Sudah hampir seminggu Yansen mendekam dirumah sakit, tubuhnya mulai terasa sakit semua karena terlalu lama berbaring dan tidak melakukan aktifitas apapun.
"Zavier. Aku sudah merasa baikkan sekarang, tubuhku jadi terasa sakit kalau terlalu lama berbaring disini."
"Jadilah pasien yang patuh, sebelum dokter memperbolehkanmu pulang, jangan harap kami akan membawamu pulang."
"Ya sudah. Aku kabur saja kalau begitu,"
"Maka aku akan membuat tanganmu yang lain jadi sasaran peluruhku. Kamu akan bertambah lama disini,"
"Sudah belum ngupas jeruknya? ngupas jeruk aja pakai lama." Bentak Yansen yang melampiaskan kekesalannya pada Evellyn.
"Maaf tuan, bukankah anda ingin jeruk yang benar-benar bersih dari seratnya?" tanya Evellyn.
"Jangan cerewet. Cepat suapi aku,"
Evellyn segera memasukan ruas-ruas jeruk satu persatu kedalam mulut Yansen.
"Cukup!"
Yansen menolak untuk disuapi lagi, setelah menghabiskan setengah dari jeruk yang Evellyn kupas.
"Kemana Owen dan Diego?" tanya Yansen.
"Mereka sedang mengurus markas dan menghandle perusahaanmu."
"Makanya cepat keluarkan aku dari sini, agar kalian tidak terlalu repot,"
"Kami sama sekali tidak merasa repot. Kami akan merasa repot kalau kamu memaksa pulang, sementara tanganmu belum sembuh. Itu akan menyusahkan!"
"Aku kan sudah ada dia, dia yang akan merawatku saat dirumah," Yansen menunjuk Evellyn tanpa melihat kearah gadis kecil itu.
Zavier hanya bisa menghela nafas panjangnya. Dia tahu betul sosok Yansen memang terkenal keras kepala sejak dulu.
"Baiklah. Aku akan bicarakan dulu dengan doktermu, kalau dia mengizinkan, sore nanti kita akan pulang."
"Nah...begitu dong, jadi aku kan agak semangat dikit menjalani hidup," ujar Yansen.
"Ayo suapi lagi jeruknya," sambung Yansen.
"Pria ini. Selain galak, dia juga sangat menyebalkan!" batin Evellyn.
"Jangan mengutukku. Kualat nanti," ucap Yansen.
"Si-Siapa yang mengutuk tuan?" Evellyn terbata.
"Awas saja kalau kamu berani mengumpatku, akan kugantung kamu ditiang monas," ketus Yansen.
"Ti-Tidak berani tuan."
Zavier lagi-lagi menggelengkan kepala saat melihat Yansen yang suka sekali menindas dan membuat Evellyn ketakutan.
"Kapan kamu akan bicara dengan dokternya?"
"Sebentar lagi. Sekarang sudah waktunya makan siang, mungkin dokternya juga butuh makan dan istirahat."
"Kalau begitu ajak dia bersamamu, aku tidak mau dia berpikir aku majikan yang tidak punya hati nurani. Berikan dia makanan yang layak,"
Zavier memberikan kode pada Evellyn dengan anggukkan kepalanya. Evellynpun mengekor dibelakang Zavier.
"Jangan masukkan hati semua kata-katanya. Dia memang galak, tapi aslinya baik kok," ujar zavier.
"Tidak masalah tuan. Saya mengerti, mungkin tuan Yansen merasa kesal karena terlalu lama berada dirumah sakit."
"Baguslah kalau kamu mengerti. Kalau dia marah-marah padamu diamkan saja, nanti juga baik sendiri."
"Ya tuan."
"Satu lagi. Jangan panggil aku tuan, panggil aku kakak saja."
"Ya Kak."
"Kamu mau makan apa?"
"Apa saja kak. Yang penting perut ke isi."
"Biasanya anak seusiamu paling suka makan junkfood. bangaimana kalau kita makan di MD?"
"Boleh."
Zavier membukakan pintu mobil untuk Evellyn. Evellynpun menerima kebaikkan Zavier dengan sepenuh hati.
"Berapa usiamu?" tanya Zavier saat mereka sudah membelah jalan.
"17 tahun kak."
"Masih sangat muda. Apa sekolahmu sudah selesai?"
"Belum. Saat ini aku baru masuk kekelas 3."
"Jadi bagaimana dengan sekolahmu?"
"Aku tidak tahu. Mungkin sudah nasibku harus putus sekolah, masalahnya aku tidak mungkin kembali lagi kesekolah itu. Ibu tiriku pasti akan menemukanku."
"Sebenarnya apa yang terjadi?"
"Ibu tiriku seorang pecandu judi kasino. Dia bisa mengahabiskan uang puluhan juta dalam sekejap. Dia terlilit hutang judi, dan bermaksud ingin menjadikanku untuk membayar hutang-hutangnya. Itulah sebabnya aku kabur dari rumah."
"Ckk...kenapa tidak ibu tirimu itu saja yang menjual dirinya. Kejam sekali," gerutu Zavier.
"Terus terang aku sangat takut kak. Aku takut ibu tiriku menemukanku dan menjualku,"
"Kamu tenang saja. Selama kamu dalam pengawasan Yansen, semuanya akan baik-baik saja."
"Tapi sepertinya tuan Yansen tidak terlalu menyukaimu, bahkan cenderung seperti membenciku. Apa aku bisa bertahan lama dirumahnya?"
"Kamu tenang saja. Kalau Yansen mengusirmu, kamu bekerja saja dirumah kakak."
"Sungguh?" Evelly tersenyum senang.
"Of course."
"Makasih ya kak. Kadang orang lain benar-benar terasa seperti saudara. Tapi keluarga sendiri malah seperti orang asing."
"Sudahlah jangan bersedih. Nanti aku akan bicarakan tentang sekolahmu pada Yansen."
"Jangan kak. Nanti dia marah dan memecatku. Lagian tidak masalah tidak sekolah. Selesai sekolah juga tidak akan lanjut lagi. Jadi sama saja kan?"
"Tentu saja beda. Minimal kalau kamu sudah tamat sekolah, kamu sudah mempunyai modal untuk melamar pekerjaan setelah kamu keluar dari rumah Yansen."
"Baiklah aku menurut saja."
Zavier membelokkan mobilnya kearah tempat yang ingin mereka tuju. Mata Evellyn berbinar saat melihat potongan-potongan ayam yang tampak garing dan gurih.
Zavier memesan satu ember ayam goreng dan juga dua gelas minuman untuk Evellyn.
"Ini untuk Eve semua kak?"
"Habiskan. Kakak tahu kamu menyukainya bukan?"
"Emm." Evellyn mengangguk cepat.
Evellyn yang kelaparan memakan ayam itu dengan lahap. Sementara itu Zavier hanya memakan setangkup hamburger untuk mengisi perutnya.
"Kakak tidak suka ayam?"
"Suka. Tapi tidak dimasak dengan cara seperti ini,"
"Takut kolesterol ya?"
"Emm."
"Kakak masih muda. Belum tentu kena penyakit yang aneh-aneh."
"Apa menurutmu kakak terlihat masih muda?"
"Ya. Aku bisa menebak, usia kakak pasti sekitar 25."
Zavier terkekeh saat mendengar jawaban polos dari Evellyn.
"Sayangnya tebakkanmu meleset jauh. Kami berempat seumuran, tahun ini kami semua genap berusia 34 tahun."
"Ah...kakak ngarang nih,"
Zavier tiba-tiba mengelurkan dompetnya dan memperlihatkan kartu identitasnya.
"Oh iya bener. Kok bisa?"
"Apanya?"
"Kok bisa nggak kelihatan tua? apa kalian melakukan operasi di negeri tetangga?"
"Tidak. Semuanya masih asli alias orisinil."
"Benar-Benar ajaib. Padahal kalau kakak ngaku masih sekolahpun, aku pasti akan langsung percaya."
"Ah...kamu ngeledek ya?"
"Biar sering ditraktir ayam goreng."
Evellyn cekikikkan. Setelah kenyang, Evellyn membawa sisa ayamya kerumah sakit. Dia tidak mungkin menghabiskan semuanya sendirian, karena potongan ayamnya terlalu banyak.
"Apa itu?" tanya Yansen.
"Ayam goreng."
"Kamu mengajaknya makan junkfood?"
"Eh? bukan tuan. Ini aku yang ingin makan ayam goreng."
"Aku tidak bertanya padamu," ketus Yansen.
"Sesekali. Dia menyukainya, makanya aku mengajaknya kesitu."
"Ini terakhir kalinya. Aku tidak mau punya pelayan yang tidak memperhatikan kesehatan."
"Ba-Baik tuan."Jawab Evellyn.
Evelly melirik kearah Zavier. Dua orang itu saling berbagi senyum.
"Kupaskan aku apel!"
"Baik tuan."
Evellyn mulai mengupas buah apel untuk Yansen. Sementara itu Zavier pergi keruang dokter untuk membicarakan kesehatan Yansen. Setelah bicara cukup lama, akhirnya dokter mengizinkan Yansen pulang keesokkan harinya. Jangan ditanya betapa kesalnya Yansen, karena dia menginginkan kepulangannya pada hari ini juga. Tapi dia harus bersabar, paling tidak dirinya akan bebas keesokkan harinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Ta..h
badanku juga kurang segerr nih apa iya ya gara2 tiap hari makan yang di goreng2 kaya si eve 🤩🤩.
sabar ya eve biar kejam di luar tapi di dalem baik .
2024-04-24
0
Penelop3
salam kenal dari lolipop, kak
2023-05-24
0
Lovesekebon
Like 👍👍👍💯
2022-06-16
0