"Pelan-Pelan tuan," Evellyn membantu Yansen saat pria itu turun dari mobil.
Saat ini Yansen memang tengah pulang kerumahnya setelah menandatangani surat pernyataan pulang paksa. Dirinya cukup lega, karena akhirnya dia bisa pulang kerumahnya sendiri, rumah yang paling nyaman menurutnya.
Evellyn mengekor dibelakang Yansen, untuk mengantar pria itu kedalam kamarnya.
"Apa kamu tidak memiliki pakaian lain? aku perhatikan sejak pertama bertemu, kamu selalu mengenakan pakaian itu." Tanya Yansen saat dirinya sudah berbaring diatas tempat tidur.
"Tidak ada tuan."
"Ckk...dimana ponselku?"
Evellyn menyodorkan ponsel Yansen yang sejak tadi dia pegang.
"Kamu ada dimana?"
"Dijalan, sedang menuju rumahmu. Mungkin sekitar 10 menit lagi sampai."Jawab Zavier.
"Kalian kemana saja? tidak ada satupun dari kalian yang mengantarku pulang, jadi aku terpaksa pulang dengan taksi online."
"Ada pekerjaan mendesak dikantorku. Kamu ingin makan apa? anggap saja untuk menebus rasa bersalahku padamu."
"Seafood. Satu lagi, sebaiknya kamu pergi ketoko pakain."
"Buat apa?"
"Belikan pembantuku pakaian, aku sudah mau muntah mencium baunya yang tidak sedap karena tidak berganti pakaian."
Mendengar itu Evellyn reflek mencium kedua ketiaknya. Memang dirinya tidak wangi, tapi juga tidak berbau busuk seperti ucapan Yansen.
"Dasar bujang lapuk. Apa mulutnya itu terbuat dari silet? tidak bisakah dia tidak menghinaku dalam sehari saja?" batin Evellyn.
"Aku tidak tahu ukuran pakaian bocah itu. Apalagi pakaian dalamnya."
Yansen melirik kearah Evellyn, dilirik seperti itu Evellyn jadi menundukkan kepalanya.
"Ya sudah. Kamu datang bawa makanan saja dulu, nanti kamu bawa orangnya saja langsung."
"Baiklah."
Yansen mengakhiri pangilan itu secara sepihak.
"Kamu! ganti pakaianmu,"
"Ganti pakai apa tuan?"
"Ambil satu bajuku dilemari. Mataku dan hidungku sakit melihat dan mencium baumu."
"Baiklah."
Evellyn berjalan menuju lemari yang memiliki banyak pintu.
"Pintu paling ujung," tutur Yansen tanpa menoleh karena dia sibuk melihat ponselnya.
Evellyn kemudian membuka lemari itu dan mengambil satu helai kaos oblong milik Yansen.
Evellyn kemudian bergegas masuk kedalam kamar mandi dan mengganti pakaiannya. Tidak berapa lama kemudian gadis kecil itupun keluar.
"Tu-Tuan, kamar Eve yang mana?"
Yansen menoleh kearah Evellyn saat gadis itu mengajaknya bicara. Yansen memindai tatapannya pada Evellyn dari ujung rambut hingga ujung kaki gadis itu. Baju oblong Yansen yang longar dan hanya menutupi separuh dari paha gadis kecil itu.
"Cari boxerku dilemari pintu pertama. Kamu terlihat aneh berpakaian seperti itu!"
Evelly kembali membuka pintu lemari yang Yansen maksudkan. Kemudian Evellyn kembali masuk kedalam kamar mandi lagi untuk memakai celana itu.
"Tidak usah dikembalikan lagi, kalau sudah kamu lepas nanti, kamu buang saja."
"Kenapa dibuang?"
"Tentu saja aku tidak mau memakainya lagi? belum tentu kamu itu bersih dari sarang penyakit."
"Uggghhh bujang lapuk ini mulutnya benar-benar sadis. Apa dia pikir tubuhku memiliki panu, kadas, kurap?" lagi-lagi Evelly berperang dengan batinnya.
"Baik Tuan."
"Sekarang lebih baik kamu lihat kamarmu sendiri. Kamu boleh menempati kamar disebelah kamarku, biar mempermudahkan aku saat memanggilmu. Ingat, aku paling tidak suka saat memanggil nama seseorang lebih dari 3 kali. Kalau sampai aku melakukannya, maka telinga orang itu akan aku potong."
Glekkkk
Evellyn menelan ludahnya sendiri, saat mendengar ucapan Yansen yang mengerikan.
"Ya sudah pergi sana! pintunya tidak dikunci,"
Evellyn beranjak pergi dari hadapan Yansen, dan pergi menuju kamar yang Yansen maksudkan.
Evellyn melihat-lihat kamar yang cukup luas itu, dan membaringkan diri diatas tempat tidur yang sangat empuk itu.
"Ah...ini benar-benar nyaman,"
Evellyn yang akhir-akhir ini kurang tidur, tiba-tiba jatuh terlelap karena terpaan angin ac yang semilir.
"Kamu mau makan sekarang?" tanya Zavier saat pria itu sudah tiba didalam kamar Yansen.
"Ya. Aku sangat lapar, di kulkas sepertinya tidak memiliki apapun."
"Itulah sejak dulu aku selalu menyarankan kamu harus punya pembantu, jadi ada yang masak dan belanja untuk keperluan rumah."
"Ya. Sekarang kan sudah ada bocah itu, besok aku akan suruh dia beberes rumah dan juga belanja buat kebutuhan dapur."
"Ngomong-Ngomong dia kemana?"
"Ada dikamar sebelah, aku sengaja menyuruhnya menempati kamar itu, agar mudah untuk memanggilnya."
"Ya sudah. Aku akan memanggilnya, agar dia menyiapkan makanannya untukmu."
"Emm." Yansen mengangguk.
Zavier kemudian pergi ke kamar Evellyn. Tidak ada jawaban meskipun pria itu sudah mengetuk pintu sebanyak tiga kali.
Ceklekkk
Zavier membuka pintu perlahan. Pria itu mendapati Evellyn yang tengah tertidur lelap. Dapat Zavier lihat, ada lingkar hitam dibawah kelopak mata gadis itu, yang menandakan kalau Evelly memang kurang tidur akhir-akhir ini. Melihat Evellyn yang lelah, Zavier memutuskan untuk keluar dan menutup pintu itu kembali.
"Kemana dia?" tanya Yansen saat tidak melihat keberadaan Evellyn.
"Tidur."
"Tidur? enak sekali baru datang kerumah ini sudah tidur, apa dia pikir rumah ini hotel?"
"Biarkan saja. Terlihat sekali dia sangat lelah, bahkan ada lingkar hitam dibawah matanya."
"Lalu siapa yang menyiapkan makanannya?"
"Aku saja. Toh cuma tinggal menyiapkan, bukan harus masak dari awal. Aku sarankan jangan terlalu keras dengan gadis itu, kasihan dia."
"Siapkan saja makanannya, aku sudah sangat lapar."
"Oke. Kamu mau makan dikamar, atau mau turun bersamaku?"
"Turun sama kamu saja."
"Ya sudah ayo."
Zavier membatu Yansen untuk duduk, kedua pria itupun pergi kemeja makan, dan memakan makanan itu bersama.
"Apa Ivanka jadi pulang?" tanya Zavier disela-sela kunyahannya.
"Jadi. Minggu depan." Jawab Yansen.
"Apa rencana kalian? apa kalian akan menikah?"
"Omong kosong. Kamu kan tahu aku sudah sangat cocok dengan Ivanka. Prinsip kami sama, tidak ada komitmen dan tidak ada anak-anak, karena kami sama-sama tidak menyukai dua hal itu." Jawab Yansen.
"Sangat disayangkan, kalian berpacaran sudah cukup lama. Sudah hampir 7 tahun bukan? usia kalian sudah tidak muda lagi. Mau sampai kapan Ivanka mau berkarier jadi model terus?"
"Itu urusan dia, lagipula aku juga tidak keberatan. Terus bagaimana denganmu? kamu sudah kebelet nikah, tapi gadismu masih saja berbelit-belit. Sudahlah, cari saja gadis lain."
"Aku sedang berusaha. Aku juga tidak terlalu terpaku dengan Renata saja. Masih banyak gadis cantik yang bisa aku tiduri."
"Bajingan,"
Yansen memukul pundak sahabatnya itu pelan.
"Seperti kamu bukan bajingan saja. Kamu pikir sudah berapa lubang kamu masuki selama Ivanka tidak ada?"
"Tidak terhitung lagi," Yansen terkekeh.
"Bagiku semua wanita sama saja, rasanya juga sama. Sulit sekali mencari wanita berkelas yang masih bersegel," sambung Yansen.
"Ya. Disitu kadang aku mikir, buat apa setia pada pasangan kita, padahal sebelum bersama kita mereka juga tidak bersegel lagi. Apa kamu yakin Ivanka disana tidak berbuat sama seperti yang kamu lakukan disini?"
"Aku tidak perduli, bisa dibilang hubungan kami cuma patner diatas ranjang."
"Pantas saja kamu tidak mau berkomitmen sama dia,"
"Tidak juga. Meskipun bukan dengan dia, aku juga tidak ada niat untuk berkomitmen. Lebih enak hidup begini."
Zavier menghela nafas, kehidupan percintaan empat sekawan itu memang terbilang rumit. Itulah sebabnya, hingga diusia mereka yang ke 34 tahun, mereka juga belum ada yang berumah tangga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Ta..h
euleuuh belum aja terpesona dan tergoda sama eve ya 🤩🤩.
2024-04-24
0
Ezhi Alfarizy
masih nyimak dari awal episode/Smile/
2024-04-20
0
Rifah Nur Amienudin II
😂😂😂😂
2022-09-20
0