mala petaka.
"Masuklah!"
Owen membukakan pintu untuk Evellyn. Gadis kecil itu tampak melangkah dengan ragu. Terlebih tatapan keempat pria itu hanya tertuju kepadanya.
"Ada apa?" tanya Yansen.
"O-Om. Eve mau minta maaf, gara-gara eve om jadi seperti ini."
"Artinya kamu sudah sadar, kalau kamu itu membawa kemalangan bagi orang lain?"
Evellyn menautkan jari jemarinya satu sama lain sembari tertunduk.
"Ba-Bagaimana kalau eve membayar kebaikkan Om, dan juga kemalangan Om ini?"
"Memangnya kamu punya apa? tadi malam saja kamu memohon bantuanku bukan?"
"Eve memang tidak punya uang untuk saat ini, bagaimana kalau eve membayarnya dengan cara lain?"
Diego, Owen, Zavier, dan Yansen saling berpandangan. Sebagai pria dewasa yang sering menjelajah banyak lubang, tentu otak mereka langsung traveling seketika.
"Heh. Ternyata ja*ang kecil," Yansen menatap sinis kearah Evellyn yang tampak kebingungan.
"Adik kecil. Apa kamu sudah biasa melakukan hal itu?" tanya Diego.
"Iya. Kalau dirumah aku sering melakukannya,"
"Apa? dirumah?" Diego, Owen, dan Zavier berteriak bersamaan.
"Kenapa kamu melakukannya dirumah? apa orang tuamu tidak mengawasimu?" tanya Zavier.
"Ibu tiriku selalu mengawasiku. Dia sangat senang saat aku melakukannya."
"Apa ayahmu tahu?" tanya Owen.
"Tahu. Tapi ayah sedang tidak berdaya, dia lagi sakit sekarang."
"Apa kamu tidak memilik saudara?" tanya Zavier.
"Ada. Saudara perempuan, anak dari ibu tiriku."
"Dia juga tahu kamu sering melakukan itu dirumah?"
"Tahu."
"Berapa uang yang kamu dapat?"
"Gratis."
"Gratis???"
Ketika teman Yansen kembali berteriak, hingga membuat Yansen berdecak kesal.
"Berapa jam kamu sanggup melakukannya dalam sehari?"
"Aku hanya istirahat saat akan pergi sekolah saja. Saat pulang kerumah, aku kembali melakukannya."
"Kejam sekali ibu tirimu itu, kamu dipaksa bekerja, sementara dia pasti menikmati hasilnya."
"Ya. Ibu tiriku selalu merasa puas dengan hasil kerjaku. Kalau kerjaku tidak beres, maka dia akan memberiku pelajaran."
"Zavier. Bisakah kamu membawa gadis kecil ini keluar dari sini? aku benar-benar pusing mendengar ocehan yang membuatku jijik itu."
Yansen menurup matanya dengan lengan, dan enggan menatap kearah Evellyn.
"Tapi Om, bagaimana dengan tawaranku tadi? saat ini aku tidak memiliki tempat tinggal lagi, semalam aku kabur dari rumah, karena ibu tiriku ingin menjualku. Eve janji akan bekerja dengan baik, sampai Om puas dengan hasil kerjaku."
"Astaga Zavier...aku benar-benar bertambah pusing mendengarnya. Seret dia keluar!"
Zavier menuruti permintaan Yansen, dan menarik tangan Evellyn perlahan.
"Om dengarkan aku dulu Om, aku tidak bohong. Kerjaku sangat bagus, aku bisa semua pekerjaan rumah. Mulai dari masak, nyuci, ngepel, cuci piring, dan merapikan tempat tidur. om tidak perlu membayarku, aku cuma butuh tempat tinggal," teriak Evellyn.
Zavier, Owen, Diego dan Yansen kembali berpandangan. Sepertinya mereka baru mengerti, kalau tadi mereka sudah salah faham dan salah mengartikan ucapan Evellyn.
"Lumayan juga punya pembantu gratis. Hitung-Hitung mengurangi biaya hidup. Lagipula aku butuh orang merapikan rumahku," batin Yansen.
Melihat ada keraguan diwajah Yansen, Evellyn kembali meyakinkan pria itu agar mau menerima dirinya jadi pembantu dirumahnya.
"Eve janji tidak akan membuat ulah, eve benar-benar ingin bekerja. Minimal sampai Eve bisa mandiri dan mencari kerja sendiri."
"Baiklah. Aku terima kamu jadi pembantu gratis dirumahku selama satu tahun. Kalau pekerjaanmu bagus, tahun berikutnya aku akan mulai membayar gajimu."
"Sungguh Om?" Evellyn tersenyum senang.
"Emm."
"Ah...senangnya, om baik banget sih om?"
"Aku bukan om mu. Panggil aku tuan, mulai hari ini aku adalah majikkanmu."
"Baik tuan." Jawab Evellyn semringah.
"Sekarang tugas pertamamu, kamu ganti pakaianmu, terus turun! belikan aku air mineral botol besar," perintah Yansen.
Diego menepuk dahinya, karena misi mencegah Yansen minum berlebihan dirasa akan gagal.
"Duitnya?" Evellyn menadahkan tangan.
"Zavier. Berikan uang padanya,"
Zavier terpaksa mengeluarkan uang dari dompetnya, Evellyn senyum semringah saat mendapat perintah dari majikan barunya itu. Evellyn kemudian melenggang pergi, sementara itu Zavier, Owen, dan Diego menatap Yansen yang berpura-pura tidak melihat, bahwa ketiga temannya itu sedang menatap kearahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Win wina
awak cerita yang bagus
2024-04-23
0
kartika wayankartika
wkwkwkkk
2024-04-22
0
Mulyanah Fira
salah penafsiran 😂😂😂
2024-04-21
0